Pages

Tuesday, 6 March 2012

SKY #4


Langit malam begitu gelap. Hmmm, sepertinya ia ikut merasakan dan ikut berduka atas  apa yang Chiko rasakan sekarang.tapi, langit tetaplah langit, seberapapun berduka, ia masih punya pendamping, bulan dan bintang masih setia menemaninya meskipun berkedip sedikit malas-malasan. Bahkan jika hujan turun, ia masih memiliki awan hitam sebagai pendampingnya. Ahhhh, bahagianya jadi langit.
Bunda Citra, Criska, Chepi dan Catra masuk pelan-pelan ke kamar Chiko, mereka memang mungkin tak bisa menghilangkan rasa patah hati Chiko, tapi setidaknya, mereka berusaha member Chiko kekuatan, ya, bahwa ia tak sendiri menghadapi masalah ini, ada orang-orang disekitarnya yang siap diajak berbagi.
Chiko menatap mereka dengan tatapan sedih seloah berujar “AAAddduuu sakiiittt bangggeeettt niii atttiiiii!”
Bunda Citra duduk disebelah Chiko yang sedang terbaring seperti tak punya tenaga, bunda memijit kaki Chiko, meskipun hanya kakinya yang dipijit tapi Chiko bisa merasakan kehangatan menjalar keseluruh tubuhnya.
“Kamu pasti bisa melewati badai ini seperti badai-badai sebelumnya!” Seru Bunda Citra penuh kasih sayang.
Chiko tersenyum kecut, “Dari SMA aku udah main api sama dia, ini bukan perkara mudah, Bun!” Chiko menyenderkan kepalanya di pangkuan Bunda Citra.
Wanita setengah baya itu mengelus rambut Chiko, “Kamu sayang bunda kan?”
Chiko menatap Bundanya dalam, “Ya jelaslah!”
“Kalo kamu sayang bunda, lupakan dia, karena posisi suami Clara itu sama seperti bunda dan kamu tak ubahnya perempuan yang memikat suami bunda, bunda tak akan membiarkan itu terjadi!”
Kata-kata bunda barusan benar-benar memukulnya telak, tapi apa yang dikatakan bunda itu benar. Kalau ia terus berusaha merebut tante Clara dari tangan suaminya, ia tak ubahnya wanita yang merebut suami bundanya, ia juga berarti sama seperti wanita-wanita mainan ayahnya. Tapi, ini benar-benar sulit. Selama ini, selain teman-teman dan bundanya,  hanya tante Clara yang memberinya kebahagiaan. Bisakah ia menghapus tante Clara dari hatinya sedang setiap mili detik yang ia inat hanya tante Clara ?
Rindu memasung pilu,
Ragu tercetak disetiap waktu
Sedih itu tak kunjung berlalu
Bahagia yang ditunggu tak kunjung datang padaku
Hanya bisu
Dan semua karena dirimu…

“Tadi sekretaris ayah kamu telp tante, ayah kamu sakit lagi, sebaiknya kamu jenguk dia!”
“Iya Chik, gua rasa ini udah waktunya lu maafin bokap lu deh!” Chepi ikut angkat bicara.
“Yups, jangan sampe lu nyesel kayak gua!” Criskapun ikut menambahkan, semua menatap Criska prihatin. “Dulu, gua selalu ngerasa, gua benci bokap dan kelakuannya, tapi ternyata mau sejahat dan segila apapun dia, gua tetep sedih pas dia mati, karena mau gimanapun, mau sebejad apapun, dia tetep bokap gua, orang yang tempatnya gak bisa diganti sama apapun dan siapapun!”
“Kalo masalah orang tua, gualah orang yang paling nggak beruntung, walau kalian belum sempet minta maaf, kalian bisa inget dan tau wajah mereka dan seenggaknya kalian pernah merasakan kasih sayang mereka, sedang gua?” Catra tertawa pahit, “Jangankan liat wajahnya, tau namanya juga nggak!”.
Criska, Chiko, Chepi dan Bunda Citra menatap Catra prihatin. Mereka berharap pencarian Catra selama ini membuahkan hasil. Tapi ini benar-benar tak biasanya, ya Catra tak biasanya mau jujur dan membuka luka bathinnya pada mereka seperti sini.
Merasa ditatap dengan tatapan aneh, Catra salah tingkah, namun ia dengan sigap mengontol keadaan, ia tersenyum, “Jadi, gua berharap, seberapapun mereka nyakijntin Lu, nelantarin lu, ngecewain lu, lu-lu pada tetep sayang sama mereka. Karena gua selalu yakin, kalo lu semua tulus sayang sama mereka, suatu hari mereka bakalan ngebalas ketulusan itu dengan ketulusan lagi!”
Semuanya mengangguk mengerti.
Persahabatan itu bukan hanya soal berbagi dan mengisi ternyata, tapi juga soal bagaimana kita bisa jadi temen yang baik, yang bisa bantu temennya ngadepin masalah meskipun dirinya sendiri punya banyak masalah.
“Hmmm, ato gini, kalo lu masih benci bokap lu, minimal lu datenglah buat mastiin lu kebagian warisan ato nggak!” Cetetuk Chepi, yang membuat Criska reflek memukal kepalanya.
Semuanya tersenyum.
“Lu jangan muna deh, Cris! Dia kaya, kita juga yang kecipratan kan?” Chepi ngasal lagi.
Semuanya saling menatap kemudian saling melempar senyum satu sama lain.


<><><><*********><><><>


No comments:

Post a Comment