Binca
berlari menghampiri Belden yang menunggunya di lapangan parkir sejak tadi.
“Den,
lu duluan aja, gua masih ada tugas kesenian!”
“Terus
lu pulangnya?”
“Hmmm,
gampang… banyak temen!”
“Sama
cowok sok cakep itu?”
Bianca
mengerutkan kening, “Cowok sok cakep?”
“Iya,
cowok yang kemaren kerumah!”
“Hmmm,
kalo iya, kenapa? cemburu yaaaa?” Bianca menggoda.
Belden
salah tinggkah “Cemburu? Hahaha, ya nggaklah… gue Cuma gak suka liat lu
deket-deket cowok itu!”
“Bi…
Bianca…! lu di panggil pak Bari!” Teriak Borneo dari kejauhan.
Ah,
Borneo pengganggu, Belden makin tak suka melihatnya. Ini tak bisa di biarkan,
ini benar-benar tak bisa dibiarkan. Ia tak bisa membiarkan siapapun mencuri
start lebih dulu untuk mendapatkan Bianca.
“Ya
udah ya, gua masuk dulu!” Seru Bianca sambil berlari menjuauh.
“Gua
tunggu di rumah Bi!” Teriak Belden, ia berharap Borneo mendengar itu. Dan memang
suara Belden terdengar jelas di telinga Borneo. Belden ingin Borneo tau betapa
dekatnya ia dengan Bianca.
Borneo
agak terganggu memang, tapi ia tetap tampil cool.
Bianca
menghentikan langkahnya, berbalik menatap Belden, kemudian berujar “Gak usah
pake teriak-teriak kali!”
“Apa
Bi? Oh gua juga sayang lu Bi!” Teriak Belden ngasal.
Bianca
memasang jari telunjuk didahi dengan posisi miring.
Belden
tersenyum tipis, ia menatap Borneo, ia benar-benar merasa lega ketika melihat
Borneo tak baik-baik saja. Ia terpancing, ia cemburu.
Belden
merasa menang.
<><><><*********><><><>
No comments:
Post a Comment