Tepat 17
tahun usia Belden sekarang dan ia merasa ini akan jadi momen paling indah
sepanjang hidupnya, bagaimana tidak, Bianca mempersiapkan kejutan yang pasti
akan mengejutkan.
Dan mungkin
Belden tak bisa lagi menahan untuk tidak mengatakan “Aku Cinta Padamu”. Hmmm,
indah bukan? Jatuh cinta memang seuatu yang tidak bisa dimengerti. Ya, ia rasa
akhir-akhir ini Bianca lebih tertutup padanya, ia merasa Bianca tak seperti
dulu, tapi itu semua tak mengurangi rasa sukanya pada Bianca. Bahkan ketika
belden menutup matanya yang ia liat hanya Bianca, ya, Bianca segalanya baginya.
“Aku
pulang!” seru Belden penuh bahagia.
Ia heran,
tak ada yang menyambutnya, “Bi… Bianca… Bianca! Gua balik nih!” seru Belden sambil
mencari-cari Bianca. “Ayahhh… ibbbuuuu…. Bibi….!” Panggil Belden.
Rumah
seperti tak ada penghuninya, hmmm, apa ini juga sebuah bentuk dari kejutan Bianca?
“Biiii….
Biancaaaa!” panggil Belden lagi.
Tiba-tiba
lampu mati. Kenapa mati? Bukannya Bianca tak suka gelap? Apa ini demi ulang
tahunnya.
“Happy B’day
to you, Happy B’day to you, happy B’day… happy b’day… happy b’day Belden!”
seseorang yang menyanyikan lagu itu berulang-ulang semakin mendekat, suaranya taka
sing tapi jelas bukan Bianca, tapi siapa? Belden terus memperhatikan orang yang
wajahnya tertutup oleh kue dan lilin ulang tahun yang dibawanya. Ahhh, siapa
orang itu? Kemana Bianca?
“Happy b’day,
Den!” seru orang itu ketika tepat berada didepan Belden.
“Bunga!!!!”
Belden sedikit kaget. Ditatapnya yang tampil anggun dengan maroon cocktail dressnya.
Maroon cocktail dress? Itu kan gaun yang Belden hadiahkan untuk Bianca. Kenapa?
Kenapa Bunga yang pakai? Kenapa Bunga yang ada disini? Bianca? Dimana Bianca? Bathin
Belden penuh tanya.
“Kenapa
lu ada disini, Nga? Bianca mana?”
Bunga
tersenyum, “Bianca lagi jalan sama Benua, emang lu gak dikasih tau”
“Jalan
sama Benua?” Belden mengerutkan kening, “terus lu? Lu ngapain ada disini?”
“Loh,
loh bukannya kamu yang minta? Bianca bilang kamu gak ada temen buat ngerayain
ulang tahun, so kamu minta aku lewat Bianca buat nemenin and masakin kamu makan
malem!”
Biancccccaaaaaaa...
belden benar-benar tak tahu apa yang ia harus lakukan. Apa ini kejutan dari Bianca?
Ya… ya… ya… ini benar-benar mengejutkan. Lebih dari mengejutkan malah.
“Sorry
Nga, gua gak pernah ngomong gitu!” Serunya menahan emosi kemudian berlalu
meninggalkan Bunga begitu saja.
Bunga terduduk
dikursi. Ah, ternyata yang ada diotak Belden hanya Bianca dan cinta Bunga
ternyata hanya cinta sebelah pihak. Cinta Bunga tak nyata terbalas, cinta Bunga
bagai pungguk merindukan bulan. Ya, ia baru sadar Belden memang tak mungkin
menyukai dirinya dan semua kebaikan Belden? Semua kebaikan Belden hanya
semata-mata karena Belden kasihan padanya, ya hanya kasihan. Bukan cinta. Dan bukankah
belden juga selalu baik pada orang lain, jadi wajar saja jika selama ini Belden
juga baik padanya, apalagi ia juga sahabat Bianca, wajar, yaw ajar jika Belden
baik dan itu hanya sebuah kebaikan, tidak lebih? Ahh, betapa Bodohnya Bunga
ketika berfikir Belden menyukainya. Bodoh… bodooohhh…. Bodooohhh!!!
<><><><*********><><><>
“Beldddeeeennnnnnnnn!”
Bianca berlari dan langsung merebahkan diri dikasur dan kepala diperut Belden. “Lu
tau? Selama ini gua takut melangkah karena gua gak ingin terluka, gua gak ingin
sakit dan gua gak ingin sedih. Tapi sekarang gua sadar bahwa mempunyai
seseorang semacam belahan jiwa itu bisa bikin gua ketawa, bahagia gak terkira
dan seperti terbang keudara!”
Belden
menghempaskan kepala Bianca dari tubuhnya, “Gua capek, sebaiknya lu keluar
sekarang!”
“Loh…
lohh… looohh! Bukannya lu juga ngerasain apa yang gua rasain, btw, gimana lu
sama Bunga, sukses kan tadi? Gua hebatkan? Hmmm, bunga itu udah baik, pinter jago
masak, cantik lagi, cocok banget sama lu, gimana? Lu udah tembak dia kan? Lu udah
jadian kan sama dia?”
Belden
menutup mukanya dengan bantal, “Lu kok bête gitu, hmmm, Bunga udah punya cowok
ya? Hhmmm, tapi setau gua dia gak punya cowok deh, tapi…!”
“Cukup!”
Belum sempat Bianca melnjutkan kata-katanya, Belden sudah lebih dulu membentaknya,
itu membuat Bianca terlonjat, ini pertama kali Belden membentaknya. “Jangan
urusin urusan gua, lu gak tau isi hati gua, dan lu jangan sok tau! Gua minta lu
keluar sekarang!” seru Belden dengan volume sedikit keras.
“Den, lu
kenapa? Lu ada masalah? Lu ribut lagi sama bokap lu?”
“Gua
pengen sendiri, Bi! So, please keluar!” Bianca benar-benar tak mengerti, ini
pertama kalinya Belden seperti ini. Ada apa dengan Belden, kenapa? Kenapa dia
seperti ini? Bukankah mereka berjanji kapanpun mereka bahagia/sedih mereka akan
saling terbuka dan menjalaninya bersama?
Sepeninggal
Bianca dari kamarnya ia merasa hatinya dipenuhi rasa sakit. Ya, sakit luar
biasa.
<><><><*********><><><>
No comments:
Post a Comment