photo by rhenald kasali Facebook. maaf ya pak, gak bilang2 dulu alias nyolong :P |
Rhenald Kasali.
Hmmm, gua
selalu kehilangan kata-kata kalau bahas bapak yang satu ini. Bukan, bukan
karena dia sosok yang biasa aja. Tapi karena beliau adalah sosok yang luar biasa bagi gua tanpa dia sadari, yap, setidaknya
cerita dan perjuangan beliau menginspirasi gua untuk terus maju.
Beberapa kali
gua berkomunikasi dengan beliau, ya, beliau yang gua tau Pendiri Rumah Perubahan and seorang Guru Besar di
FEUI. Gua merasa tersanjung, terharu nangis guling-guling sampe
jungkir balik waktu itu, yap, gua gak nyangka gua dan beliau bisa mengobrol
dengan begitu santai tanpa jeda. Secara, dia kan gak tau gua, sedang gua salah
satu pengagumnya, ah, kalo ada kata lebih dari “Luar Biasa”, kata itulah yang gua pakai untuk mengekspresikan rasa
bahagia gua, terlebih dia dengan pembawaannya yang enak, bilang sama gua
“Yang penting percaya dan berusaha, dan saya
yakin kamu punya itu!”
Makin melambungklah
gua, setiap gua ada dititik yang
segimanapun gua mencoba tetep gak bisa, gua selalu ingat kata-kata beliau waktu
itu.
Beliau juga
seorang Entrepreneur ternama
Indonesia. Buku-buku beliau best seller dan sangat membantu pembentukan
karakter pengusaha-pengusaha Indonesia yang baru mau menetas karirnya terutama
pengusaha-pengusaha muda.
Yang kutau,
beliau adalah sosok sederhana dengan
pikiran-pikiran terbuka, baik hati, membumi, tidak sombong dan luar biasa.
Beliau amat sangat piawai merubah kesempatan
menjadi peluang.
Yang gua
tau beliau juga bekerja sama dengan Prof. Michael Porter dari Harvard University, gila, Harvard gitu
loh, Harvard yang terkenal sebagai salah
satu Universitas terbaik di dunia.
Pak Rhen tak pelit untuk berbagi, apa yang dia
tahu dan dia punya selalu dia bagikan dengan bahasa yang sama sekali ringan and
gak ngejelimet, ulasan-ulasan dari beliau tajam dan mudah dipahami sekalipun
oleh orang awam.
Namun Pak
Rhen tetaplah manusia biasa. Beliau juga
mengalami fase-fase dimana hidup kadang tak berpihak. Beliau mengalami jatuh
bangun.
Sebut saja
ketika kelas 5 SD. Beliau tinggal
kelas. Ah, sesuatu yang sempat membuat nyali beliau untuk menantang dunia naik.
Ya, itu memang hal cukup memalukan bagi beliau, beliau sempat terpukul dan
merasa malu. Namun, ia tak mau terlarut dalam kesedihan. Kegagalan itu
merupakan sebuah titik balik beliau untuk mendirikan “Rumah Perubahan”.
Beliau berujar:
“Saya selalu merasa diri saya gagal. Karena kegagalan
yang memotivasi diri saya untuk terus melakukan yang terbaik dan kegagalan juga
adalah teman terbaik saya karena dia mengajarkan saya banyak hal!”
Selain motivasi
dari diri sendiri untuk berubah dan belajar lebih giat, orang tuanya juga
selalu membimbing Pak Rhenald. Mereka tipikal orang tua yang mendukung karir
anaknya. Orang tua beliau tak henti berdo’a untuk beliau.
“Doa orang
tua saya itu sederhana sekali, ‘Kalau memang anak saya itu mampu, berikan dia
kesempatan” tuturnya
penuh semangat.
Pak Rhenald
ingat betul, suatu hari sang ibu, mengajak pak Rhen ke Pasar Taman Puring,
Kebayoran, untuk membeli sepatu bekas.
“Saat itu ibu memang hanya mampu membelikan
sepatu bekas, karena anaknya lima orang,” katanya mengenang.
Ya sepatu yang beliau kenakan waktu itu adalah
sepatu yang tidak layak, karena sering menganga. Beliau hanya memiliki 1
seragam, itupun sudah usang. Bahkan, saking sulitnya keluarga mereka, pak Rhen
sering tidak makan dan sering juga makan hanya nasi+garam. Untuk buku
pelajaran, ia biasanya mendekati kakak kelasnya, untuk biaya sehari-hari ia member
privat.
Satu hal
yang menurut gua nyentrik banget. Beliau tak
pernah menganggap dirinya pintar.
Beliau berkata
“Perubahan itu adalah sesuatu yang harus
didatangi dan diciptakan”
“Jika kita memiliki keteguhan sekalipun lingkungan
mengatakan kita tidak bisa, kita akan bisa!”
“Jika kamu ingin sukses, tempatkan dirimu pada
kondisi kritis!”
Ketika sudah menikah dan
mengajar di UI, penyebar semangatnya
adalah sang istri tercinta. Misalnya, saat
ia mau berhenti bekerja lantaran terlalu banyak intrik dan klik, istrinya
melarang. Menurut Ibu Elisa R. Khasali,
“di kampus itu bukan cuma dunia idealisme. Di
sana merupakan tempat orang meniti karir dan mencari nafkah, sehingga
kepentingannya beragam. Dengan kata lain, ada persaingan yang harus dipahami
secara arif”.
Meski sebagai
ahli bedah bisnis, Pak Rhen tak ingin mencetak anak-anaknya supaya menjadi
pakar bisnis. Menurut beliau,
anak-anaknya mempunyai masa depan sendiri. Mereka hanyalah titipan Tuhan.
Baginya, bila mereka sudah menjadi anak yang bermoral
baik, itu jauh lebih baik. Yang penting, mereka bisa menghidupi diri sendiri
dan berguna bagi orang lain. Makanya, di sekolah pun mereka tak
dituntut supaya mendapat peringkat sepuluh besar segala.
“Saya tidak mau anak-anak saya menghabiskan
energi hanya untuk mengejar ranking,” tandasnya.
Bagi Pak Rhenald, pendidikan
kepekaan sosial bagi anak-anak jauh lebih penting ketimbang ilmu pengetahuan. Karena
itu, ia pun kemudian memboyong keluarganya memilih tinggal di kampung, bukan di
sebuah kompleks perumahan. Dengan tinggal di sana, anak-anaknya bisa bergaul
dengan anak-anak di kampung yang
notabene berasal dari keluarga strata menengah ke bawah. Itu, tentu saja, bisa
mengajak mereka untuk melihat realitas sosial yang ada di sekitarnya.
Wah, enak
sekali jadi anak beliau, keluarga gua cenderung menempatkan bahwa ranking itu
adalah penunjang kecerdasan seseorang dan gua dituntut untuk dapet rangking 3
besar ketika sekolah.
Ke depan, sebagai seorang doktor ilmu bisnis,
Rhenald mempunyai sebuah obsesi. Ia ingin mengubah cara berpikir masyarakat
Indonesia yang masih sangat birokratis menjadi entrepreneurship dan leadership.
Hebat bukan
seorang Rhenald Kasali itu? gua berharap gak
Cuma gua yang bisa mengambil manfaat dari beliau, gua harap semua yang membuka
blog gua bisa belajar dari beliau.
Bayangkan, orang yang tadinya hanya makan
nasi+garam, yang tak pernah menyebut dirinya pintar dan pernah tak naik kelas. Kini
berubah menjadi sosok Guru Besar yang baik hati nan santun.
Begitulah hidup.
Dimana ada kemauan, disana pasti ada jalan :D
No comments:
Post a Comment