Bianca senyam-senyum sendiri di kamarnya setelah pergi
bersama Belden, Borneo dan Bianca.
Belden dan Bilvina bertemu didalam pesawat ketika
sama-sama akan pergi ke Surabaya. Belden ingin menetap dan melupakan Bianca dan
Bilvina juga ingin istirahat dan menumpahkan kekesalannya karena kalah saing dengan
Bianca.
Berawal dari rasa yang sama, karena bertepuk sebelah
tangan, Belden dan Bilvina akhirnya saling berbagi perasaan mereka. Dan berjanji
pergi bersama dan melupakan perasaan sakit mereka sama-sama.
Dari sanalah mereka banyak bercerita, banyak bicara dan
berusaha saling menghibur satu sama lain. Bahkan setelah Bilvina pulang ke
jakartapun komunikasi Bilvina dan Belden masih terjalin baik.
Hingga akhirnya ketika liburan sekolah, Bilvina bertemu
dengan Belden lagi di Surabaya dan Belden memintanya untuk mengisi
kekosongannya. Jelas saja Bilvina mau, karena hatinya juga sama-sama sedang
kosong. Meski tak ada cinta, tapi mereka merasa senasib sepenanggungan, mereka
merasa saling memahami dan saling mengerti satu sama lain.
Bianca jadi ingat dirinya dengan Borneo, kisahnya juga
tak jauh beda dengan kisah Belden dan Bilvina, semuanya bermula dari coba-coba.
Namun sekarang ia merasa telah menemukan apa yang ia cari, ia kini telah mencintai
Borneo.
“Woooooiiii!” Belden menjatuhkan diinya ke tempat tidur
Bianca, hampir membuat jantung Bianca hampir copot.
“Belllddddeeeeeennn, bisa gak sih kalo masuk ketuk pintu
dulu?”
“Ngggak!” Jawabnya polos tanpa dosa sambil menggeleng.
Bianca menatap Belden kemudian mengelus rambutnya
lembut, “Thanks ya!”
“Thanks?”
Bianca mengangguk.
“Thanks karena lu udah mau ngelepas perasaan lu ke gua,
gua tau itu bukan hal mudah buat lu!”
Belden tersenyum, “Kelak, gua gak akan bikin lu
khawatir!”
Bianca tersenyum, “Wajar, kalo seorang kakak khawatir
terhadap adeknya!”
“Tapi lu tuh gak terlihat kjayak seorang kakak, lu
ceroboh, gimana kalo gua yang jadi kakaknya?”
“Tapi umur gua kan lebih tua dari lu!”
“Umur gak ngejamin, buktinya sekarang gua terlihat lebih
dewasa dari lu!”
“Iya, lu lebih tua dari umur lu, karena muka gua yang
baby face!”
Belden ngeloyor Bianca, “Huuuuuu, ngimpi!”
Mereka saling tertawa. Bahagia.
“Gua sayang lu kak!”
“Apa? Gua gak denger tadi!” Bianca menggerutkan kening.
“Gua sayang lu, kak!”
“Lu manggil gua kakak?” tanya Bianca tak percaya.
Belden menggangguk antara ragu dan malu. “Tetaplah
berada disisi gua, jadi kakak terbaik gua, karena hanya lu, hanya lu yang
ngerti gua sepenuhnya!”
Bianca bangkit dari tidurnya kemudian terduduk, ia tak
percaya apa yang dikatakan Belden barusan. Sebuah kebahagiaan yang tak ternilai
harganya, Belden mengakuinya sebagai seorang kakak, saking terharunya, iapun
menitikan air matanya, “Pasti, pasti gua akan selau jadi kakak terbaik buat lu!”.
Belden memeluk Bianca, Bianca membalas pelukan Belden
dengan bahagia.
Mimpi Bianca untuk hidup bahagia bersama orang-orang
yang dicintainya menjelma nyata dan kini ia terhanyut didalamnya, ia sangat
bahagia.
<><><><*********><><><>
T A M A T
Kuningan, saat mentari sangat bersahabat,
18 february 2012 (09:23 WIB)
No comments:
Post a Comment