Pages

Monday, 16 January 2012

Only You #22


Kejadian dimana terkuak masalah ke-gay-an Benua dan kisah cinta Belden pada Bianca yang hanya cinta satu pihak sudah satu bulan berlalu.
Namun masih tetap saja hangat dibicarakan.
Dan sudah satu bulan juga Benua menghilang, tak menampakaan batang hidungnya sekalipun. Itu membuat Bianca amat sangat cemas. Ya, Bianca masih belum bisa menghapus bayang-bayang Benua dari hatinya. Senyum Benua, gerak langkah Benua, gaya bicara Benua, keramahan Benua, semuanya masih terekam jelas diingatannya.
Jujur, ia rindu senyuman Benua yang mendamaikan hatinya, ia rindu tatapan Benua yang tajam tak mengenal rasa takut, namun menyimpan banyak teka-teki.
Ia tak peduli apa kata orang tentang Benua, bagi Bianca benar dan salah itu sesuatu yang subjektif dan setiap orang menjalani hidupnya dengan cara berbeda. Apa yang kita lihat salah, belum tentu salah dimata oeang lain. Begitu juga sebaliknya, apa yang kita lihat benar, belum tentu benar dimata orang lain. So, ia menghormati cara pandang dan pola pikir setiap manusia. Karena tidak ada jawaban pasti bagaimana cara menjalani hidup dengan baik. Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Bagi Bianca, meski sedikit berbeda dengan kebanyakan orang, tak ada yang salah pada diri Benua. Orang-orang yang membuat asumsi negative tentang Benua bagi Bianca adalah orang-orang yang tak mampu menghargai bertapa dahsyatnya kekuasaaan Tuhan. Coba pikir, kalo boleh memilih, gua yakin para gay atau homo gak ada yang mau memilih jadi gay atau homo, begitupula para pelacur, siapa sih yang mau jadi pelacur? Gak ada, gak ada yang mau hidup jadi sampah masyarakat. Tapi kadang Takdir berkata lain, tidak semua orang bisa bahagia pada waktu dan  cara yang tepat.
Salahkah perasaan ini saat Bianca sebenarnya tau perasaan Benua yang sesungguhnya? Huffhhh, semua ini terasa berat. Ingin rasanya kembali ke hari sebelum orang-orang tau bahwa Benua gay dan hari sebelum Borneo mengakui perasaan cintanya pada Bianca. ya, hari dimana semuanya terasa indah dan tidak begitu sulit. Sekarang semuanya serba sulit, terasa lebih melelahkan dibanding sebelum-sebelumnya. Ingin sekali rasanya Bianca kembali kehari dimana teman-temannya bisa tersenyum dan bekerja satu sama lain penuh semangat. Hufh!
Lamunan Bianca terhenti ketika hpnya berbunyi, ia segera meraih dan mengangkatnya.
“Halo!”
“Halo Bi, ini gua Benua!”
Benua? Apa ia tidak salah dengar? Ini pasti halusinasinya karena ia begitu merindukan Benua, ia menatap layar ponselnya. Nomor itu tak bernama. Ya Tuhan, sepertinya Benua membuatnya hampir gila.
“Bi?”
“Eh iya, iya.. hmmm, ada apa Ben? Lu Benua    temen sekelas gua kan?”
“Ya iyalah, Benua siapa lagi coba!”
“Ya Tuhan Benua, lu kemana aja, gua sama temen-temen cemas tau!”
“Ceritanya panjang, sekarang gua ada di taman bermain anak di kompleks rumah lu, lu bisa kan dateng kesini, ada hal penting yang harus gua sampein!”
“Hal penting?”
“Iya, so bsa kan lu kesini?”
“Kenapa lu gak kesini!”
“Gua gak mau berurusan sama pengawal lu!”
“Pengawal?”
“Iya, si Belden. Tau sendiri kan dia gak suka sama gua, so, dia gak akan ngasih gua ruang buat ngomong 4 mata sama lu!”
“Dia lagi tidur di kamarnya kok!”
“Nanti kalo dia bangun gimana, mending kita ketemuan disini aja deh!”
“Oh, oke kalo gitu, gua tutup ya, Bye!”
Tut…
Sambungan jarak jauh itupun terputus.
Setelah menutup HPnya Bianca langsung berlari meninggalkan rumah dengan penuh semangat menghampiri Benua.
Menyadari Bianca datang Benua bangkit dari tempat duduknya kemudian melambaikan tangan.
Bianca menatap mata Benua dalam, sama, ya Benua masih tetap sama, tak ada yang berubah dan Bianca t4rsenyum lega karena ia bisa memastikan keadaan Benua baik-baik saja. Kemudian Bianca pun langsung memeluk Benua, melepaskan rasa rindunya.
“Gua kangen sama lu Ben, lu kemana aja?”
Benua tersenyum, “Gua butuh waktu buat berfikir dan menenangkan diri, Bi!”
“Emang lu punya otak gitu, sampe berfikir segala?” Bianca mencairkan suasana.
Benua tersenyum dan mengacak rambut Bianca, “Thanks ya Bi!”
“Thanks for what?”
“Lu tetep ada dipihak gua, padahalkan gua udah nyakitin lu banget!”
Bianca tersenyum, ia menghela nafas, “Hidup itu berat ya!”
Benua menatap Bianca, “Sorry Bi, sorry karena sampe hari inipun gua masih menbcintai Borneo!”
“No problem, cinta itu gak bisa dipaksain, but, bisa mastiin lu baik-baik aja gua udah bersyukur, gua kira lu frustasi terus bunuh diri kayak  disinetron-sinetron!”
“Gua gay, tapi gua gak lebay kayak lu!”
Ada rasa sakit yang menjalar tiba-tiba dibenak Bianca saat Belden dengan tenang bilang ke=gay-annya.
“Bi! Gua beruntung punya lu!” Benua mempererat pelukannya, “Andai bisa, semuanya pasti akan lebih mudah!”
“Hmmmppphh, kadang dalam hidup ini ada hal-hal yang seberapa keraspun kita mencoba atau melupakan , hasilnya tetep gak bisa!”
“Bi, besok gua berangkat ke Aussie!” seru benua hati-hati
“Ke Aussie?” Bianca mengulang kata-kata Benua dengan intonasi yang sama sambil melepaskan pelukan Benua dan menatap Benua heran.
Benua mengangguk, “Gua berencana pindah kesana! Disana mungkin akan lebih banyak tempat buat orang-orang kayak gua! meski gua keliatan tegar, tapi sejujurnya gua lelah dianggap sampah masyarakat kayak gini!”
Hati Bianca mencelos, mendadak seperti ada sebongkah batu besar yang menyumbat hati, jiwa dan kerongkongannya. Matanya memanas.
“Hei… jangan nangis gitu dong!” Benua menghapus air mata Bianca.
Bianca meraih lengan Benua yang sedang menyentuh wajahnya, ia memasukan jari jarinya, pada senggang jari-jari Benua, “Gua sayang lu, Ben! Gua gak peduli, sama perkataan orang, gua gak peduli lu ngebales ato nggak perasaan gu, tapi, ditinggal jauh sama lu, bener-bener masalah buat gua, karena tanpa lu, gua ngerasa hampa. Sebulan gua gak liat wajah lu rasanya seperti gua kehilangan oksigen secara perlahan-lahan! Apalagi lu harus stay di Aussie, gua gak bisa biarin itu, so please don’t go!”
“gua ngerti prasaan lu, karena sadar ato nggak, perasaan gua, Borneo dan lu tuh sama! Tapi kalo gua tetep maksain disini, gua akan melukai banyak pihak, meskipun orang tua gua, lu dan temen-temen nerima gua, nerima keadaan gua, tapi tetep akan ada segelintir orang yang gak suka sama gua dan menjugde gua sampah masyarakat.
Tangis Bianca makin deras, ia mengerti kondisi Benua sekarang, pasti amat sangat berat. Ia menangis sambil menatap Benua sampai tersedu-sedu.
Setelah Bianca menetralkan kesedihannya, ia mengecup bibir Benua, reaksi yang sebenarnya tidak Benua sangka, tapi ia tak marah dengan tindakan Bianca barusan. Ia malah memanggut bibir Bianca. keduanya saling berbagi, saling member.
Belden mengelus pipi Bianca, “kita sama-sama berdiri di jurang cinta yang menyakitkan, gua harap semuanya akan membaik setelah gua pergi and please don’t cry because me, gua gak pantes lu tangisin, Bi!
Bianca menghela nafas, “Hmmmmmmmppphhhh, gua juga heran kenapa gua bisa jatuh cinta sama orang macam kodok kutilan kayak lu!” disaat-saat seperti ini Bianca masih menyempatkan diri melucu.
Benua tersenyum, “Kodok kutilan? Jelek banget dong gua!”
Keduanya tenggelam dalam tawa dan haru. Rasanya sakit sekali. Baik bagi Benua, ataupun Bianca. namun keduanya seolah bersikap baik-baik saja.
Huuuffhhh!

<><><><*********><><><>

No comments:

Post a Comment