Borneo
masuk ke kamar pacarnya dengan panic, setelah tahu Bianca kecelakaan, borneo
tak sempat memikirkan apapun kecuali Bianca, ia kabur dari sekolah dan langsung
kerumah Bianca. menyadari kedatangan Borneo, Bianca yang sedang minum hampir
tersedak.
“Sayang,
kamu nggak apa-apa kan?” Serunya panik sambil memperhatikan Bianca dari atas
sampai bawah dengan perasaan cemas. Ia takut kalo Bianca terluka. Ia takut kalo
Bianca kenapa-napa.
“Hehehe,
tenang sayang, yang parah dia, bukan aku!” mata Bianca menunjuk Belden yang
sedang tertidur di sofa.
Menyadari
ada Belden dikamar Bianca ekspresi Borneo berubah kesal, ia kesal karena selalu
Belden… Belden… dan Belden. “Mulai Besok, aku gak mau kamu naik sepeda lagi,
aku yang akan nganter jemput kamu kemanapun kamu mau, so, jangan pergi
kemanapun tanpa aku!” Seru Borneo penuh penekanan dengan suara yang agak
dikeraskan. Ia berharap Belden mendengar apa yang ia katakana barusan.
Bianca
memegang lengan Borneo, “Kamu gak usah khawatir, aku nggak apa-apa, lagipula,
nyebur ke parit ato ke got sekalipun bukan hal yang aneh buat aku sama Belden,
so, kamu tenang yah!”
Tuh
kan, Belden lagi, Belden lagi, Belden lagi. Hufh! “Sayang!” Borneo mengelus
rambut Bianca, “Bagi aku kamu itu yang terpenting, aku gak mau ada luka
segorespun di tubuh kamu, karena lukamu membuat aku terluka juga!”
“Ish,
gombal! Tapi namanya celaka itu kan kehendak Tuhan sayang!” Bianca menepuk
lembut pipi Borneo, “So, mau aku jalan kaki, mau aku sepedahan, mau aku pake
pengaman sebagus apapun, kalo Allah pengen aku celaka, ya celaka aja!”
“Ya..
ya… ya… terus aja belain dia!”
“Dia?
Dia siapa?” Bianca mengerutkan kening. “Belden? Bela Belden?” tanya Bianca.
Borneo
tak menjawab.
“Ya
Tuhan kapan aku bela Belden?”
“Berlebihan?
Kata-kata kamu tadi itu membuktikan kamu bela Belden!”
“Kata-kata?
Kata-kata yang mana?”
“Celaka
itu kehendak Tuhan!”
“Cemburu
kamu berlebihan!”
“Berlebihan?
Hahaha!” Borneo tertawa kecut, “Aku gak mau dia terlalu banyak ikut campur
masalah kamu terlalu banyak, apalagi membiarkan dia tidur sekeenaknya di kamar
kamu kayak gini, bagaimanapun dia cowok normal dan dia bukan siapa-siapa kamu!”
“Dia
adik aku, Bor!”
“Tapi
aku gak suka!”
“Please
Bor, kita kan udah bahas masalah ini puluhan bahkan ratusan kami dan setiap
kali kita rebut selalu gara-gara masalah ini! Aku capek!” Bianca memegang
lengan Borneo.
“Capek?”
Borneo menghempaskan lengan Bianca begitu saja “Harusnya aku yang capek! Bagi kamu
aku selalu jadi nomor 2, bagi kamu Belden selalu lebih penting!”
“Ya
Tuhan Borneo! Kamu terlalu sensitive!”
“Ya,
akuterlalu sensitive dan aku yang selalu salah! Aku lelah, aku pulang dulu!”
Borneo mengelus pipi Bianca, “Nanti aku kesini jika pikiran kita udah sama-sama
jernih, cepet sembuh!” serunya mengecup kening Bianca kemudian berlalu begita
saja meninggalkan Bianca.
Bianca
sedih, Borneo pergi. saat-saat seperti ini ia amat sangat membutuhkan Borneo,
tapi Borneo malah pergi. “Hmmmmmmppphhhhh!” Bianca menghela nafas panjang.
<><><><*********><><><>
No comments:
Post a Comment