Bianca
sibuk menyalin PR Belden di pojokan kelas. Borneo menemaninya sambil terus
memandangi Bianca. merasa terus dipandangi dengan cara yang berlebihan Biancapun
menghentikan aktifitasnya.
Bianca
menatap Belden yang tengah menatapnya, “Kenapa? kok sampe segitunya liatin gua?
apa ada yang aneh?” Tanya Bianca polos.
Borneo
tersenyum, “Kamu makin cantik sayang, sampe-sampe saat aku menutup mataku,
tetep wajah kamu yang aku liat!”
“Gombal!”
seru Bianca yang kemudian kembali menyalin PRnya.
“Sekali
kamu tersenyum, aku merasa dunia ini milikku dan rasanya lebih dari surga!”
“Borneo!
Cukup, jangan bikin aku ilfeel!”
“Dipuji
kok malah ilfeel?”
“Karena
rasanya aku kayak difitnah!”
Borneo
tersenyum, “Serius, kamu makin cantik sayang!”
Mau
tak mau Bianca ikut tersenyum, “Ah, masa sih? ah, udah ah, jangan bikini dung aku
kembang-kempis kegeeran deh!”
“Dih,
emang punya hidung?” Goda Borneo, yang sangat tahu bahwa Bianca emang sedikit sensitive
jika membahas hidung, karena ia memiliki hidung yang pesek.
“Ishhhhhhhh!”
Bianca memukulkan pulpenyya kekepala Borneo.
Borneo
terkekeh, kemudian membetulkan anak rambut yang menutupi mata Bianca, Bianca
yang kesal menepis tangan Borneo dari kepalanya.
Borneo
makin terkekeh, “Marah nii yeee!” Godanya lagi, “Meskipun hidung kamu pesek
tapi kamu tetep cantik kok sayang!”
“Borrrnnneeeoooo!!!!”
serunya sambil mendengus kesal.
“Apalagi
kalo lagi cemberut gitu, berlipet-lipet deh cantiknya!” seru Borneo kemudian
mengecup kening Bianca.
Bianca
kaget, tindakan refleks yang sama sekali Bianca tak menduganya. Borneo
tersenyum, “Love u forever, sayang!”
Bianca
menyentuh keningnya, kemudian celingak-celinguk. Ia bernafas lega saat tak ada
yang memperhatikannya. Ia menatap Borneo kesal. “Awas kalo ngulangin lagi, malu
tau kalo sampe ada yang liat!”
Borneo
tersenyum, “Emang punya malu!”
“Borrrrnnneeeeooooo!!!”
Seunya memukul dada Borneo, “Ngeselin deh!”
Borneo
tersenyum. Borneo menyentuh pipi Bianca, “Makasih sayang, makasih karena kamu
membuat aku merasa jadi manusia paling bahagia di dunia!”
Bianca
tesenyum, kemudian mengangguk “Aku juga bahagia, sayang!”
Dan,
Belden yang tadi sebenarnya memperhatikan mereka namun pura-pura membaca
meradang. Ia merasa tak ada lagi tempat untuk ia singgah, dan ini begitu
menyiksa dan terasa sangat menyakitkan!
<><><><*********><><><>
Jika
orang yang kita cintai lebih memilih berada disamping orang lain yang
sebenarnya kita benci, rasanya seperti terhempas jatuh ke tanah begitu saja. Begitulah
kira-kira perasaan yang diarasakan Belden sekarang.
Belden
memeluk Bianca yang sedang mencuci piring dari belakang secara tiba-tiba, ini
benar-benar mengejutkan Bianca.
Belden
menempelkan bahunya dipundak Bianca. “Hanya 5 menit!gua minta waktu 5 menit
untuk ini!” Seru Belden sedih, “ Kembali menjadi diri sendiri, setelah
bertahun-tahun berlindung dibalik topeng kepalsuan, jadi cowok ramah, pinter
dan baik hati itu benar-benar melelahkan!”
Bianca
berusaha mengerti Belden. Iapun mengiyakan permintaan Belden.
“Apa
lu bahagia sama Borneo?” tanya Belden tiba-tiba.
Sejenak
Bianca terdiam, kemudian mengangguk ragu.
Belden
membalikan tubuh Bianca, mereka kini berdiri berhadapan, namun Bianca tetap
menunduk. Belden memegang dagu Bianca kemudian mengangkatnya, otomatis Bianca tak
bisa lagi menunduk. Biancapun memberanikan diri menatap wajah sedih Belden.
Belden
tersenyum, tapi nampaknya ia tak mampu menyembunyikan rasa sedihnya, air
matanya menetes, “Gua merasa, gak ada harapan lagi dan sepertinya gua akan
mulai mengubur dalam-dalam perasaan ini! Tapi, kalo sampe Borneo bikin lu
nangis, gua gak akan tinggal diem, gua akan jadi orang yang pertama ngasih dia
pelajaran!”
Melihat
Belden sedih, Biancapun ikut sedih juga, ia merasa bersalah. Ia memeluk erat
Belden, mereka berdua menangis, menuangkan seluruh kesedihannya.
Bianca
melepas pelukan Belden, ia menghapus air mata Belden, “Jangan pernah merubah
diri lu jadi orang lain lagi, jangan pernah bikin orang lain salah faham lagi
sama kayak apa yang lu lakuin ke Bunga!”
Belden
tersenyum, iapun menghapus air mata Bianca, “Gua janji! Gua akan sedikit
ngurangin pesona kegantengan gua!”
Bianca
tak habis pikir denga Belden, barusan Belden seperti tak punya semangat untuk
hidup dan sekarang, sekarang ia seolah telah melupakan semua kesedihanya.
Bianca
ngeloyor kepala Belden, ia berdecak heran.
Belden
tersenyum kemudian mengacak rambut Bianca.
<><><><*********><><><>
No comments:
Post a Comment