Borneo
dan Bianca berjalan mengelilingi sungai kecil di taman rumah Borneo.
Bianca
sengaja bolos sekolah untuk menemani Borneo dirumahnya, meskipun Borneo sudah
keluar dari rumah sakit, ia masih perlu istirahat dirumah. Awalnya Belden
memaksa ikut dan ingin bolos juga, namun Bianca menentangnya keras karena
Belden sudah terlalu sering bolos.
Mereka
terhenti dan duduk disebuah bangku yang tersedia ditaman, Bianca melihat
kesekelilingnya, “Hmmmm, kenapa pohon disini cenderung condong ke air?”
“Karena
mereka ingin melindungi alam disekitarnya, ya, sama kayak gua yang ingin
ngelindungin lu setiap saat!”
Bianca
terharu mendengar kata-kata borneo barusan, “Kenapa gua? kenapa harus gua?
kenapa bukan Bilvina yang lebih segala-galanya?”
“Karena
cinta itu tak memandang kelebihan dan kekurangan seseorang!” Borneo tersenyum
menatap Bianca, “Gua harap lu bisa segera ngelupain Benua dan berada disamping
gua, untuk waktu yang lama. Gua tau lu cintanya sama Benua, tapi gua berharap
lu bikin semuanya jadi mudah, karena dengan ato tanpa respon cinta dari lu, gua
akan melindungi lu dengan segenap hati gua! lu tau? Gua berharap terus-terusan
sakit supaya l uterus ngejaga gua, disamping gua dan tersenyum buat gua!”
Mata
Bianca berkaca-kaca, “Bodooohhh!!!”
Boreno
tersenyum, “Punya lebih banyak waktu sama lu tuh, bikin gua bahagia Bi! Meskipun
gua bingung, sebenernya lu tuh bukan tipe gua banget!”
Bianca
menatap Borneo.
“Iya,
wajah lu standar banget, gak ada cantik-cantiknya, ketawa lu jelek, sifat dan
sikap lu juga nggak banget!”
Bianca
tersenyum, “Sejelek itu ya?!”
Borneo
mengangguk, “Hmmm, tapi entah kenapa ketika gua ngeliat wajah lu yang nggak
banget itu, gua selalu pengen liat lagi dan lagi. Apalagi ketika gua liat lu
nangis, air mata lu ngingetin gua sama nyokap yang udah nggak ada, matanya
bersinar saat nangis sama kayak lu!”
“Lu
kangen ya sama dia?”
Borneo
mengangguk, “Dia ninggalin gua pas gua umur 7 tahunan, dulu gua pikir dia pergi
buat balik lagi, tapi tenyata, hhuuufffhhhh!” Mata Borneo berkaca-kaca, ia
kemudian menatap Bianca, “Gua cinta lu, sama kayak gua cinta nyokap, gua udah
nyoba ngehapus perasaan ini, tapi semakin gua berusaha, semakin gua gak bisa. Sorry,
jika perasaan gua ngebebanin lu!”
“Kalo
seandainya gua bilang, gua mau nyoba mencintai lu, respon lu?”
Borneo
tersenyum bahagia, “Itu pastiu akan sangat indah, tapi gua gak suka
berandai-andai!”
“Kalo
gitu gua mau jadi cewek lu!”
“Hah
apa?”
“Guam
au jadi cewek lu!”
Borneo
mengerutkan kening, “Sumpah Bi, gua gak bisa nyerna kata-kata lu!”
“Gua
mau jadi cewek lu, gua mau ada dismping lu dalam waktu yang lama, gua mau
berbagi semua hal sama lu, tapi gua mungkin akan butuh banyak waktu buat
belajar mencintai lu!”
“Lu
serius kan Bi? Gua gak lagi mimpi dan lu gak salah minum obat kan?”
Bianca
mengangguk yakin.
“Lu
serius? Lu mau jadi cewek gua?”
Bianca
mengangguk lagi.
“Hahahahahaha….
Ya Tuhan mimpi apa gua semalem!!! Bener, lu mau jadi cewek gua?” Borneo
meyakinkan lagi.
“Iya,
gua mau, GUA MAU JADI CEWEK LU!” seru Bianca sedikit kesal.
“Hahahahahahhaha….!
Muach…. Muach… Muachhh!” Borneo mengecup kening Bianca berkali-kali dengan
sangat kegirangan. “Tuhan, kalopun ini mimpi, gua gak mau mimpi ini berakhir!!!”
serunya kemudian memeluk Bianca erat, “Gua janji, gua akan bikin lu jadi cewek
paling bahagia didunia ini! Hahahahaha…! Thanks Bi, thanks!” serunya kemudian
mengecup kening Bianca lagi.
Bianca
menutup keningnya,
“Loh
kok ditutup!”
“Bokap
lu ada dirumah kan? Nanti dia ngira gua cewek apaan lagi!”
“Hahahahaha,
lu kan cewek gua, masa gak boleh cium dikit-dikit doang!”
“Nggak,
bukan muhrim!”
“Di
Muhrimin yuk!”
Bianca
menyipitkan matanya,
Belden
menggerak-gerakan alisnya, “Merit!”
“Muke
lu jauh!” Bianca menutup muka Borneo dengan tangannya, “Mau dikasih makan apa
anak gua nanti?”
“Rumputlah,
emaknya kan doyan rumput!”
“Sialan!”
Bianca ngeloyor Borneo, “Emang gua kambing apah!”
“Huffffhhh,
berat juga yah punya cewek Rambo kayak lu, bawaannya main fisik!”
“Hehehehehe,
tapi cinta kan?”
Borneo
memeluk Bianca lagi, “Kalo itu jangan ditanya!”
Hmmmppphh,
entah apa yang membuat Bianca siap untuk menjadi pacar Borneo. Bianca merasa
inilah pilihan yang terbaik, saat orang yang dicintainya pergi, Borneo ada
bersamanya. Saat sahabatnya pergi, Borneopun ada untuknya, apalagi setelah ia
tadi bercerita soal ibunya, Bianca merasa harus mengisi kekosongan hati Borneo.
Meski sampai detik ini iapun masih belum yakin bisa melupakan Benua begitu
saja. Ah, andai benua bukan gay, semuanya pasti lebih baik dan mudah. Ahh, tapi
tak ada gunanya berandai-andai.
Ia
merasa tidak akan sulit mencintai Borneo, ya tidak akan sesulit seperti
melupakan Benua. Mengingat semua perlakuannya pada Bianca, Bianca mungkin akan
mudah memupuk rasa cintanya. Ya, semoga!
<><><><*********><><><>