Hari ini
hari penutupan rangkaian acara ulangtahun sekolah. Hari ini diisi dengan
pagelaran seni. Setiap kelas diwajibkan mengirimkan minimal satu perwakilannya
untuk mengisi acara. Bisa bernyanyi, menari, bermain alat music, melawak atau
apapun itu, yang penting judulnya berhubungan dengan kesenian.
Dan
acara sudah mulai sejak pagi. Kelas Bianca kebagiuan pukul 21:00 WIB sekarang
waktu sudah menunjukan pukul 20:37 WIB, namun Belicia yang akan mewakili
kelasnya barusan menelepon Bianca mendadak sakit .
Bianca
gusar, ia sangat tau bahwa penghuni kelasnya itu tak pandai untuk berkesenian.
Tak ada yang bisa diandalkan kecuali Belicia yang pandai bernyanyi dan bermain
piano. Kalaupun ada, sebagian anak-anak sudah pulang ke rumah.
Bianca
mundar-mandir memutar otaknya. Bianca berhenti didepan Belden, “Lu yakin gak
bisa?”
“Belden
mengangguk sedih, “Semenjak kecelakaan dulu, tangan gua selalu keram kalo maen
gitar!”
“Hufh!”
Bianca menghela nafas putus asa. Pikirannya bercabang-cabang, ia tak tahu harus
apa dan bagaimana, ia merasa gagal, untuk hal semudah ini saja ia tak mampu
menghandlenya, ia menyesal karena terlalu yakin dengan Belice, ia menyesal
karena tak ada rencana kedua, ketiga dan seterusnya, ia menyesal!
Bianca
terduduk dilantai. Menangkupkan wajahnya penuh kecewa.
Belden
memegang bahu Bianca, “Liat didepan!”
Bianca
sedang tak bersemangat. Ia tak menuruti apa kata Belden.
“Lagu
ini khusus buat Ketua Kelas, jangan sedih ya… gua ada disini buat lu!” Seru
seseorang yang ada diatas panggung sambil tersenyum, semua orang bertepuk
tangan.
Bianca
akhirnya penasaran dan mengangkat wajah.
What?
Borneo? Ia mengucek-ngucek matanya, mencoba meyakinkan dirinya bahwa yang
didepan benar-benar Borneo. Dan ia sama sekali tidak salah lihat, ya, yang
didepan memang benar-benar Borneo. Borneo lagi-lagi menyelamatnyanya. Eh tapi
tunggu, sejak kapan Borneo suka tampil didepan umum? Ahhh, bodo amat yang
penting sekarang Bianca bisa bernafas lebih lega dengan hadirnya Borneo didepan
panggung dengan sambutan yang lagi-lagi luar biasa.
Mata
mereka bertemu, Borneo mengedipkan matanya. Bianca tersenyum menatapnya.
Belden
yang tak suka langsung menutup mata Bianca “Jangan kegeeran!”
Binca
melepaskan tangan Belden, “Ish, siapa yang gr?”
Borneo
duduk dibelakang grand piano berwarna hitam, kharismanya semakin keluar, semua
bersorak menyambutnya.
Perlahan
namun pasti , suara dentingan piano yang lembut mulai terdengar, jemari tangan
Borneo menari dengan lincah diatas tuts piano.
Lagu“The
way You Look At Me” nya Christian Bautista dibawakan Borneo seirama dengan
permainan piano.
Benar-benar
magis, yap, ketampanan, kelincahan dan charisma Borneo mampu menyihir semua
orang yang ada disana, Borneo menatap Bianca yang ternyata sama sekali tak
memperhatikannya. Ia malah sibuk mengobrol dengan Belden dan Benua di sudut
paling belakang, entah membicarakan apa, yang jelas Bianca sepertinya amat
sangat menikmati percakapnnya itu.
Borneo
kecewa, satu-satunya orang yang ia harapkan memperhatikan, meresapi dan
menikmati makna dalam lagu itu justru
malah mengabaikannya dan asik sendiri didunianya.
Ahhh,
percuma, percuma ia melakukan ini untuk Bianca, percuma karena ini sama sekali
tak berarti.
Sekilas
Benua menatap Borneo yang terlihat kecewaiatas panggung. Benua tersenym, licik.
“Ya, ini
saat yang tepat untuk memulai semuanya, sebelum semuanya terlambat, sebelum
semuanya jadi sesuatu yang sulit dan rumit” Pikir Benua dalam hati.
Ia tak
mungkin lagi menunggu, ia tak mungkin lagi terus seperti ini, ia tak ma
uterus-terusan hanya memandang dari jauh. Ia harus bicara, ya, sepahit apapun
hal yang ia terima, ia harus jujur. Ia harus mengakui perasaannya.
Lagu
berakhir. Semua bertepuk tangan termasuk Bianca, semua meminta lagi, namun
Borneo mengabaikannya. Borneo turun panggung dengan wajah kecewa yang tak mampu
lagi ia bending. Namun ia tetap menghampiri Bianca.
“Bi, gua
perlu ngomong sama lu!”
“Ngomong
apa Bor? Btw, thanks banget ya, thanks soalnya kalo gak ada lu, gua gak tau
lagi gimana nasib gua sama anak-anak kelas kita!”
“Bisa
ikut gua!” Borneo mengabaikan rasa terima kasih Bianca.
“Bor, lu
kenapa? kok kayaknya kesel gitu, padahal tadi semua orang nikmatin lagu lu!”
“Tapi lu
nggak kan?”
“Aiiiihhhh,
kata siapa? Gua, Belden dan Benua juga nikmatin. Suara lu ok banget!”
“Buktinya
lu tadi malah sibuk becanda kan?”
“Lu kok
jadi sewot gitu? Biasa aja kali, lagipula gua liat ato nggak nggak ngaruh juga
kan sama antusiasme orang-orang sama lu! Lu tuh sesuatu!”
“Bi,
ikut gua!” Borneo menggenggam erat pergelangan lengan Bianca dan sedikit
menyeretnya berjalan meninggalkan ruangan itu.
Belden
ingin menyusulnya, namun ditahan Benua “Biarkan mereka berdua bicara,
sepertinya kita tak boleh ikut campur!”
Belden
menghela nafas, melanjutkan menonton apa yang ada dipanggung, namun baik otak,
pikiran dan hatinya hanya terisi Bianca, Bianca dan Bianca.
Bianca
melepaskan pegangan tangan Belden, ia kemudian memegang tangannya yang terasa
sakit karena di pegang terlalu erat. “Lu kenapa sih?”
“Gua
marah Bi! Gua marah karena lu sama sekali nggak ngehargain apa yang gua lakuin,
gua marah karena lu selalu ngabain gua dan nganggep gua gak ada, gua marah
karena lu gak pernah sadar perasaan gua!”
Bianca
mengerutkan kening, “Perasaan?”
“Harusnya
lu sadar apa yang gua lakuin beberapa minggu terakhir ini buat lu!”
“Gua
sadar dan gua tau itu, makanya gua berterimakasih banget sama lu!”
“Lu tau
gua suka lu, gua nganggep lu lebih dari sahabat?” Borneo tersenyum pahit, “Gua
rasa lu gak setahu itu!”
“Maksud
lu?” Biancxa menyipitkan matanya.
“Gua
suka lu, gua pengen lu jadi bagian hidup gua, jadi pacar gua?”
Bianca
mengerutkan kening, “Ha…!” Bianca tertawa, ia menggapai kening Borneo “Lu sakit
ya?”
“Gua
serius bi, gua suka sama lu! Gua suka senyum lu, gua suka semua tentang lu, gua
ingin lu jadi bagian hidup gua, lu mau kan?”
“Gila,
ini gila!” Bianca masih tak percaya. “Bener-bener gila!” Bianca berlalu
meninggalkan Borneo.
“Bi!”
Panggil Borneo.
Bianca
menorah, kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya. “Sorry Bor, gua yakin lu lagi
salah makan obat!”
“Gua gak
mau tau, gua tunggu lu malam minggu besok di taman kota. Untuk kasih jawaban!”
Bianca
mengangkat bahu, berbalik kemudian berjalan lagi.
Borneo
menatap punggung Bianca, “Lu tuh deket naget Bi, tapi gua ngerasa kita jauhhhhh
banget, sebelum ataupun setelah gua ngomong perasaan gua ini!”
<><><><*********><><><>
No comments:
Post a Comment