Entah
kenapa pagi ini terasa lebih indah dibanding pagi-pagi sebelumnya.
“Pagiiiii
semmmuuuuuaaaaa…..!” Sapa Bianca bahagia yang kemudian melayangkan sebuah
kecupan di kening ayah dan bundanya. Kemudan langsung duduk dan melahap roti
bakar buatan bundanya.
Sungguh,
ini tidak seperti Bianca biasanya.
Menyadari
dirinya diperhatikan Bianca menatap mereka bergantian “Kenapa?” serunya dengan
makanan penuh dimulut.
Belden
menempelkan lengannya di kenig Bianca, “Lu gak apa-apa kan?”
Bianca
mengerutkan kening, kemudian tersenyum dan menggerak-gerakan alisnya.
“Hmmm,
anak ayah yang selalu uring-uringan di meja makan mana ya?”
“Oh
iya yah, nanti Bia ikut sama ayah ya, Belden kan masuk pagi!” Bianca mengalihkan
pembicaraan.
Semuanya
menatap Bianca heran.
“Jangan
heran gitu, mulai hari ini Bia gak akan malu lagi dianggap anak papi!”
“Tapi
Bi, gua gak keberatan kok nganterin lu dulu, biasanya juga gitu kan?”
“Nggak,
nggak usah!” Bianca meneguk susunya, “Lebih enak naek mobil daripada naek
sepeda! “ Bianca tersenyum
Belden
menatap Bianca heran, “Lu, lu gak lagi jatuh cinta kan Bi?”
“Ukhuk…
ukhukkk….!” Bianca tersedak. “Lu ngomong apaan sih?”
“Sumpah
lu aneh banget Bi!”
Bianca
menghela nafas, “Pokoknya gua bersyukur sama hidup gua yang sekarang! Selama
ini gua malu kalo ayah perhatian dan cium gua didepan temen-temen, tapi
sekarang gua sadar, kalo perhatian ayah dan bunda adalah yang terpenting di
dunia, tanpa mereka gua gak akan bisa apa-apa!” Bianca memandang ayah kemudian
ibunya. Ayah dan ibunya saling berpandangan kemudian saling melempar senyum.
Ada sepercik bahagia yang tak mampu tergambarkan. Ayah memeluk Bianca erat, ibu
ikut berpelukan, Belden tak mau kalah, ia juga ikut berpelukan.
Belum
sempat ia memeluk keluarga Bianca, Bianca sudah lebih dulu memelototinya.
“Mau
apa lo?” Bianca mendorong tubuh Belden. “Lu bukan bagian keluarga gua!”
“Lu
jahat Bi!”
“Lu
orang asing!” Bianca menjulurkan lidah “Pergi sana!”.
“Kata
siapa? Gua kan anak ayah, iya kan yah?” Belden mau ikut berpelukan lagi, namun
Bianca telah terlebih dulu membubarkan pelukannya. Lagi, Bianca menjulurkan
lidah.
Belden
mencubit pipi Bianca.
“AAAAaaaaawwwww
sakiiitt!” Bianca memukul-mukul lengan Belden, namun Belden tak juga melepaskan
lengannya dari pipi Bianca.
“Sudah-sudah
kalian ini kalo deket kayak Tom and Jerry aja, nanti telat loh, cepet habisin
sarapannya!” seru bunda yang bosan
melihat perkelahian mereka.
“Wah
bunda salah, yang tepat kayak marmut sama monyet, aku imut kayak marmut dan dia
monyetnyaaa!” Belden menunjuk Bianca.
“Marmut? Hahahaha…..! lu mah lebih mirip sama
kecebong, Den!”
Belden
memperkeras cubitannya.
“Awwwwawwwawwwwwww….!!!”
Teriak Bianca, Bianca tak mau kalah, ia menendang Belden dan mengambil langkah
seribu…. “AAAyyyyyyyaaaahhh, Bianca nunggu di mobil yaaa….!” Bianca mengembil
langkah seribu
“Awaaasss
yyaaa! Urusan kita belum selesai!” rintih Belden kesakitan, karena tendangan
Bianca tepat sasaran kedaerah X nya.
Bianca
menghentikan langkahnya, “Kita? Lu aja kali, gua nggak!” serunya penuh rasa
puas.
Ayah
dan ibu hanya menanggapi dengan senyum.
<><><><*********><><><>
No comments:
Post a Comment