Pages

Saturday, 28 January 2012

Only You #26


Borneo dan Bianca berjalan mengelilingi sungai kecil di taman rumah Borneo.
Bianca sengaja bolos sekolah untuk menemani Borneo dirumahnya, meskipun Borneo sudah keluar dari rumah sakit, ia masih perlu istirahat dirumah. Awalnya Belden memaksa ikut dan ingin bolos juga, namun Bianca menentangnya keras karena Belden sudah terlalu sering bolos.
Mereka terhenti dan duduk disebuah bangku yang tersedia ditaman, Bianca melihat kesekelilingnya, “Hmmmm, kenapa pohon disini cenderung condong ke air?”
“Karena mereka ingin melindungi alam disekitarnya, ya, sama kayak gua yang ingin ngelindungin lu setiap saat!”
Bianca terharu mendengar kata-kata borneo barusan, “Kenapa gua? kenapa harus gua? kenapa bukan Bilvina yang lebih segala-galanya?”
“Karena cinta itu tak memandang kelebihan dan kekurangan seseorang!” Borneo tersenyum menatap Bianca, “Gua harap lu bisa segera ngelupain Benua dan berada disamping gua, untuk waktu yang lama. Gua tau lu cintanya sama Benua, tapi gua berharap lu bikin semuanya jadi mudah, karena dengan ato tanpa respon cinta dari lu, gua akan melindungi lu dengan segenap hati gua! lu tau? Gua berharap terus-terusan sakit supaya l uterus ngejaga gua, disamping gua dan tersenyum buat gua!”
Mata Bianca berkaca-kaca, “Bodooohhh!!!”
Boreno tersenyum, “Punya lebih banyak waktu sama lu tuh, bikin gua bahagia Bi! Meskipun gua bingung, sebenernya lu tuh bukan tipe gua banget!”
Bianca menatap Borneo.
“Iya, wajah lu standar banget, gak ada cantik-cantiknya, ketawa lu jelek, sifat dan sikap lu juga nggak banget!”
Bianca tersenyum, “Sejelek itu ya?!”
Borneo mengangguk, “Hmmm, tapi entah kenapa ketika gua ngeliat wajah lu yang nggak banget itu, gua selalu pengen liat lagi dan lagi. Apalagi ketika gua liat lu nangis, air mata lu ngingetin gua sama nyokap yang udah nggak ada, matanya bersinar saat nangis sama kayak lu!”
“Lu kangen ya sama dia?”
Borneo mengangguk, “Dia ninggalin gua pas gua umur 7 tahunan, dulu gua pikir dia pergi buat balik lagi, tapi tenyata, hhuuufffhhhh!” Mata Borneo berkaca-kaca, ia kemudian menatap Bianca, “Gua cinta lu, sama kayak gua cinta nyokap, gua udah nyoba ngehapus perasaan ini, tapi semakin gua berusaha, semakin gua gak bisa. Sorry, jika perasaan gua ngebebanin lu!”
“Kalo seandainya gua bilang, gua mau nyoba mencintai lu, respon lu?”
Borneo tersenyum bahagia, “Itu pastiu akan sangat indah, tapi gua gak suka berandai-andai!”
“Kalo gitu gua mau jadi cewek lu!”
“Hah apa?”
“Guam au jadi cewek lu!”
Borneo mengerutkan kening, “Sumpah Bi, gua gak bisa nyerna kata-kata lu!”
“Gua mau jadi cewek lu, gua mau ada dismping lu dalam waktu yang lama, gua mau berbagi semua hal sama lu, tapi gua mungkin akan butuh banyak waktu buat belajar mencintai lu!”
“Lu serius kan Bi? Gua gak lagi mimpi dan lu gak salah minum obat kan?”
Bianca mengangguk yakin.
“Lu serius? Lu mau jadi cewek gua?”
Bianca mengangguk lagi.
“Hahahahahaha…. Ya Tuhan mimpi apa gua semalem!!! Bener, lu mau jadi cewek gua?” Borneo meyakinkan lagi.
“Iya, gua mau, GUA MAU JADI CEWEK LU!” seru Bianca sedikit kesal.
“Hahahahahahhaha….! Muach…. Muach… Muachhh!” Borneo mengecup kening Bianca berkali-kali dengan sangat kegirangan. “Tuhan, kalopun ini mimpi, gua gak mau mimpi ini berakhir!!!” serunya kemudian memeluk Bianca erat, “Gua janji, gua akan bikin lu jadi cewek paling bahagia didunia ini! Hahahahaha…! Thanks Bi, thanks!” serunya kemudian mengecup kening Bianca lagi.
Bianca menutup keningnya,
“Loh kok ditutup!”
“Bokap lu ada dirumah kan? Nanti dia ngira gua cewek apaan lagi!”
“Hahahahaha, lu kan cewek gua, masa gak boleh cium dikit-dikit doang!”
“Nggak, bukan muhrim!”
“Di Muhrimin yuk!”
Bianca menyipitkan matanya,
Belden menggerak-gerakan alisnya, “Merit!”
“Muke lu jauh!” Bianca menutup muka Borneo dengan tangannya, “Mau dikasih makan apa anak gua nanti?”
“Rumputlah, emaknya kan doyan rumput!”
“Sialan!” Bianca ngeloyor Borneo, “Emang gua kambing apah!”
“Huffffhhh, berat juga yah punya cewek Rambo kayak lu, bawaannya main fisik!”
“Hehehehehe, tapi cinta kan?”
Borneo memeluk Bianca lagi, “Kalo itu jangan ditanya!”
Hmmmppphh, entah apa yang membuat Bianca siap untuk menjadi pacar Borneo. Bianca merasa inilah pilihan yang terbaik, saat orang yang dicintainya pergi, Borneo ada bersamanya. Saat sahabatnya pergi, Borneopun ada untuknya, apalagi setelah ia tadi bercerita soal ibunya, Bianca merasa harus mengisi kekosongan hati Borneo. Meski sampai detik ini iapun masih belum yakin bisa melupakan Benua begitu saja. Ah, andai benua bukan gay, semuanya pasti lebih baik dan mudah. Ahh, tapi tak ada gunanya berandai-andai.
Ia merasa tidak akan sulit mencintai Borneo, ya tidak akan sesulit seperti melupakan Benua. Mengingat semua perlakuannya pada Bianca, Bianca mungkin akan mudah memupuk rasa cintanya. Ya, semoga!

<><><><*********><><><>

Only You #25


“Awaaaasssssss…….!” Seru Borneo mendorong Bianca secara tiba-tiba sampai Bianca terjatuh.
Bruuukkkkkkkkkkk…..!!!
“Borneo!” Teriak Bianca histeris yang langsung berlari meraih Borneo yang tertabrak mobil karena menyelamatkan dirinya.
Borneo membuka matanya, “Lu baik-baik aja?”
Bianca mengangguk, melihat ada banyak orang yang datang menghampirinya, Bianca terlihat shock. “Lu juga baik-baik aja kan?” Tanya Bianca gugup.
Belden tersenyum, Berusaha menenangkan Bianca yang terlihat sangat gugup, “Ya, Gua baik!”
Namun, tidak lama kemudian Borneo tak sadarkan diri.
“Borneo!” Seru Bianca panic.
Ia melihat lengan dan baju seragamnya penuh dengan darah. Rupanya kepala belden terluka, ia takut, ia panik, ia gugup, “Borneo, bangun Bor!” Seru Bianca makin histeris ia menggoyanbg-goyangkan badan Borneo, badan borneo tak kunjung bergerak.
Borneo segera dilarikan ke rumah sakit dengan bantuan orang-orang yang ada disana.
Semua orang menonton dengan cemas.


<><><><*********><><><>

Bianca, Bilvina and The Gank juga beberapa guru harap-harap cemas menunggu Borneo sadar.
Bilvina menghampiri Bianca, “Kalo terjadi apa-apa sama Borneo, lu liat nanti!”
Kata-kata Bilvina barusan membuat dirinya terpojok, ia makin gugup dan merasa bersalah. Ia terduduk karena merasa tak mampu lagi menopang tubuhnya, ia menangis menatap lengan dan seragamnya yang penuh darah.
Belden datang dan langsung membersihkan lengan Bianca.
“Semuanya akan baik-baik saja kan?”
Belden tersenyum, “Ya, semuanya akan baik-baik saja!” ia kemudian merangkul Bianca, mencoba memberinya kehangatan.
Air mata Bianca kian tak terbendung.
Beberapa saat kemudian Dokter keluar dari ruangan Borneo, semua menyamambutnya penuh tanya.
Sang Dokter tersenyum kemudian menjelaskan bahwa kondisi Borneo baik-baik saja dan tak ada yang perlu dikhawatirkan meski harus mengalami beberapa jahitan dikepalanya.
Dokter sudah mengijinkan mereka untuk menengok Borneo, semua langsung berhambur menghampiri dan menyerang Borneo dengan berbagai pertanyaan.
Karena kepalanya masih terasa berat, Borneo hanya menjawab seperlunya saja. Ketika menyadari Bianca ada disana, borneo tersenyum, “Bianca!”
Bianca membalas senyum Borneo dengan tersenyum juga.
“Kamu baik-baik aja kan?”
Bianca mengangguk, Bianca ingin bertanya, tapi Bilvina sudah terlebih dulu memenggal pertanyaan Bianca “Ngapain juga kamu nanyain dia, yang sakit kan kamu!”
Rasa bersalah Bianca kembali mengusik.
Borneo tersenyum, “Bagi gua, yang paling penting ya Bianca!”
Bianca menunduk sedih, ini semua gara-gara dirinya, andai saja ia tidak melamun ketika berjalan, andai saja ia lebih memperhatikan sekelilingnya, ini semua pasti terjadi. “Sorry Bor, gara-gara gua, lu jadi kayak gini!”
Borneo tersenyum, “Jangan merasa bersalah gitu, udah jadi kewajiban gua lagi, melindungi orang yang gua suka. Hmmm, justru gua akan lebih ngerasa bersalah kalo ngebiarin lu celaka didepan mata gua!”
Belden tidak suka suasana seperti ini, ia merasa tak berarti, ia merasa gagal jadi satu-satunya orang yang bisa melindungi Bianca. Dan itu membuatnya frustasi.

<><><><*********><><><>

Friday, 27 January 2012

Only You #24



Ternyata Belden tak main-main dengan ucapannya, ia benar-benar berhenti jadi sahabat Bianca. ia pindah dari rumah Bianca. Tak ada lagi tawa renyah penuh gurauan, tak adal lagi kemesraan. Tidak hanya itu, sikap Belden juga berubah sangat drastis, ya, tak ada lagi Belden yang suka merayu dan gombal. Tak ada lagi Belden yang suka membantu dan ramah,  Ia sekarang terkesan cuek dan tak peduli. Dan itu membuat sebagian cewek mundur jadi fansnya. Yang parah Belden sekarang suka membolos. Komentar-komentar negative tentang Belden menyeruak, Bianca tak tahan lagi, Bianca rasa ini tak boleh dibiarkan dan tak boleh terus berkembang.
Bianca menghampiri Belden di mejanya. Ini hari pertama setelah satu minggu penuh ia tak masuk sekolah tanpa keterangan. “Den, kita perlu ngomong?”
“Gak ada yang perlu diomongin, semuanya udah selesai!”
“Please Den, jangan kayak anak kecil gini!”
“Hah?” Belden tertawa, “Sebaiknya lu ngaca siapa yang kayak anak kecil?!!”
Bianca menatap Belden tajam, ini yang Bianca tak mau, ini yang Bianca takutkan, gara-gara perasaan semuanya jadi serba sulit dan tak nyaman. Bianca berlalu meninggalkan Belden, ia tahu saat Belden bilang tidak mau, Belden tak akan mau.
Borneo yang melihat itu mengikuti Bianca, ia merasa Bianca butuh seseorang untuk bersandar.
Bianca berhenti dibawah tangga, ia tak kuasa menahan kekesalan dan kesedihan karena perubahan sikap Belden itu.
Borneo menghampiri Bianca, “Lain kali kalo butuh temen, lu panggil gua! bahu gua akan selalu tersedia buat lu!”
Bianca menatap Belden, ia tak mampu membendung air matanya, iapun menangis.  “Kenapa semuanya jadi sesulit ini?” Tanyanya sambil menunduk.
Borneo tersenyum, ia duduk disamping Bianca kemudian  ia menyenderkan kepala Bianca dibahunya, “Kadang, sesuatu itu gak bisa kayak yang kita harapkan!”

<><><><*********><><><>

Sunday, 22 January 2012

HIDUP

Hidup…? Hmmm, hidup itu kayaknya sama kayak music yap! Kadang meletup-letup kayak music Rock ‘n Roll, kadang garang segarang-garangnya kayak music metal, kadang slow kayak music klasik, kadang bergoyang-goyang kayak music dangdut. Hehehe…. :D

Wednesday, 18 January 2012

Only You #23


Belden menyenggol bahu sahabatnya dan dengan bahasa matanya, dia seakan menyuruh Bianca untuk tidak melamun lagi. Ya, setelah ditinggal pergi Benua, Bianca memang lebih sering menghabiskan waktunya untuk melamun.
“Sudah saatnya lu ngelupain dia dan pacaran sama gua!” Seru Belden penuh percaya diri.
Bianca menyipitkan matanya,
“Wajah gua emang gak seoriental Benua, gua juga gak berlesung pipit. Tapi, kalo dibandingin sih, gantengan juga gua!”
“Hmmm, PD banget!”
“Fakta non, fans gua banyak, nah Benua, Cuma lu doang!”
“Orang-orang kan cuma liat lu dari luarnya, mereka gak tau lu itu sebenernya cowok rapuh, egois, tukang kentut, tukang ngorok….!”
Belum sempat Bianca melanjutkan kata-katanya, Belden sudah lebih dulu membekap mulutnya. “Please cukup!” Serunya jelas tidak bahagia, ah, sepertinya Bianca mengingat betul semua kekurangannya. “Jelek banget ya, gua dimata lu?”
Bianca mengangguk mantap. “Banget!”
“Terus sampe kapan lu bakalan kayak gini? Tenggelam dalam cinta yang jelas-jelas cowok itu gak mau sama lu!”
Bianca mengangkat bahu, “Entahlah, gua juga gak tau!” ia menghela nafas, ia tak mampu menyembunyikan rasa sedihnya.
Belden memeluk Bianca, “Bi, bisa kan sekali aja lu liat gua sebagai lelaki!”
Bianca mengerutkan kening, ia berusaha melepaskan pelukan Belden, namun bukannya melepaskan, Belden malah memeluknya makin erat.
“Den, apa-apaan sih lu? becandaan kayak gini, gak lucu tau!”
Belden merasakan kehagatan menjalar diseluruh tubuhnya, ia merasa inilah saat yang tepat untuk menuangkan perasaannya.
“Bi, lu tau, lu paling berharga dalam hidup gua! lu adalah alasan gua untuk hidup. Gua suka lu sejak orang tua gua bercerai, lu yang ngasih gua kekuatan, lu yang bikin gua nerima kenyataan, lu juga yang bikin gua masuk kelas akselerasi yang hampir bikin gua gila karena belajar sangat keras supaya gua bisa seangkatan sama lu. lu alas an gua selalu bersikap dewasa, and cool karena gua ingin lu ngeliat gua sebagai seorang cowok yang bisa ngelindungin dan selalu ada buat lu. apa yang gua lakuin semuanya buat lu, tapi gua ngerasa, makin kesini lu makin asing, lu makin jauh sama gua. Dan gua gak bisa biarin itu, gua ingin lu hanya jadi milik gua. Lu mau kan jadi cewek gua?”
Bianca tak pernah berharap ada hari ini, ia benar-benar menganggap Belden sahabatnya dan ia sama sekali tak pernah berfikir bahwa Belden mencintainya. Ia bingung, semuanya jadi terasa aneh. Ia menatap mata Belden, ia harap itu hanya lelucon, tapi tak sedikitpun terlihat keraguan dimata indah itu. “Sumpah Den, bilang sama gua lu lagi pura-pura, lu lagi ngerjain gua!”
“Gua gak pernah becanda soal perasaan, pertanyaan gua serius. Lu mau kan jadi pacar gua? Jadi pendamping hidup gua sampe mati?”
“Sumpah Den, ini bener-bener mengejutkan gua! gua gak pernah berfikir ke arah situ, karena gua sama sekali gak pernah berharap lu suka sama gua, karena gua udah nyaman sama hubungan kita yang udah kayak kakak adik gini!”
“Please Bi, kasih gua kesempatan, lihat gua sebagai seorang laki-laki yang mencintai lu!”
“Gua gak bisa Den, karena sampe kapanpun dihati gua, lu tuh tetep sobat gua!”
“Kalo gitu, gua berenti jadi sobat lu!” Seru Belden sambil mendorong Bianca ke tembok, “Gua berenti jadi sobat lu dan sekarang gua ingin lu pandang sebagai seorang laki-laki!” Seru Belden kemudian mengecup bibir Bianca, Bianca mendorong badan Belden menjauh sebelum Belden bertindak semakin jauh lalu menamparnya, “Gila!!!” serunya sebelum berlalu meninggalkan Belden.
“Gua gila karena lu Bi!” seru Belden penuh amarah… “Aaaaarrrrrrrgggghhhhhhh!” serunya kemudian menendang meja. Menuangkan kekesalannya.


<><><><*********><><><>

Monday, 16 January 2012

Only You #22


Kejadian dimana terkuak masalah ke-gay-an Benua dan kisah cinta Belden pada Bianca yang hanya cinta satu pihak sudah satu bulan berlalu.
Namun masih tetap saja hangat dibicarakan.
Dan sudah satu bulan juga Benua menghilang, tak menampakaan batang hidungnya sekalipun. Itu membuat Bianca amat sangat cemas. Ya, Bianca masih belum bisa menghapus bayang-bayang Benua dari hatinya. Senyum Benua, gerak langkah Benua, gaya bicara Benua, keramahan Benua, semuanya masih terekam jelas diingatannya.
Jujur, ia rindu senyuman Benua yang mendamaikan hatinya, ia rindu tatapan Benua yang tajam tak mengenal rasa takut, namun menyimpan banyak teka-teki.
Ia tak peduli apa kata orang tentang Benua, bagi Bianca benar dan salah itu sesuatu yang subjektif dan setiap orang menjalani hidupnya dengan cara berbeda. Apa yang kita lihat salah, belum tentu salah dimata oeang lain. Begitu juga sebaliknya, apa yang kita lihat benar, belum tentu benar dimata orang lain. So, ia menghormati cara pandang dan pola pikir setiap manusia. Karena tidak ada jawaban pasti bagaimana cara menjalani hidup dengan baik. Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Bagi Bianca, meski sedikit berbeda dengan kebanyakan orang, tak ada yang salah pada diri Benua. Orang-orang yang membuat asumsi negative tentang Benua bagi Bianca adalah orang-orang yang tak mampu menghargai bertapa dahsyatnya kekuasaaan Tuhan. Coba pikir, kalo boleh memilih, gua yakin para gay atau homo gak ada yang mau memilih jadi gay atau homo, begitupula para pelacur, siapa sih yang mau jadi pelacur? Gak ada, gak ada yang mau hidup jadi sampah masyarakat. Tapi kadang Takdir berkata lain, tidak semua orang bisa bahagia pada waktu dan  cara yang tepat.
Salahkah perasaan ini saat Bianca sebenarnya tau perasaan Benua yang sesungguhnya? Huffhhh, semua ini terasa berat. Ingin rasanya kembali ke hari sebelum orang-orang tau bahwa Benua gay dan hari sebelum Borneo mengakui perasaan cintanya pada Bianca. ya, hari dimana semuanya terasa indah dan tidak begitu sulit. Sekarang semuanya serba sulit, terasa lebih melelahkan dibanding sebelum-sebelumnya. Ingin sekali rasanya Bianca kembali kehari dimana teman-temannya bisa tersenyum dan bekerja satu sama lain penuh semangat. Hufh!
Lamunan Bianca terhenti ketika hpnya berbunyi, ia segera meraih dan mengangkatnya.
“Halo!”
“Halo Bi, ini gua Benua!”
Benua? Apa ia tidak salah dengar? Ini pasti halusinasinya karena ia begitu merindukan Benua, ia menatap layar ponselnya. Nomor itu tak bernama. Ya Tuhan, sepertinya Benua membuatnya hampir gila.
“Bi?”
“Eh iya, iya.. hmmm, ada apa Ben? Lu Benua    temen sekelas gua kan?”
“Ya iyalah, Benua siapa lagi coba!”
“Ya Tuhan Benua, lu kemana aja, gua sama temen-temen cemas tau!”
“Ceritanya panjang, sekarang gua ada di taman bermain anak di kompleks rumah lu, lu bisa kan dateng kesini, ada hal penting yang harus gua sampein!”
“Hal penting?”
“Iya, so bsa kan lu kesini?”
“Kenapa lu gak kesini!”
“Gua gak mau berurusan sama pengawal lu!”
“Pengawal?”
“Iya, si Belden. Tau sendiri kan dia gak suka sama gua, so, dia gak akan ngasih gua ruang buat ngomong 4 mata sama lu!”
“Dia lagi tidur di kamarnya kok!”
“Nanti kalo dia bangun gimana, mending kita ketemuan disini aja deh!”
“Oh, oke kalo gitu, gua tutup ya, Bye!”
Tut…
Sambungan jarak jauh itupun terputus.
Setelah menutup HPnya Bianca langsung berlari meninggalkan rumah dengan penuh semangat menghampiri Benua.
Menyadari Bianca datang Benua bangkit dari tempat duduknya kemudian melambaikan tangan.
Bianca menatap mata Benua dalam, sama, ya Benua masih tetap sama, tak ada yang berubah dan Bianca t4rsenyum lega karena ia bisa memastikan keadaan Benua baik-baik saja. Kemudian Bianca pun langsung memeluk Benua, melepaskan rasa rindunya.
“Gua kangen sama lu Ben, lu kemana aja?”
Benua tersenyum, “Gua butuh waktu buat berfikir dan menenangkan diri, Bi!”
“Emang lu punya otak gitu, sampe berfikir segala?” Bianca mencairkan suasana.
Benua tersenyum dan mengacak rambut Bianca, “Thanks ya Bi!”
“Thanks for what?”
“Lu tetep ada dipihak gua, padahalkan gua udah nyakitin lu banget!”
Bianca tersenyum, ia menghela nafas, “Hidup itu berat ya!”
Benua menatap Bianca, “Sorry Bi, sorry karena sampe hari inipun gua masih menbcintai Borneo!”
“No problem, cinta itu gak bisa dipaksain, but, bisa mastiin lu baik-baik aja gua udah bersyukur, gua kira lu frustasi terus bunuh diri kayak  disinetron-sinetron!”
“Gua gay, tapi gua gak lebay kayak lu!”
Ada rasa sakit yang menjalar tiba-tiba dibenak Bianca saat Belden dengan tenang bilang ke=gay-annya.
“Bi! Gua beruntung punya lu!” Benua mempererat pelukannya, “Andai bisa, semuanya pasti akan lebih mudah!”
“Hmmmppphh, kadang dalam hidup ini ada hal-hal yang seberapa keraspun kita mencoba atau melupakan , hasilnya tetep gak bisa!”
“Bi, besok gua berangkat ke Aussie!” seru benua hati-hati
“Ke Aussie?” Bianca mengulang kata-kata Benua dengan intonasi yang sama sambil melepaskan pelukan Benua dan menatap Benua heran.
Benua mengangguk, “Gua berencana pindah kesana! Disana mungkin akan lebih banyak tempat buat orang-orang kayak gua! meski gua keliatan tegar, tapi sejujurnya gua lelah dianggap sampah masyarakat kayak gini!”
Hati Bianca mencelos, mendadak seperti ada sebongkah batu besar yang menyumbat hati, jiwa dan kerongkongannya. Matanya memanas.
“Hei… jangan nangis gitu dong!” Benua menghapus air mata Bianca.
Bianca meraih lengan Benua yang sedang menyentuh wajahnya, ia memasukan jari jarinya, pada senggang jari-jari Benua, “Gua sayang lu, Ben! Gua gak peduli, sama perkataan orang, gua gak peduli lu ngebales ato nggak perasaan gu, tapi, ditinggal jauh sama lu, bener-bener masalah buat gua, karena tanpa lu, gua ngerasa hampa. Sebulan gua gak liat wajah lu rasanya seperti gua kehilangan oksigen secara perlahan-lahan! Apalagi lu harus stay di Aussie, gua gak bisa biarin itu, so please don’t go!”
“gua ngerti prasaan lu, karena sadar ato nggak, perasaan gua, Borneo dan lu tuh sama! Tapi kalo gua tetep maksain disini, gua akan melukai banyak pihak, meskipun orang tua gua, lu dan temen-temen nerima gua, nerima keadaan gua, tapi tetep akan ada segelintir orang yang gak suka sama gua dan menjugde gua sampah masyarakat.
Tangis Bianca makin deras, ia mengerti kondisi Benua sekarang, pasti amat sangat berat. Ia menangis sambil menatap Benua sampai tersedu-sedu.
Setelah Bianca menetralkan kesedihannya, ia mengecup bibir Benua, reaksi yang sebenarnya tidak Benua sangka, tapi ia tak marah dengan tindakan Bianca barusan. Ia malah memanggut bibir Bianca. keduanya saling berbagi, saling member.
Belden mengelus pipi Bianca, “kita sama-sama berdiri di jurang cinta yang menyakitkan, gua harap semuanya akan membaik setelah gua pergi and please don’t cry because me, gua gak pantes lu tangisin, Bi!
Bianca menghela nafas, “Hmmmmmmmppphhhh, gua juga heran kenapa gua bisa jatuh cinta sama orang macam kodok kutilan kayak lu!” disaat-saat seperti ini Bianca masih menyempatkan diri melucu.
Benua tersenyum, “Kodok kutilan? Jelek banget dong gua!”
Keduanya tenggelam dalam tawa dan haru. Rasanya sakit sekali. Baik bagi Benua, ataupun Bianca. namun keduanya seolah bersikap baik-baik saja.
Huuuffhhh!

<><><><*********><><><>

Only You #21


Semenjak Belden tau bahwa Bianca dan Benua ternyata tak menjalin hubungan apapun, Belden kembali kesisi Bianca, namun suasanya jadi agak berbeda, Belden tak seperti yang Bianca kenal dulu, Belden aneh, ia sekarang terlalu mengatur Bianca, dan hubungan Bianca dengan Belden terasa hambar.
“Kenapa sih lu harus repot-repot ngurusin orang lain? Padahal lu juga kan lagi banyak masalah, banyak orang yang benci lu!”
Bianca menatap Belden, “Lu tuh kayak orang asing, Den! Lu kayak baru kenal gua sehari dua hari!” Bianca menghela nafas, “Punya banyak masalah bukan berarti kita kita diem aja liat sahabat kita yang lagi susah kan!”
“Terus, apa lu masih suka Benua setelah lu tau Benua itu gay?”
Bianca kaget dengan pertanyaan Belden barusan, ia tak menyangka Belden atau siapapun akan mengajukan pertanyaan itu. Tapi ia mencoba menyembunyikan keterkejutannya, ia tak mau orang-orang sampai tahu perasaannya yang begitu sakit karena terang-terangan Benua menolaknya dan lebih memilih di zona tidak aman karena mencintai orang yang salah.
“Kalo lu gak mau ngaterin gua, mending berenti deh!” Seru Bianca mengalihkan pembicaraan.
Belden menatap Bianca, “Gua Cuma gak maul u terlalu berharap karena jatohnya nanti sakit!”
Bianca menyipitkan matanya, membalas tatapan Belden tak kalah tajam, “AAAAAiiiiiiiiihhhhh, dimana-mana jatoh ya sakit dodol!” Seru Bianca sambil mentoyor kepala Belden.
Belden tersenyum, “Eh Bi, lu pernah gak berfikir ada orang yang mencintai lu lebih dari apapun termasuk dirinya sendiri?” Belden coba memancing.
“Gua gak mau berandai-andai ah! Tapi, kayaknya sih ada!”
“Yakin? Siapa?”
Bianca tersenyum, “Satu kelas juga tau siapa orang yang mau ngorbanin apapun demi gua!”
“Lu tau?” Belden merasa disambut.
“Bianca mengangguk, “Iya, tuh si Borneo, dia kan udah gua tolak, tapi tetep baik sama gua!”
Damn, hati Belden terasa terganjal sebuah batu.
“Kenapa emangnya?” Tanya Bianca polos.
“Lupakan!” jawab Belden sinis.
“Dih, lagi dapet ya? Sensi bener!”
Belden mengerem mendadak mobilnya, membuat dahi Bianca terpentok kaca, “Lu kenapa sih?”
“Lu pernah gak berfikir naksir gua?” tanya belden serius.
“Lelucon macam apa itu? Hahahahah…. Lu tuh temen terbaik gua dan selamanya akan kayak gitu!” Bianca mengacak rambut Belden, “Oh, iya, gua juga gak suka brondong!” Bianca tersenyum. “Kenapa emangnya? Lu naksir gua juga?” Goda Bianca.
Tak ada jawaban, Belden kembali menancap gas mobilnya tanpa separtah katapun keluar dari mulutnya.
Bianca hanya menatap Belden heran. Hmmm, apa ini karena kisah cintanya yang gak berjalan mulus. Tapi kenapa Bianca yang jadi sasaran? Hmmmm, cinta memang aneeeh!.


<><><><*********><><><>

Saturday, 14 January 2012

Andik Vermasyah "Lionel Messi-nya Indonesia"


photo by google

Andik Vermansyah… gua emang suka banget sosok yang satu ini. Kesannya gak kenal capek. Kenal kan siapa dia? Yang suka bola pasti kenal lah! Dia salah satu pemain sepak bola kebanggaaan Indonesia . bagaimana nggak, dengan kecepatan dan kelincahannya dalam mendribling bola beberapa kali membuat pemain bola sekelas Beckhampun terkecoh, apalagi saat terjadi momen adu sprint, Andik terlihat full power sehingga tak hanya Becks, kapten LA Galaxy pun tak mampu mengimbangi kecepatan pemain asal Jember, Jawa Timur itu (momen saat Indonesia Selection VS LA Galaxy).
semngatnya ga tahan, kalau menyerang sangat merepotkan dan saat mencoba bertahan susah di lewatin karena kegesitannya. Dia adalah seorang pemain yang multi funsi dan bisa diandalkan. Dia juga tidak ceroboh seperti Okto. Dia lebih konsisten. Dia punya power, skill, semangat, serta deff yang bagus.
Siapapun lawannya, seberapa hebatpun lawannya, ia tak gentar, tak mengenal canggung, tak kenal takut dan orang-orang termasuk gua mengakui itu.
ia juga dijuluki Messi-nya Indonesia, karena kecil, mungil, berpower hebat, gesit dan licin seperti belut. Usianya memang relative muda karena kelahiran tahun 1991 namun jangan ditanya, kemampuannya gak kalah sama pemain-pemain senior.
Andi tak pernah mengenal kata menyerah. Dia juga tipikal pemain petarung yang siap berjibaku dengan pemain lawan yang berpostur lebih besar darinya.
Hebatnya, dia bukan seorang pemain bola yang individualis, dia tahu betul kapan dia bermain sendiri, kapan dia harus berbagi.
gua yakin Andik adalah salah seorang pemain sepak bola yang akan mampu membuat Indonesia menjadi Macan Asia.
Andik juga tipikal orang yang sangat menyayangi keluarganya, bagaimana tidak, beberapa kali ia menolak klub luar yang lumayan keren karena ia belum sanggp pisah jauh sama ibunya, bahkan saking pedulinya Andik selalu melarang sang ibu menyaksikan langsung pertandingan saat ia berlaga.
Tapi anehnya Cuma sang ibu, kalo ayah, kakak, dll andik perbolehkan.
Satu lagi yang penting, dia juga bersahabat dekat dengan Kim Jeffrey Kurniawan, orang yang gua support juga. Pertama mereka berkenalan dilaga “Charity Game” 2010 lalu, mereka bertukar pin BB, setelah itu mereka merasa semakin dekat ketika berada di Batu jajar saat seleksi “Timnas U-23”.
Selama disana Kim mengajari Andik berbahasa Inggris. Kim juga yang menata semua perlengkapan Andik yang diberikan oleh panitia. Mereka satu kamar, mereka sering bekerja sama dan membantu disetiap kesempatan.
Kata Andik Kim itu sahabat terbaik dia, nggak sombong, sopan dan baik banget.
Ukhuuukkk…. Kok jadi bahas Kim lagi? !@#$#^%&*$%%^ @#!!@@@!@#$%???
Hmmmmm, pokoknya intinya gua tuh mau, baik Andik ataupun Kim bisa terus berbuat dan mengembangkan kemampuannya u/ Indonesia dan gua Cuma bisa berharap semoga kekisruhan PSSI gak berpengaruh pada mereka dan pada pemain lain. Pokoknya Be The Best dah!

Tuesday, 10 January 2012

Only You #20


Beberapa minggu berlalu setelah kenayataan itu terkuak. Ahhhh, kelas jadi semakin bising dan tak nyaman.
Tak ada yang mau dekat dengan Benua kecuali Bianca, namun Benua menjaga jarak dengan Bianca.
Belum lagi Belden yang sekarang selalu memprotectnya. Ahhhh, membuat kepalanya sakit saja.
Teman-temanya kini mempunyai kebiasaan baru, yaitu berbicara dibelakang. Yap, membicarakan keangkuhan Bianca menolak Borneo dan ke-gay-an Benua.
Biancapun mengakui perasaannya sakit karena mengetahui Benua tak mencintainya, tapi dia rasa rasa sakitnya tak seberapa jika dibanding rasa sakit yang Benua alami sekarang.
Ya, kasihan benua, bahkan Borneopun kini tak mau dekat dengannya, meski hanya sekedar bertegus sapa. Ah, pasti sakit sekali rasanya jadi Benua. Sudah cintanya bertepuk sebelah tangan, ia tidak diterima dunia dan lingkungannya.
Dan mungkin karena tekanan dari berbagai pihak inilah yang membuat Benua tidak masuk sekolah beberapa hari ini, tak ada yang tau dan tak ada yang mau tau keadaan Benua selain Bianca. Bianca sempat menghubungi Benua bahkan mendatangi rumah Benua beberapa kali, namun hasilnya selalu nihil. Benua tak pernah mengaktifkan hpnya, Benuapun tak  pernah ada dirumah. Dan Bianca tidak bisa membiarkan semuanya terus-terusan begini, ia tak mau Cuma karena teman-teman tidak menerimanya, masa depan Benua jadi taruhannya.
Saat jam istirahat tiba, Bianca meminta teman-temannya untuk tidak meninggalkan kelas dulu. Bianca berdiri didepan kelas penuh wibawa.
“Kalian masih inget kan sebelum “kejadian” itu, kelas kita terkenal kompak. Tapi? Gua ngerasa asing sama kalian, sekarang satu sama lain saling jaga jarak, grup-grupan dan terkesan masa bodoh satu sama lain. Dan gua ngerasa gak nyaman sama keadaan ini, gua yakin kalian juga gitu kan?”
Anak-anak terdiam, menunduk dan menyadari apa yang Bianca katakana memang sangat benar.
“Gua sedih tau, saat kalianjuga ikut-ikutan musuhin gua, gua sedih karena cuma sedikit yang respect dan mengerti gua! gua heran sama orang-orang yang ganggep keputusan gua nolak Borneo bikin mereka dan kalian benci gua! apa salah gua nolak orang yang gak gua cintain? Dan Benua? Kalo dia dikasih pilihan sama Tuhan, gua yakin dia juga gak mau jadi Gay. Masalah ini bener-bener berat buat dia, harusnya sebagai sahabat kita ngedukung dia bukan malah ikut-ikutan menjugde dia salah dan makin memperburuk keadaan dengan menjauhi dia! Jujur, gua emag gak suka suasana kelas yang bising sebelum “kejadian” itu, tapi gua lebih gak suka sama keadaan sekarang. Nanti pulang ekolah, gua mau kerumah Benua, gua harap kalian bisa ikut buat support dia, ngasih dukungan secara moril dan memandang dia sebagai seorang sahabat, bukan gay!”
Bianca menyapu kelas dengan tatapan sekilas, “Gua harap, kita bisa kayak dulu lagi!” serunya penuh harap.

<><><><*********><><><>

Only You #19


Hmmm, karena Belden masih marah padanya, Biancapun berangkat kesekolah sendiri. Yang aneh, sejak ia masuk dari pintu gerbang ia bagaikan seorang artis, semua orang memandangnya dan sepertinya berbisik-bisik dibelakangnya. Ah, Bianca mengabaikannya, yang terpenting sekarang adalah mencari Belden dan bertanya kenapa ia tega meninggalkan Bianca sendirian.
“Bianca!”
Bianca menoleh, hmm, ternyata Bilvina dan teman-temannya. Tapi, kenapa dia memanggil Bianca? ada urusan apa? Sampai ia repot-repot memangil Bianca? sudah jadi rahasia umum Bilvina dan keempat teman seganknya itu terkesan sombong dan angkuh, mereka sangat pilih-pilih teman juga lawan bicara. Karena tak semua orang bisa bicara padanya. Bilvina adalah anak seorang anggota DPRD yang terkenal santun dan baik hati. Namun entah kenapa sifat Bilvina seolah bertolak belakang dengan ayahnya.
Yang bisa mengobrol dengan Bilvina hanya orang-orang high class yang setara dengannya. Dan rasa-rasanya Bianca tak termasuk kedalamnya. Bianca hanya anak seorang dokter biasa. Ia berkecukupan namun gaya hidupnya tidak mewah, malah ia terkesan bergaya sekeenaknya dan sekenyamanya.
“Gua?” Bianca menunjuk dirinya.
“Lu pikir nama Bianca di sekolah ini ada berapa?”
“Hehe!” Bianca tersenyum, “Kaget aja, lu mau ngomong sama gua, lu kan nona high class!”
“Gua gak mau basa-basi! Gua mau tanya, punya apa lu sampe berani-beraninya nolak Borneo?”
“Nolak Borneo?”
“Gak usah kebanyakan gaya deh! Semua orang udah tau lu nolak Borneo dan lu biarin dia nunggu sampe pagi ditaman!”
Bianca mengerutkan kening, ia tak tahu harus menjawab apa, ia benar-benar tak tahu Borneo benar-benar datang dan menunggunya. Ia pikir, ia pikir perasaan Borneo Cuma main-main. Hmmm, so, benar apa yang Benua katakan. Hanya ada Bianca dihati Borneo? Tapi kok bisa? Bukannya dulu ia tak suka dengan Bianca?
“Lu jangan sok deh! Gua minta lu jauhin Borneo!”
“Yeeeee… siapa lu nyuruh-nyuruh gua! Ogah!” Seru Bianca kemudian berbalik dan berjalan meninggalkan Bilvina dan teman-temanya.
Namun tiba-tiba seseorang memegang kemudian memutar tubuhnya.
Plaaaakkkkkkk… Bilvina menampar Bianca tanpa alas an.
Bianca memegang pipinya, perih.
“Jangan sok!”
Bianca menatap Bilvina tajam penuh amarah.
Plaaaakkkkkk!!!
Bianca membalas tamparan Bilvina dengan menampar balik.
Bilvina dan temantemannya tersentak. Bilvina menyapu teman-temanyya dengan tatapan sekilas seolah member isyarat. Mereka kemudian menyeret Bianca kekamar mandi. Bianca tersudut karena kalah jumlah. Namun ia tetap berdiri tenang, terkesan menantang di tengah-tengah mereka berlima.
“Cuma pengecut yang beraninya keroyokan!” Seru Bianca tegas.
Bilvina hendak menampar pipi Bianca lagi. Namun, “Hentikan!” Borneo datang tepat waktu dan langsung menghampiri Bianca, “Lu gak apa-apa Bi?” Borneo mengelus rambut Bianca, membetulkan anak rambut yang menutupi mata Bianca.
Bianca menggeleng,
Borneo menatap Bilvina, “Sekali lagi lu berurusan dengan Bianca, gua gak akan segan-segan ngasih lu pelajaran!” Serunya penmuh amarah.
“Tapi Bor, Bianca kan udah nolak lu mentah, mentah, harusnya lu berterimakasih sama gua karena ngasih dia pelajaran!”
Borneo menatap Bilvina dengan tatapan benci, kemudian memapah Bianca meninggalkan Bilvina cs.
“Sialan!!!! Arrrrgggghhhhhh!” teriak Bilvina, menuangkan kekesalannya.
Bianca melepaskan lengan Borneo yang memapahnya, “Gua gak apa-apa kok!” Seru Bianca dengan perasaan yang sebenarnya campur aduk. Ia tak tahu, harus bagaimana, apalagi menatap Borneo, membuatnya ingat pada pernyataan Benua kemarin.
Tak sengaja Bianca melewati madding, ia tersentak ketika melihat sebuah artikel yang berjudul “Skandal: cina segitiga yang rumit, Sang Prince Charming ditolak mentah-mentah sang ketua karena sang ketua lebih memilih Gay!”
What? Gay? Bianca membaca dengan cepat artikel itu. Darimana? Darimana mereka tau Benua Gay? Darimana? Hmmm, ini pasti berat untuk Benua, ya teman-teman pasti tidak akan mudah menerima kenyataan ini. Borneo? Kenapa Borneo tak menyinggung-nyinggung soal ini? Hati Bianca, kenapa mendadak hati Bianca mencelos, rasanya sakit sekali. Hmmm, ia harus segera memasuki kelas, ia harus segera meyakinkan bahwa Benua baik-baik saja.

<><><><*********><><><>