Semenjak Belden tau
bahwa Bianca dan Benua ternyata tak menjalin hubungan apapun, Belden kembali
kesisi Bianca, namun suasanya jadi agak berbeda, Belden tak seperti yang Bianca
kenal dulu, Belden aneh, ia sekarang terlalu mengatur Bianca, dan hubungan
Bianca dengan Belden terasa hambar.
“Kenapa sih lu harus
repot-repot ngurusin orang lain? Padahal lu juga kan lagi banyak masalah,
banyak orang yang benci lu!”
Bianca menatap Belden,
“Lu tuh kayak orang asing, Den! Lu kayak baru kenal gua sehari dua hari!”
Bianca menghela nafas, “Punya banyak masalah bukan berarti kita kita diem aja
liat sahabat kita yang lagi susah kan!”
“Terus, apa lu masih
suka Benua setelah lu tau Benua itu gay?”
Bianca kaget dengan
pertanyaan Belden barusan, ia tak menyangka Belden atau siapapun akan
mengajukan pertanyaan itu. Tapi ia mencoba menyembunyikan keterkejutannya, ia
tak mau orang-orang sampai tahu perasaannya yang begitu sakit karena
terang-terangan Benua menolaknya dan lebih memilih di zona tidak aman karena
mencintai orang yang salah.
“Kalo lu gak mau
ngaterin gua, mending berenti deh!” Seru Bianca mengalihkan pembicaraan.
Belden menatap Bianca,
“Gua Cuma gak maul u terlalu berharap karena jatohnya nanti sakit!”
Bianca menyipitkan
matanya, membalas tatapan Belden tak kalah tajam, “AAAAAiiiiiiiiihhhhh,
dimana-mana jatoh ya sakit dodol!” Seru Bianca sambil mentoyor kepala Belden.
Belden tersenyum, “Eh
Bi, lu pernah gak berfikir ada orang yang mencintai lu lebih dari apapun
termasuk dirinya sendiri?” Belden coba memancing.
“Gua gak mau
berandai-andai ah! Tapi, kayaknya sih ada!”
“Yakin? Siapa?”
Bianca tersenyum, “Satu
kelas juga tau siapa orang yang mau ngorbanin apapun demi gua!”
“Lu tau?” Belden merasa
disambut.
“Bianca mengangguk,
“Iya, tuh si Borneo, dia kan udah gua tolak, tapi tetep baik sama gua!”
Damn, hati Belden terasa
terganjal sebuah batu.
“Kenapa emangnya?” Tanya
Bianca polos.
“Lupakan!” jawab Belden
sinis.
“Dih, lagi dapet ya?
Sensi bener!”
Belden mengerem mendadak
mobilnya, membuat dahi Bianca terpentok kaca, “Lu kenapa sih?”
“Lu pernah gak berfikir
naksir gua?” tanya belden serius.
“Lelucon macam apa itu?
Hahahahah…. Lu tuh temen terbaik gua dan selamanya akan kayak gitu!” Bianca
mengacak rambut Belden, “Oh, iya, gua juga gak suka brondong!” Bianca
tersenyum. “Kenapa emangnya? Lu naksir gua juga?” Goda Bianca.
Tak ada jawaban, Belden
kembali menancap gas mobilnya tanpa separtah katapun keluar dari mulutnya.
Bianca hanya menatap
Belden heran. Hmmm, apa ini karena kisah cintanya yang gak berjalan mulus. Tapi
kenapa Bianca yang jadi sasaran? Hmmmm, cinta memang aneeeh!.
<><><><*********><><><>
No comments:
Post a Comment