Bianca menatap wajah
dihadapannya leka-lekat. Perasaan bahagia, sedih, terharu bercampur baur
menjadi satu.
“A, pelan-pelan makannya,
nanti kesedak!” Seru Bianca penuh perhatian.
Bagus tersenyum,
“Jarang-jarang aa bisa makan enak kayak gini neng!” Seu Bagus sambil mengunyah
makanannya.
Bianca mengerutkan kening,
“Jarang? Ayah masih transfer setiap bulan kan?” Tanya Bianca hati-hati.
Bagus mengangguk, “Uang dari
ayah kamu, kita pakai buat ngelunasin hutang!”
“Hutang?”
Aa menghentikan makannya,
kemudian mengangguk. “Ya, hutang. Waktu ibu sama bapak kita dirumah sakit
sampai meninggal semua biaya selain dari jasa raharja juga nenek pinjam dari
rentenir dengan jamina rumah, setiap bulan kita mencicil pakai uang dari ayah
angkat kamu!” Bagus menghela nafas, “Tapi, semakin hari hutang itu bukannya
berkurang, malah makin bertambah, aa kerja paruh waktu selain buat kehidupan
dan biaya sekolah sehari-hari juga buat ngelunasin hutang itu, aa gak mau
kehilangan satu-satunya harta peninggalan kakek!”
Hati Bianca mencelos, Bagus
kembali melanjutkan makan.
Bianca melihat wajah Bagus berkeringat
karena kepedasan. Bianca mengambil sapu tangan dari tasnya, ia kemudian
mengelap keringat kakaknya.
Sang kakak terlihat kaku,
“Ti.. ti… tidak usah neng!”
“Bianca sedih, Bianca ngerasa
jarak diantara kita sangat jauh, Bianca ngerasa aa tuh gak nganggep Bianca adek
kandung aa, aa memperlakukan Bianca seperti orang lain!”
“Maafin aa neng, aa tidak bisa
jadi kakak yang neng andelin, jadi kakak yang baik buat neng, aa tidak tahu
caranya!”
“Udah ah a, jangan
sedih-sedihan! Meskipun kita nggak tinggal satu atap, meskipun aku dibesarkan
oleh keluarga berada, tapi kenyataan bahwa kita kakak adek tuh gak bisa dirubah
oleh apapun dan oleh siapapun.aku sangat berharap aa mau memperlakukan aku
seperti adik aa sendiri, bukan seperti seorang tamu yang harus dihormati
apalagi disanjung-sanjung!” Bianca menatap mata kakaknya penuh harap, “Nih buat
aa…!” ia menyodorkan nasinya, ketika menyadari piring kakaknya sudah kosong!”
Bagus menatap mata Bianca. ini
pertama kali, ya ini pertama kali setelah orang tuanya meninggal ia menatap
mata Bianca. ingin rasanya Bagus memeluk adik kembarnya itu, tapi ah entahlah,
semacam ada jarak antara mereka.
“Nih!” Bianca kembali
menyodorkan piringnya, “Bianca udah kenyang, but, kalo kita makan sama-sama
terus aa suapin Bianca, Bianca mau, mau banget malah!” Serunya terus terang.
Bagus tersenyum menerima
piring Bianca.
“Aa juga makan lagi ya!”
Bagus mengangguk, “Kita makan
sama-sama ya!”
Bianca mengangguk penuh
semangat.
Bianca dan Bagus makan bersama
penuh bahagia, nenek yng sedang terbaring lemas tidak jauh dari merekpun
tersenyum, turut merasakan kebahagiaan kakak beradik yang terpisah kerena
keadaan.
Nenek menghela nafas panjang,
ia merasa lega dan ia merasa bisa meninggal dengan tenang.
Nenek menutup matanya
perlkahan penuh suka cita. Tertidur? Tidak, bukan tidur, karena ia kini tak
bernafas lagi. Ia pergi, pergi dengan tenang, tak lagi kembali.
<><><><*********><><><>
No comments:
Post a Comment