TENTANG HIDUP
“Aku tau
Kisah ini terasa berat
Dipundakmu
Aku tau
Karena juga begitu berat
Dibahuku
Dibahuku... ooohhhh”
(Sheila On 7 – Takkan Prenah Menyesal)
Sheila menemani Duta menemui pasiennya, hmmm, tempat yang Duta
sebut rumah itu sepertinya tidak layak disebut rumah.
Bangunan itu terbuat dari bilik bambu, dengan lantai tak bertehel
(masih beralaskan tanah), gentengnyapun sudah terlihat tua dan lapuk dan yang
parah, bangunan itu sudah agak condong kekiri.
Sheila ikut masuk, sepertinya hanya ada 2 ruangan yang ia lihat
dibangunan yang tak pantas disebut rumah itu, satu ruangan tempat dimana Shey
berdiri kini, yang isinya 1 buah kursi panjang yang sudah banyak tambalannya,
didepan kursi itu sebuah tempat tidur kayu yang kasurnya sudah sangat tipis,
disebelahnya ada sebuah lemari pakaian dari plastik yang resletingnya sudah
rusak. Huuufffhhh, pengap, hitam dan gelap kesannya.
Ruang yang satunya lagi, Sheila tidak tau pasti, hanya terlihat
satu buah rak besi yang sudah mengkarat dengan beberapa piring, gelas, kwali,
panci dan sendok tertata rapih disana.
Ya Tuhan, dada Sheila sesak. Matanya perih.
“Bu saya dengar ibu sakit? Jantung ibu kumat lagi? ibu gak makan
obat ya?” Tanya Duta begitu perhatian.
Shey benar2 tak menyangka Duta bisa seperhatian itu, pantesan fans
ibu2nya banyak.
“Obatnya habis Pak Dokter, ibu malu harus terus2an minta sama Pak
Dokter!”
“Hmmmmppphhh!” Duta menghela nafas, “Penting mana? Rasa malu atau
nyawa ibu? Kalo ibu gak minum obat, sama aja ibu memperpendek jatah ibu didunia
ini, ya, memang kematian itu ditangan Tuhan, kita bicara soal logika kedokteran
disini! ibu masih sayang kan sama diri ibu? masih sayang kan sama Rani? masih
ingin liat dia sukses dan bisa jadi kebanggan ibu kan? nah ibu harus terus
minum obat ya, ini juga demi kebaikan ibu sendiri!”
“Maaf ya, Pak Dokter!”
Duta tersenyum, “Hmmm, kalo ibu terus nakal, nanti saya cubit loh!”
mata Duta melirik ibu itu genit.
Hmmm, dasar brondong genit.
“Pak Dokter bisa saja! Owh iya mari silahkan duduk, tapi maaf,
kursi disini jelek dan bau!”
Duta dan Sheila tersenyum kemudian duduk.
“Sebentar, ibu ambilin minum!”
“Nggak perlu repot2 bu, kita kesini cuma mau mastiin keadaan ibu,
jadi sekarang saya mau periksa ibu!”
“Tapi saya tidak punya uang Pak Dokter!”
“Emang saya minta uang? Cukup membayar dengan senyuman aja!” Duta
tersenyum.
Ibu itu tersenyum, “Terima kasih pak Dokter, ibu do'akan pak
dokter sehat terus!”
“Amiiieeennn!”
Hmmmppphhhh, ada rasa haru menyelinap direlung jiwa Sheila.
Ternyata Duta jauh lebih baik dari yang ia bayangkan. Ada sisi lain Duta yang
baru ia tahu sekarang.
“Pak Dokter ini, sudah baik, ganteng lagi! Nanti kalo Rani
menikah, saya pengen calon suaminya seperti Pak Dokter, saya yakin dia bahagia
dunia akhirat!”
Duta tersenyum, kemudian melirik Sheila.
“Oh iya, itu pacar Pak Dokter ya? Cantik! Cocok sama pak dokter
yang ganteng!”
Duta tersenyum, “Maunya sih pacar bu, tapi diaya gak mau, dia
cucunya Bu Hj Linda!”
Ibu itu mengelap lengannya, kemudian menyalami Sheila “Ya Allah,
ini teh Neng Sheila?”
Sheila mengangguk sambil mengerutkan kening, bibi itu memeluk
Sheila, “Sudah besar sekarangmah, cantik lagi!”
Sheila berusaha mengingat,
“Nengmah gak bakalan inget sama Bibi, ini bi Niah, yang dari kecil
sampai umur 4 tahun merawat neng, yang
nidurin neng, yang nyebokin neng segala macem!”
“Masa sih?”
“Iya neng, Bibi dulu kerja sama ibu neng, bibi pulang kampung
karena dijodohkan, ibu neng itu baik sekali sama bibi, gak pernah selaipun bibi
dianggep pembantu sama beliau, hmmm, gimana keadaan ibu sekarang? Sehatkan?
Bibi rindu sama ibu!”
Hati Sheila mencelos, matanya yang sejak tadi memanas tak sanggup
ia tahan lagi, air matanya menetes. “Ibu udah meninggal bi!” serunya pelan.
Bi Niah langsung memeluk Sheila,”Ya, Allah neng, maafin bibi, bibi
bener2 gak maksud bikin neng sedih!”
Sheila menghapus air matanya kemudian tersenyum.
Sedih itu masih mengganjal dihatinya.
Duta memegang bahu Sheila, berusaha menguatkan.
Namun Sheila menghempaskan tangan Duta.
~@_@~
“Coba sayang
Berhentilah meratapi
Keadaaanku
Jangan pernah...
meyerah pada keadaan busuk ini...”
“Sheila On 7 – Takkan Pernah Menyesal)
“Maaf nih, bukan bibi ngusir, tapi Bibi mesti kerja kupas bawang
lagi, kalau tidak selesai sekarang bisa dimarahin!” Seru Bi Minah selesai
diperiksa.
“Ngupas bawang?”
“Iya, bibi kerja ngupasin bawang punya orang, lumayan buat jajan
si Rani!”
Hmmmppphh, perkerjaan ngupas bawang punya orang adalah pekerjaan
yang benar2 asing untuk Sheila.
“Ekhm, gimana kalo kita bantuin, biar cepet selese!” Tawar Sheila
yang sebenernya tak yakin, karena ia belum tau pekerjaan itu seperti apa.
Bi Niah tersenyum, “Nggak perlu neng, nanti tangan neng yang mulus
itu kotor!”
Sheila tersenyum, “Aku emang anak bungsu, tapi ibu sama ayah gak
pernah manjain aku, kalo untuk ngupas bawang aja mah kecil bi, hmmm, tapi tau
nih anak ibu lurah terhormat ini bisa gak?” Sheila menatap Duta.
“Aku?” Duta menunjuk dirinya sendiri, “Aku juga bisa kok!” Seru
Duta penuh keyakinan.
Hmmm, ternyata mengupas bawang adalah pekerjaan yang tidak semudah
yang Sheila bayangkan. Kalo ditampung air mata Sheila mungkin sudah satu gayung
penuh, begitu juga Duta, sepertinya dia sangat keperihan, dia melepas
kacamatanya, kemudian mengucek2 matanya.
Sheila memegang lengan Duta, “Jangan dikucek, nanti makin
perih...!” seru Shey, kemudian meniup mata Duta bergantian, berusaha
menciptakan efek dingin supaya perih dimatanya sedikit berkurang. “Payah kamu!”.
Duta menatap mata Sheila, tatapannya mampu membuat jantung Sheila
berdetak 2 kali lebih cepat dari biasanya. “Makasih ya!”
Sheila tak menjawab, ia langsung memalingkan wajah.
“Bi, emang 5 karung begini upahnya berapa?”
“1 kg bawang yang udah dikupas harganya 300 rupiah neng, kalo satu
karung biasanya ada 8 kg, ya, kira2 dua belas ribuan neng!”
“Sebanyak ini? Dari pagi sampe sore bibi cuma dua belas ribu?
Hmmm, kok bibi mau sih?”
“Hmmm, kalo bibi gak mau, bibi gak bisa makan atuh neng!”
Hati Sheila kembali mencelos, ada rasa haru yang menyelinap
didadanya, sesulit itukah hidup bi minah? Ya Allah....
Sheila kembali menitikan air mata. “Ya Allah aku bersyukur atas
hidupku!” batinnya.
Duta menghapus air mata Sheila tangkup tangannya,
Sheila menatap Duta. “Jangan baik sama aku!” Serunya pelan
kemudian menghepaskan lengan duta dari pipinya.
Duta hanya menanggapinya dengan sebuah senyuman. “Aku cinta kamu,
gak mungkin aku gak baik sama kamu!”
Hmmmmpppphhh, kata2 Duta barusan membuat air mata Sheila menetes
lagi.
Kenapa ada perasaan lain yang tiba2 menyelinap dihati Sheila?
Cinta? Benarkah cinta? Benarkah ia mulai mencintai Duta? Benarkah
ia mulai memperbolehkan seseorang mengisi hatinya selain Brian? Benarkah? Tapi,
tapi kenapa ia tak pernah sekalipun merespon sikap Duta?
Apakah karena ia masih trauma? Atau ia benar2 tak bisa melupakan
Brian?
Hmmm, kenapa sampai saat ini ia belum bisa menemukan jawaban atas
pertanyaan2nya?
Tuhan kenapa pengejawantahan cinta itu selalu rumit?
~@_@~
Eman sudah tertidur, Duta kembali memijat Sheila, padahal Shey tau
hari ini Duta jauh lebih lelah dari pada dia.
“Kamu gak malu mijitin aku? Udah kayak tukang urut aja!”
Duta tersenyum, jangankan tukang urut, tukang sol sepatu aja demi
kamu aku mau!”
“Kenapa sih kamu baik banget sama aku? Kamu mau aku jatuh cinta
sama kamu, setelah itu kamu akan campakin aku gitu aja?”
“Kenapa sih kamu selalu memandang negatif apa yang aku lakukan?
Aku suka kamu, tapi aku gak ngarepin lebih kok, cz, disini semuanya hati yang
bicara!”
“Tapi kalo kamu baik sama aku, itu jadi beban buat aku!”
“Beban?”
“Aku takut jatuh cinta sama kamu?”
“Kamu takut jatuh cinta sama aku atau sebenernya kamu masih trauma
sama bayang2 masa lalu kamu?”
“Hmmm, aku salut sama bu Niah, dia perempuan yang hebat!”
“Kamu berusaha ngalihin pembicaraan ya?”
Sheila tak menjawab,
“Kamu itu cantik Shey, banyak cowok termasuk aku yang suka sama
kamu, tapi kenapa kamu selalu aja tenggelam dalam masa lalu kamu, dan menutup
peluang bagi orang2 yang mencintai kamu untuk mencintai kamu!”
“Karena aku gak percaya lagi sama kebaikan hati laki2! Kamu tau,
aku menderita 5 tahun karena mencintai orang yang dimataku kulihat sangat
baik!”
“Tapi gak semua cowok sama kayak orang yang kamu cintai kan?”
Sheila menghela nafas, “Maybe!”
~☺☻☺☻☺☻☺~
No comments:
Post a Comment