Pages

Friday, 6 January 2012

Only You #17



Tepat 17 tahun usia Belden sekarang dan ia merasa ini akan jadi momen paling indah sepanjang hidupnya, bagaimana tidak, Bianca mempersiapkan kejutan yang pasti akan mengejutkan.
Dan mungkin Belden tak bisa lagi menahan untuk tidak mengatakan “Aku Cinta Padamu”. Hmmm, indah bukan? Jatuh cinta memang seuatu yang tidak bisa dimengerti. Ya, ia rasa akhir-akhir ini Bianca lebih tertutup padanya, ia merasa Bianca tak seperti dulu, tapi itu semua tak mengurangi rasa sukanya pada Bianca. Bahkan ketika belden menutup matanya yang ia liat hanya Bianca, ya, Bianca segalanya baginya.
“Aku pulang!” seru Belden penuh bahagia.
Ia heran, tak ada yang menyambutnya, “Bi… Bianca… Bianca! Gua balik nih!” seru Belden sambil mencari-cari Bianca. “Ayahhh… ibbbuuuu…. Bibi….!” Panggil Belden.
Rumah seperti tak ada penghuninya, hmmm, apa ini juga sebuah bentuk dari kejutan Bianca?
“Biiii…. Biancaaaa!” panggil Belden lagi.
Tiba-tiba lampu mati. Kenapa mati? Bukannya Bianca tak suka gelap? Apa ini demi ulang tahunnya.
“Happy B’day to you, Happy B’day to you, happy B’day… happy b’day… happy b’day Belden!” seseorang yang menyanyikan lagu itu berulang-ulang semakin mendekat, suaranya taka sing tapi jelas bukan Bianca, tapi siapa? Belden terus memperhatikan orang yang wajahnya tertutup oleh kue dan lilin ulang tahun yang dibawanya. Ahhh, siapa orang itu? Kemana Bianca?
“Happy b’day, Den!” seru orang itu ketika tepat berada didepan Belden.
“Bunga!!!!” Belden sedikit kaget. Ditatapnya yang tampil anggun dengan maroon cocktail dressnya. Maroon cocktail dress? Itu kan gaun yang Belden hadiahkan untuk Bianca. Kenapa? Kenapa Bunga yang pakai? Kenapa Bunga yang ada disini? Bianca? Dimana Bianca? Bathin Belden penuh tanya.
“Kenapa lu ada disini, Nga? Bianca mana?”
Bunga tersenyum, “Bianca lagi jalan sama Benua, emang lu gak dikasih tau”
“Jalan sama Benua?” Belden mengerutkan kening, “terus lu? Lu ngapain ada disini?”
“Loh, loh bukannya kamu yang minta? Bianca bilang kamu gak ada temen buat ngerayain ulang tahun, so kamu minta aku lewat Bianca buat nemenin and masakin kamu makan malem!”
Biancccccaaaaaaa... belden benar-benar tak tahu apa yang ia harus lakukan. Apa ini kejutan dari Bianca? Ya… ya… ya… ini benar-benar mengejutkan. Lebih dari mengejutkan malah.
“Sorry Nga, gua gak pernah ngomong gitu!” Serunya menahan emosi kemudian berlalu meninggalkan Bunga begitu saja.
Bunga terduduk dikursi. Ah, ternyata yang ada diotak Belden hanya Bianca dan cinta Bunga ternyata hanya cinta sebelah pihak. Cinta Bunga tak nyata terbalas, cinta Bunga bagai pungguk merindukan bulan. Ya, ia baru sadar Belden memang tak mungkin menyukai dirinya dan semua kebaikan Belden? Semua kebaikan Belden hanya semata-mata karena Belden kasihan padanya, ya hanya kasihan. Bukan cinta. Dan bukankah belden juga selalu baik pada orang lain, jadi wajar saja jika selama ini Belden juga baik padanya, apalagi ia juga sahabat Bianca, wajar, yaw ajar jika Belden baik dan itu hanya sebuah kebaikan, tidak lebih? Ahh, betapa Bodohnya Bunga ketika berfikir Belden menyukainya. Bodoh… bodooohhh…. Bodooohhh!!!

<><><><*********><><><>

“Beldddeeeennnnnnnnn!” Bianca berlari dan langsung merebahkan diri dikasur dan kepala diperut Belden. “Lu tau? Selama ini gua takut melangkah karena gua gak ingin terluka, gua gak ingin sakit dan gua gak ingin sedih. Tapi sekarang gua sadar bahwa mempunyai seseorang semacam belahan jiwa itu bisa bikin gua ketawa, bahagia gak terkira dan seperti terbang keudara!”
Belden menghempaskan kepala Bianca dari tubuhnya, “Gua capek, sebaiknya lu keluar sekarang!”
“Loh… lohh… looohh! Bukannya lu juga ngerasain apa yang gua rasain, btw, gimana lu sama Bunga, sukses kan tadi? Gua hebatkan? Hmmm, bunga itu udah baik, pinter jago masak, cantik lagi, cocok banget sama lu, gimana? Lu udah tembak dia kan? Lu udah jadian kan sama dia?”
Belden menutup mukanya dengan bantal, “Lu kok bête gitu, hmmm, Bunga udah punya cowok ya? Hhmmm, tapi setau gua dia gak punya cowok deh, tapi…!”
“Cukup!” Belum sempat Bianca melnjutkan kata-katanya, Belden sudah lebih dulu membentaknya, itu membuat Bianca terlonjat, ini pertama kali Belden membentaknya. “Jangan urusin urusan gua, lu gak tau isi hati gua, dan lu jangan sok tau! Gua minta lu keluar sekarang!” seru Belden dengan volume sedikit keras.
“Den, lu kenapa? Lu ada masalah? Lu ribut lagi sama bokap lu?”
“Gua pengen sendiri, Bi! So, please keluar!” Bianca benar-benar tak mengerti, ini pertama kalinya Belden seperti ini. Ada apa dengan Belden, kenapa? Kenapa dia seperti ini? Bukankah mereka berjanji kapanpun mereka bahagia/sedih mereka akan saling terbuka dan menjalaninya bersama?
Sepeninggal Bianca dari kamarnya ia merasa hatinya dipenuhi rasa sakit. Ya, sakit luar biasa.

<><><><*********><><><>

No comments:

Post a Comment