Pages

Friday, 9 December 2011

Only You #3


Entah kenapa pagi ini terasa lebih indah dibanding pagi-pagi sebelumnya.
“Pagiiiii semmmuuuuuaaaaa…..!” Sapa Bianca bahagia yang kemudian melayangkan sebuah kecupan di kening ayah dan bundanya. Kemudan langsung duduk dan melahap roti bakar buatan bundanya.
Sungguh, ini tidak seperti Bianca biasanya.
Menyadari dirinya diperhatikan Bianca menatap mereka bergantian “Kenapa?” serunya dengan makanan penuh dimulut.
Belden menempelkan lengannya di kenig Bianca, “Lu gak apa-apa kan?”
Bianca mengerutkan kening, kemudian tersenyum dan menggerak-gerakan alisnya.
“Hmmm, anak ayah yang selalu uring-uringan di meja makan mana ya?”
“Oh iya yah, nanti Bia ikut sama ayah ya,  Belden kan masuk pagi!” Bianca mengalihkan pembicaraan.
Semuanya menatap Bianca heran.
“Jangan heran gitu, mulai hari ini Bia gak akan malu lagi dianggap anak papi!”
“Tapi Bi, gua gak keberatan kok nganterin lu dulu, biasanya juga gitu kan?”
“Nggak, nggak usah!” Bianca meneguk susunya, “Lebih enak naek mobil daripada naek sepeda! “ Bianca tersenyum
Belden menatap Bianca heran, “Lu, lu gak lagi jatuh cinta kan Bi?”
“Ukhuk… ukhukkk….!” Bianca tersedak. “Lu ngomong apaan sih?”
“Sumpah lu aneh banget Bi!”
Bianca menghela nafas, “Pokoknya gua bersyukur sama hidup gua yang sekarang! Selama ini gua malu kalo ayah perhatian dan cium gua didepan temen-temen, tapi sekarang gua sadar, kalo perhatian ayah dan bunda adalah yang terpenting di dunia, tanpa mereka gua gak akan bisa apa-apa!” Bianca memandang ayah kemudian ibunya. Ayah dan ibunya saling berpandangan kemudian saling melempar senyum. Ada sepercik bahagia yang tak mampu tergambarkan. Ayah memeluk Bianca erat, ibu ikut berpelukan, Belden tak mau kalah, ia juga ikut berpelukan.
Belum sempat ia memeluk keluarga Bianca,  Bianca sudah lebih dulu memelototinya.
“Mau apa lo?” Bianca mendorong tubuh Belden. “Lu bukan bagian keluarga gua!”
“Lu jahat Bi!”
“Lu orang asing!” Bianca menjulurkan lidah “Pergi sana!”.
“Kata siapa? Gua kan anak ayah, iya kan yah?” Belden mau ikut berpelukan lagi, namun Bianca telah terlebih dulu membubarkan pelukannya. Lagi, Bianca menjulurkan lidah.
Belden mencubit pipi Bianca.
“AAAAaaaaawwwww sakiiitt!” Bianca memukul-mukul lengan Belden, namun Belden tak juga melepaskan lengannya dari pipi Bianca.
“Sudah-sudah kalian ini kalo deket kayak Tom and Jerry aja, nanti telat loh, cepet habisin sarapannya!”  seru bunda yang bosan melihat perkelahian mereka.
“Wah bunda salah, yang tepat kayak marmut sama monyet, aku imut kayak marmut dan dia monyetnyaaa!” Belden menunjuk Bianca.
 “Marmut? Hahahaha…..! lu mah lebih mirip sama kecebong, Den!”
Belden memperkeras cubitannya.
“Awwwwawwwawwwwwww….!!!” Teriak Bianca, Bianca tak mau kalah, ia menendang Belden dan mengambil langkah seribu…. “AAAyyyyyyyaaaahhh, Bianca nunggu di mobil yaaa….!” Bianca mengembil langkah seribu
“Awaaasss yyaaa! Urusan kita belum selesai!” rintih Belden kesakitan, karena tendangan Bianca tepat sasaran kedaerah X nya.
Bianca menghentikan langkahnya, “Kita? Lu aja kali, gua nggak!” serunya penuh rasa puas.
Ayah dan ibu hanya menanggapi dengan senyum.


<><><><*********><><><>

No comments:

Post a Comment