Sepertinya akhir-akhir ini ada yang Belden sembunyikan
dari Bianca mengenai tangannya. Bianca memperhatikan dari jauh apa yang sedang
Belden lakukan. Belden memegang tangan kanannya dengan tangan kirinya,
menggerak-gerakannya perlahan dan seselaki meringis seperti orang kesakitan.
Pelan-pelan Belden menggambil gelas dengan tangan
kanannya itu, namun belum sampai ke bibir untuk diminum Belden menyumpannya,
kembali, ia terlihat begitu kesakitan.
Di sekolah beberapa hari yang lalupun, ketika Belden
memegang pensil ia terlihat begitu kesakitan. Ketika teman-teman menulis,
Belden malah sibuk tidur, padahalkan Bianca tau ini bukan Belden banget. Belden
sangat senang menulis dan belajar. Ia tidak akan menyia-nyiakan waktu menulis
dan belajarnya hanya untuk tidur di kelas. Saat Belden bolospun Belden masih
menyalin tulisan Bianca.
Yang makin membuat Bianca penasaran, Belden selalu
menolak saat siapapun mengajaknya makan bersama, ini benar-benar tak masuk
akal, Bianca tahu betul Belden menyukai suasana ruang makan yang ramai, dan
sekarang ia mengabaikan kebersamaan itu hanya dengan alas an kenyang. Ini tidak
mungkin, jika Belden tidak sedang dalam masalah.
“Kenapa? tangan lu kaku, keram dan sakit lagi ya? Itu pasti
gara-gara gua minta digendong terlalu sering ya?
Belden gelagapan, ia tak menyangka Bianca
memperhatikannya.
“Sakit di tangan
ini gak berarti apa-apa jika dibanding rasa sakit di hati gua!” serunya
kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Bianca.
Bianca merasa sedih, ia tak mau hubungannya dengan
Belden jadi sekacau ini. Kenapa harus ada cinta? Kenapa cinta harus membuatnya
sulit?
Sedang Belden menyadari kata-katanya barusan membuat
Bianca sedih.
Ia berjanji didalam hatinya akan merubah keadaan ini, ia
mencintaBianca, tapi yang paling penting disini adalah kebahagiaan Bianca, ia
akan berbuat apapun untuk membuat Bianca bahagia. ya apapun, termasuk
mengorbankan dirinya.
<><><><*********><><><>
No comments:
Post a Comment