Langit malam begitu
gelap. Hmmm, sepertinya ia ikut merasakan dan ikut berduka atas apa yang Chiko rasakan sekarang.tapi, langit
tetaplah langit, seberapapun berduka, ia masih punya pendamping, bulan dan
bintang masih setia menemaninya meskipun berkedip sedikit malas-malasan. Bahkan
jika hujan turun, ia masih memiliki awan hitam sebagai pendampingnya. Ahhhh,
bahagianya jadi langit.
Bunda Citra, Criska,
Chepi dan Catra masuk pelan-pelan ke kamar Chiko, mereka memang mungkin tak
bisa menghilangkan rasa patah hati Chiko, tapi setidaknya, mereka berusaha
member Chiko kekuatan, ya, bahwa ia tak sendiri menghadapi masalah ini, ada
orang-orang disekitarnya yang siap diajak berbagi.
Chiko menatap mereka
dengan tatapan sedih seloah berujar “AAAddduuu sakiiittt bangggeeettt niii
atttiiiii!”
Bunda Citra duduk
disebelah Chiko yang sedang terbaring seperti tak punya tenaga, bunda memijit
kaki Chiko, meskipun hanya kakinya yang dipijit tapi Chiko bisa merasakan
kehangatan menjalar keseluruh tubuhnya.
“Kamu pasti bisa
melewati badai ini seperti badai-badai sebelumnya!” Seru Bunda Citra penuh
kasih sayang.
Chiko tersenyum
kecut, “Dari SMA aku udah main api sama dia, ini bukan perkara mudah, Bun!”
Chiko menyenderkan kepalanya di pangkuan Bunda Citra.
Wanita setengah baya
itu mengelus rambut Chiko, “Kamu sayang bunda kan?”
Chiko menatap
Bundanya dalam, “Ya jelaslah!”
“Kalo kamu sayang
bunda, lupakan dia, karena posisi suami Clara itu sama seperti bunda dan kamu
tak ubahnya perempuan yang memikat suami bunda, bunda tak akan membiarkan itu
terjadi!”
Kata-kata bunda
barusan benar-benar memukulnya telak, tapi apa yang dikatakan bunda itu benar. Kalau
ia terus berusaha merebut tante Clara dari tangan suaminya, ia tak ubahnya
wanita yang merebut suami bundanya, ia juga berarti sama seperti wanita-wanita
mainan ayahnya. Tapi, ini benar-benar sulit. Selama ini, selain teman-teman dan
bundanya, hanya tante Clara yang
memberinya kebahagiaan. Bisakah ia menghapus tante Clara dari hatinya sedang
setiap mili detik yang ia inat hanya tante Clara ?
Rindu memasung pilu,
Ragu tercetak
disetiap waktu
Sedih itu tak kunjung
berlalu
Bahagia yang ditunggu
tak kunjung datang padaku
Hanya bisu
Dan semua karena
dirimu…
“Tadi sekretaris ayah
kamu telp tante, ayah kamu sakit lagi, sebaiknya kamu jenguk dia!”
“Iya Chik, gua rasa
ini udah waktunya lu maafin bokap lu deh!” Chepi ikut angkat bicara.
“Yups, jangan sampe
lu nyesel kayak gua!” Criskapun ikut menambahkan, semua menatap Criska
prihatin. “Dulu, gua selalu ngerasa, gua benci bokap dan kelakuannya, tapi
ternyata mau sejahat dan segila apapun dia, gua tetep sedih pas dia mati,
karena mau gimanapun, mau sebejad apapun, dia tetep bokap gua, orang yang
tempatnya gak bisa diganti sama apapun dan siapapun!”
“Kalo masalah orang
tua, gualah orang yang paling nggak beruntung, walau kalian belum sempet minta
maaf, kalian bisa inget dan tau wajah mereka dan seenggaknya kalian pernah
merasakan kasih sayang mereka, sedang gua?” Catra tertawa pahit, “Jangankan
liat wajahnya, tau namanya juga nggak!”.
Criska, Chiko, Chepi
dan Bunda Citra menatap Catra prihatin. Mereka berharap pencarian Catra selama
ini membuahkan hasil. Tapi ini benar-benar tak biasanya, ya Catra tak biasanya
mau jujur dan membuka luka bathinnya pada mereka seperti sini.
Merasa ditatap dengan
tatapan aneh, Catra salah tingkah, namun ia dengan sigap mengontol keadaan, ia
tersenyum, “Jadi, gua berharap, seberapapun mereka nyakijntin Lu, nelantarin
lu, ngecewain lu, lu-lu pada tetep sayang sama mereka. Karena gua selalu yakin,
kalo lu semua tulus sayang sama mereka, suatu hari mereka bakalan ngebalas
ketulusan itu dengan ketulusan lagi!”
Semuanya mengangguk
mengerti.
Persahabatan itu
bukan hanya soal berbagi dan mengisi ternyata, tapi juga soal bagaimana kita
bisa jadi temen yang baik, yang bisa bantu temennya ngadepin masalah meskipun
dirinya sendiri punya banyak masalah.
“Hmmm, ato gini, kalo
lu masih benci bokap lu, minimal lu datenglah buat mastiin lu kebagian warisan
ato nggak!” Cetetuk Chepi, yang membuat Criska reflek memukal kepalanya.
Semuanya tersenyum.
“Lu jangan muna deh,
Cris! Dia kaya, kita juga yang kecipratan kan?” Chepi ngasal lagi.
Semuanya saling
menatap kemudian saling melempar senyum satu sama lain.
<><><><*********><><><>
No comments:
Post a Comment