Ternyata
Belden tak main-main dengan ucapannya, ia benar-benar berhenti jadi sahabat Bianca.
ia pindah dari rumah Bianca. Tak ada lagi tawa renyah penuh gurauan, tak adal
lagi kemesraan. Tidak hanya itu, sikap Belden juga berubah sangat drastis, ya,
tak ada lagi Belden yang suka merayu dan gombal. Tak ada lagi Belden yang suka
membantu dan ramah, Ia sekarang terkesan
cuek dan tak peduli. Dan itu membuat sebagian cewek mundur jadi fansnya. Yang parah
Belden sekarang suka membolos. Komentar-komentar negative tentang Belden
menyeruak, Bianca tak tahan lagi, Bianca rasa ini tak boleh dibiarkan dan tak
boleh terus berkembang.
Bianca
menghampiri Belden di mejanya. Ini hari pertama setelah satu minggu penuh ia
tak masuk sekolah tanpa keterangan. “Den, kita perlu ngomong?”
“Gak
ada yang perlu diomongin, semuanya udah selesai!”
“Please
Den, jangan kayak anak kecil gini!”
“Hah?”
Belden tertawa, “Sebaiknya lu ngaca siapa yang kayak anak kecil?!!”
Bianca
menatap Belden tajam, ini yang Bianca tak mau, ini yang Bianca takutkan,
gara-gara perasaan semuanya jadi serba sulit dan tak nyaman. Bianca berlalu
meninggalkan Belden, ia tahu saat Belden bilang tidak mau, Belden tak akan mau.
Borneo
yang melihat itu mengikuti Bianca, ia merasa Bianca butuh seseorang untuk bersandar.
Bianca
berhenti dibawah tangga, ia tak kuasa menahan kekesalan dan kesedihan karena
perubahan sikap Belden itu.
Borneo
menghampiri Bianca, “Lain kali kalo butuh temen, lu panggil gua! bahu gua akan
selalu tersedia buat lu!”
Bianca
menatap Belden, ia tak mampu membendung air matanya, iapun menangis. “Kenapa semuanya jadi sesulit ini?” Tanyanya
sambil menunduk.
Borneo
tersenyum, ia duduk disamping Bianca kemudian ia menyenderkan kepala Bianca dibahunya, “Kadang,
sesuatu itu gak bisa kayak yang kita harapkan!”
<><><><*********><><><>
No comments:
Post a Comment