Pages

Friday, 6 January 2012

Only You #13


Hari ini hari penutupan rangkaian acara ulangtahun sekolah. Hari ini diisi dengan pagelaran seni. Setiap kelas diwajibkan mengirimkan minimal satu perwakilannya untuk mengisi acara. Bisa bernyanyi, menari, bermain alat music, melawak atau apapun itu, yang penting judulnya berhubungan dengan kesenian.
Dan acara sudah mulai sejak pagi. Kelas Bianca kebagiuan pukul 21:00 WIB sekarang waktu sudah menunjukan pukul 20:37 WIB, namun Belicia yang akan mewakili kelasnya barusan menelepon Bianca mendadak sakit .
Bianca gusar, ia sangat tau bahwa penghuni kelasnya itu tak pandai untuk berkesenian. Tak ada yang bisa diandalkan kecuali Belicia yang pandai bernyanyi dan bermain piano. Kalaupun ada, sebagian anak-anak sudah pulang ke rumah.
Bianca mundar-mandir memutar otaknya. Bianca berhenti didepan Belden, “Lu yakin gak bisa?”
“Belden mengangguk sedih, “Semenjak kecelakaan dulu, tangan gua selalu keram kalo maen gitar!”
“Hufh!” Bianca menghela nafas putus asa. Pikirannya bercabang-cabang, ia tak tahu harus apa dan bagaimana, ia merasa gagal, untuk hal semudah ini saja ia tak mampu menghandlenya, ia menyesal karena terlalu yakin dengan Belice, ia menyesal karena tak ada rencana kedua, ketiga dan seterusnya, ia menyesal!
Bianca terduduk dilantai. Menangkupkan wajahnya penuh kecewa.
Belden memegang bahu Bianca, “Liat didepan!”
Bianca sedang tak bersemangat. Ia tak menuruti apa kata Belden.
“Lagu ini khusus buat Ketua Kelas, jangan sedih ya… gua ada disini buat lu!” Seru seseorang yang ada diatas panggung sambil tersenyum, semua orang bertepuk tangan.
Bianca akhirnya penasaran dan mengangkat wajah.
What? Borneo? Ia mengucek-ngucek matanya, mencoba meyakinkan dirinya bahwa yang didepan benar-benar Borneo. Dan ia sama sekali tidak salah lihat, ya, yang didepan memang benar-benar Borneo. Borneo lagi-lagi menyelamatnyanya. Eh tapi tunggu, sejak kapan Borneo suka tampil didepan umum? Ahhh, bodo amat yang penting sekarang Bianca bisa bernafas lebih lega dengan hadirnya Borneo didepan panggung dengan sambutan yang lagi-lagi luar biasa.
Mata mereka bertemu, Borneo mengedipkan matanya. Bianca tersenyum menatapnya.
Belden yang tak suka langsung menutup mata Bianca “Jangan kegeeran!”
Binca melepaskan tangan Belden, “Ish, siapa yang gr?”
Borneo duduk dibelakang grand piano berwarna hitam, kharismanya semakin keluar, semua bersorak menyambutnya.
Perlahan namun pasti , suara dentingan piano yang lembut mulai terdengar, jemari tangan Borneo menari dengan lincah diatas tuts piano.
Lagu“The way You Look At Me” nya Christian Bautista dibawakan Borneo seirama dengan permainan piano.
Benar-benar magis, yap, ketampanan, kelincahan dan charisma Borneo mampu menyihir semua orang yang ada disana, Borneo menatap Bianca yang ternyata sama sekali tak memperhatikannya. Ia malah sibuk mengobrol dengan Belden dan Benua di sudut paling belakang, entah membicarakan apa, yang jelas Bianca sepertinya amat sangat menikmati percakapnnya itu.
Borneo kecewa, satu-satunya orang yang ia harapkan memperhatikan, meresapi dan menikmati  makna dalam lagu itu justru malah mengabaikannya dan asik sendiri didunianya.
Ahhh, percuma, percuma ia melakukan ini untuk Bianca, percuma karena ini sama sekali tak berarti.
Sekilas Benua menatap Borneo yang terlihat kecewaiatas panggung. Benua tersenym, licik.
“Ya, ini saat yang tepat untuk memulai semuanya, sebelum semuanya terlambat, sebelum semuanya jadi sesuatu yang sulit dan rumit” Pikir Benua dalam hati.
Ia tak mungkin lagi menunggu, ia tak mungkin lagi terus seperti ini, ia tak ma uterus-terusan hanya memandang dari jauh. Ia harus bicara, ya, sepahit apapun hal yang ia terima, ia harus jujur. Ia harus mengakui perasaannya.
Lagu berakhir. Semua bertepuk tangan termasuk Bianca, semua meminta lagi, namun Borneo mengabaikannya. Borneo turun panggung dengan wajah kecewa yang tak mampu lagi ia bending. Namun ia tetap menghampiri Bianca.
“Bi, gua perlu ngomong sama lu!”
“Ngomong apa Bor? Btw, thanks banget ya, thanks soalnya kalo gak ada lu, gua gak tau lagi gimana nasib gua sama anak-anak kelas kita!”
“Bisa ikut gua!” Borneo mengabaikan rasa terima kasih Bianca.
“Bor, lu kenapa? kok kayaknya kesel gitu, padahal tadi semua orang nikmatin lagu lu!”
“Tapi lu nggak kan?”
“Aiiiihhhh, kata siapa? Gua, Belden dan Benua juga nikmatin. Suara lu ok banget!”
“Buktinya lu tadi malah sibuk becanda kan?”
“Lu kok jadi sewot gitu? Biasa aja kali, lagipula gua liat ato nggak nggak ngaruh juga kan sama antusiasme orang-orang sama lu! Lu tuh sesuatu!”
“Bi, ikut gua!” Borneo menggenggam erat pergelangan lengan Bianca dan sedikit menyeretnya berjalan meninggalkan ruangan itu.
Belden ingin menyusulnya, namun ditahan Benua “Biarkan mereka berdua bicara, sepertinya kita tak boleh ikut campur!”
Belden menghela nafas, melanjutkan menonton apa yang ada dipanggung, namun baik otak, pikiran dan hatinya hanya terisi Bianca, Bianca dan Bianca.
Bianca melepaskan pegangan tangan Belden, ia kemudian memegang tangannya yang terasa sakit karena di pegang terlalu erat. “Lu kenapa sih?”
“Gua marah Bi! Gua marah karena lu sama sekali nggak ngehargain apa yang gua lakuin, gua marah karena lu selalu ngabain gua dan nganggep gua gak ada, gua marah karena lu gak pernah sadar perasaan gua!”
Bianca mengerutkan kening, “Perasaan?”
“Harusnya lu sadar apa yang gua lakuin beberapa minggu terakhir ini buat lu!”
“Gua sadar dan gua tau itu, makanya gua berterimakasih banget sama lu!”
“Lu tau gua suka lu, gua nganggep lu lebih dari sahabat?” Borneo tersenyum pahit, “Gua rasa lu gak setahu itu!”
“Maksud lu?” Biancxa menyipitkan matanya.
“Gua suka lu, gua pengen lu jadi bagian hidup gua, jadi pacar gua?”
Bianca mengerutkan kening, “Ha…!” Bianca tertawa, ia menggapai kening Borneo “Lu sakit ya?”
“Gua serius bi, gua suka sama lu! Gua suka senyum lu, gua suka semua tentang lu, gua ingin lu jadi bagian hidup gua, lu mau kan?”
“Gila, ini gila!” Bianca masih tak percaya. “Bener-bener gila!” Bianca berlalu meninggalkan Borneo.
“Bi!” Panggil Borneo.
Bianca menorah, kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya. “Sorry Bor, gua yakin lu lagi salah makan obat!”
“Gua gak mau tau, gua tunggu lu malam minggu besok di taman kota. Untuk kasih jawaban!”
Bianca mengangkat bahu, berbalik kemudian berjalan lagi.
Borneo menatap punggung Bianca, “Lu tuh deket naget Bi, tapi gua ngerasa kita jauhhhhh banget, sebelum ataupun setelah gua ngomong perasaan gua ini!”

<><><><*********><><><>

No comments:

Post a Comment