Pages

Wednesday, 15 February 2012

Only You #34


Ini hari ke 7 nenek tiada. Suasana duka masih menyelimuti semuanya terutama Bagis. Kenyataan yang ia hadapi menempanya jadi sesosok manusia yang tabah dan pekerja keras. Sejak kecil setelah orang tuanya meninggal ia hanya mengenal sosok nenek
Dan ketika nenek meninggal, ia seperti kehilangan arah, ia terjatuh, dalih yang menuntun jalan hidupnya sudah tak ada lagi, ia sendiri meski tak sebatang kara. Memang, memang tak ada air mata terjatuh, memang tak terlihat kesedihan yang berlebihan, tapi Bianca bisa merasakan kesedihan Bagus, ya, ia bisa melihat hati bagus yang menjerit merasakan kekosongan.
Andai saja, andai saja bisa, ia ingin membawa Bagus bersamanya, ia ingin membagi semua kebahagiaan dikeluarga angkatnya dengan Bagus, ia ingin Bagus tinggal bersamanya, didekatnya, meminta bunda dan ayah angkatnya untuk mengisi kekosongan dan kehampaaan hati dan sedikitpun tak membiarkan Bagus berdiri tanpa pijakan.
Mungkin, mungkin bisa. Semenjak diangkat anak oleh ayah dan bundanya, ia selalu dapatkan apa ia mau, ayah dan bundanya selalu memberikan apa yang ia butuhkan. Bahkan mengenai hutang rentenir itupun ayah dan bunda lah yang membereskannya. Tapi ia sadar diri, ia sudah terlalu banyak meminta, ia takut, ya ia takut tak bisa membalas apa yang mereka berikan, ia takut tak bisa balas budi.
Hufffhhhhh, terkadang hidup itu rumit ya!
Belden menyentuh bahu Bianca.
Belden? Ya, Belden datang ketika tahu kabar nenek Bianca meninggal. “Borneo mau ngomong sama lu!” Serunya yang kemudian menyerahkan HPnya, Bianca meraihnya, lalu Belden berlalu begitu saja meninggalkan Bianca.
Bianca menempelkan HP itu di telinganya, “Halo!” serunya dengan ekspresi wajah yang amat sangat datar.
“Bagus ya, nerima telepon cowoknya dengan nada enggan gitu!”
“Please Bor, aku lagi gak mood berantem, apalagi Cuma karena masalah sepele!”
“Masalah sepele? Nenek kamu meninggal, HP kamu mati dan sekarang kamu berdua-duaan sama Belden masalah sepele? Aku ini pacar kamu Bi, aku harusnya lebih tau kamu disbanding Belden!”
“Belden adik aku!”
“Yaa… ya… ya… karena Belden prioritas utama kamu!”
Tut… tut… tut…
Borneo memutuskan hubungan teleponnya.
Bianca menghela nafas, Belden menyesal telah menelepon Borneo, ia kira Bianca akan bahagia jika bicara dengan Borneo, namun ternyata tidak. Telepon Borneo malah memperkerur suasana. hufh!

<><><><*********><><><>

No comments:

Post a Comment