Pages

Monday 27 February 2012

SKY #1





Chio menatap seorang gadis dihadapannya penuh perasaan. Ia kemudian membelai lembut rambut gadis itu, “Kalau kamu tidak bisa menerimaku, tetaplah disampingku dan ajari aku bagaimana cara melupakanmu!” serunya kemudian mengecup bibir gadis itu.
“Cut!!!!” seru pak Sutradara bangga.
Semua yang sempat terhanyut dalam suasanapun bertepuk tangan dan bersorak bahagia. Karena itu berarti shooting berjalan lancar dan memuaskan.
Chio langsung dikerubuti fans fanatiknya, dari yang sekedar minta tandatangan, sampai yang memberinya perhatian lebih seperti memijatnya, mengelap keringatnya memberinya minuman dan lain-lain. Dan Chio sama sekali tak keberatan dengan perlakuan mereka semua, ia terlihat senang dan menikmati.
Cowok blasteran Indo-China itu memang tak seperti kebanyakan artis, ia tak pernah menampakkan ekspresi wajah lelah, frustasi atau semacamnya didepan fansnya. Makanya, tak heran jika semakin hari fansnya semakin bertambah, buhan hanya dari kalangan anak-anak dan remaja. Ibu-ibu bahkan nenek-nenek juga banyak yang menganguminya.
Dan Criska, sang manager hanya menghela nafas melihatnya. Andai mereka tau Chio yang sebenarnyyyaaa… huuuffhhhh!

<><><><*********><><><>

Criska menjatuhkan tubuhnya ke kursi dengan frustasi.
“Pasti Chio lagi!” Tebak Catra, Chiko dan Chepi hampir bersamaan. Mereka adalah sahabat Criska sekaligus teman hidup Criska. Mereka bersahabat sejak kecil. Semenjak lulus SMA mereka memutuskan untuk tinggal bersama. Ya, mereka lahir dari produk gagal, keluarga tak utuh dan tak bahagia. Saat bersama mereka merasa senasib sepenanggungan dan merasa saling melengkapi satu sama lain.
Gadis manis bertubuh semampai, berambut sebahu hanya menjawab dengan helaan nafas putus asa.
Menjadi manager artis yang sedang diatas langit seperti Chio Agustaf tidak segampang dan semudah kelihatannya. Chio membuatnya lelah, tidak hanya lahirnya tapi bathinnya juga.
Ah, andai saja ia tak butuh makan, andai saja ia tak butuh uang dan andai saja mencari pekerjaan semudah mencari pengangguran, hmm, ia pasti sudah berhenti sejak dulu.
Chepy cowok yang rambut sama jidatnya sama-sama mengkilap yang kata emaknya paling ganteng sedunia, menepuk-nepuk bahu Criska, mencoba memberinya semangat, “Sabar ya, Chis!”.
“Menurut gua, ini bukan soal sabar ato nggak sabar boy, gua rasa tu anak makin didiemin makin ngelunjak deh!” Timpal Chiko , sosok metropolis,  ganteng dan punya duit banyak, otaknya juga gak kosong-kosong amat, tipe-tipe cowok badboy gitu. Pokoknya senyum dia, tingkah lakunya, gayanya, sangat menyihir. Tapi sayang dia lebih suka tante-tante ketimbang wanita seusianya. Hmm, mungkin karena ia tak mengenal sosok ibu kali yaaa, soalnya ibunya meninggal ketika ia berumur 9 tahun dan ia dibesarkan oleh seorang ayah yang tak peduli padanya, bagi ayahnya uang sudah cukup membeli kebahagiaan dirinya.
“Cat, komentar lu?” Tanya Chepi pada Catra, dari kecil Catra memang tak mengenal siapa orang tuanya, tapi ia yang paling dewasa diantara semuanya, ia sosok yang selalu tersenyum ramah, berfikiran luas dan leader banget.
Criska, Chiko dan Chepi yakin dibalik penampilan luarnya yang tenang dan seolah hidup itu selalu indah baginya, Catra juga memiliki beban bathin yang sama. Ya, setiap manusia pasti punya masalah sendiri-sendiri, punya beban batin sendiri-sendiri, punya kesakitan sendiri-sendiri. Bohong banget kalo ada orang yang bilang dari lahir sampe dia gede gak punya masalah. Cuma kadang-kadang kebanyakan orang lebih memilih hidup kayak Catra, menyimpan kesakitannya direlung hati terdalamnya. Gak jarang baik Criska, Chiko dan Chepi melihat Catra merenung sendiri, tapi saat ditanya ada masalah apa, Catra hanya menanggapinya dengan senyum. Terkesan munafik memang, tapi bukankah manusia punya cara sendiri-sendiri buat bertahan dan menjalani hidupnya. Cara hidup orang? Ya terserah dianya. Toh benar dan salah itu relative kok, tergantung dari sisi mana kita ngeliatnya. Gak semua orang bilang hal bener itu selalu bener, gak semua orang juga nganggep hal yang salah itu salah.
 “Kayaknya ada yang lebih penting dari masalah ini deh!” Catra memandang keluar jendela, ketiga sahabatnya mengikuti arah tatapan Catra.
Dalam beberapa tahun terakhir ini hobi menyendiri bunda sudah semakin parah. Bunda adalah pemilik rumah tempat tinggal mereka sekarang. Bundalah yang menjaga, merawat  dan memberikan kasih sayang selayaknya orang tua kandung mereka. Dengan hadirnya Bunda, mereka merasa mendapatkan apa yang mereka tidak dapatkan. Dan dengan adanya mereka, bundapun  merasa tak sendiri lagi. Apalagi kisah mereka tak jauh berbeda, rumah tangga Bunda tak berjalan dengan baik, ya, suaminya pergi demi wanita cantik yang lebih muda.
Dan sejak saat itu bunda lebih sering menyendiri, mungkin pepatah yang mengatakan “Air Mata Perempuan Adalah Hal Yang Sangat Berharga!” tak berlaku lagi buat bunda, hampir setiap hari, ia duduk di taman belakang, mengabaikan semua hal yang ada disekelilingnya, terdiam, termenung, dan menangis. Sekalipun Catra, Criska, Chiko dan Chepi berusaha menyuguhkan makanan kesukaannya, namun itu tak berguna.
Mereka saling memandang, kemudian saling melempar senyum lalu berlari menghampiri bunda lalu  memeluknya erat. Mereka seolah saling bicara dalam bahasa isyarat, berusaha menghibur Bunda Citra, bunda yang amat mereka sayangi.
Hal sederhana seperti itu mungkin tak mampu menghapus air mata dan kesedihan mami. Namun Bunda tersenyum melihat dan merasakan ketulusan mereka. Ketika tersenyum, wanita berjilbab itu terlihat begitu cantik, mukanya terlihat bercahaya, kriput sama sekali tak menyusutkan kecantikan diwajahnya.
Ah, betapa bodohnya lelaki yang telah mengecewakan wanita setengah baya itu begitu saja.
<><><><*********><><><>

No comments:

Post a Comment