Ini hari ke 7 nenek tiada. Suasana
duka masih menyelimuti semuanya terutama Bagis. Kenyataan yang ia hadapi
menempanya jadi sesosok manusia yang tabah dan pekerja keras. Sejak kecil
setelah orang tuanya meninggal ia hanya mengenal sosok nenek
Dan ketika nenek meninggal, ia
seperti kehilangan arah, ia terjatuh, dalih yang menuntun jalan hidupnya sudah
tak ada lagi, ia sendiri meski tak sebatang kara. Memang, memang tak ada air
mata terjatuh, memang tak terlihat kesedihan yang berlebihan, tapi Bianca bisa
merasakan kesedihan Bagus, ya, ia bisa melihat hati bagus yang menjerit
merasakan kekosongan.
Andai saja, andai saja bisa,
ia ingin membawa Bagus bersamanya, ia ingin membagi semua kebahagiaan
dikeluarga angkatnya dengan Bagus, ia ingin Bagus tinggal bersamanya,
didekatnya, meminta bunda dan ayah angkatnya untuk mengisi kekosongan dan
kehampaaan hati dan sedikitpun tak membiarkan Bagus berdiri tanpa pijakan.
Mungkin, mungkin bisa. Semenjak
diangkat anak oleh ayah dan bundanya, ia selalu dapatkan apa ia mau, ayah dan
bundanya selalu memberikan apa yang ia butuhkan. Bahkan mengenai hutang
rentenir itupun ayah dan bunda lah yang membereskannya. Tapi ia sadar diri, ia
sudah terlalu banyak meminta, ia takut, ya ia takut tak bisa membalas apa yang
mereka berikan, ia takut tak bisa balas budi.
Hufffhhhhh, terkadang hidup
itu rumit ya!
Belden menyentuh bahu Bianca.
Belden? Ya, Belden datang
ketika tahu kabar nenek Bianca meninggal. “Borneo mau ngomong sama lu!” Serunya
yang kemudian menyerahkan HPnya, Bianca meraihnya, lalu Belden berlalu begitu
saja meninggalkan Bianca.
Bianca menempelkan HP itu di
telinganya, “Halo!” serunya dengan ekspresi wajah yang amat sangat datar.
“Bagus ya, nerima telepon
cowoknya dengan nada enggan gitu!”
“Please Bor, aku lagi gak mood
berantem, apalagi Cuma karena masalah sepele!”
“Masalah sepele? Nenek kamu
meninggal, HP kamu mati dan sekarang kamu berdua-duaan sama Belden masalah
sepele? Aku ini pacar kamu Bi, aku harusnya lebih tau kamu disbanding Belden!”
“Belden adik aku!”
“Yaa… ya… ya… karena Belden
prioritas utama kamu!”
Tut… tut… tut…
Borneo memutuskan hubungan
teleponnya.
Bianca menghela nafas, Belden
menyesal telah menelepon Borneo, ia kira Bianca akan bahagia jika bicara dengan
Borneo, namun ternyata tidak. Telepon Borneo malah memperkerur suasana. hufh!
<><><><*********><><><>
No comments:
Post a Comment