Pages

Saturday, 1 October 2011

Please Don't Leave Me Alone, Alana! #5


Alana memandang wajah Arlon yang sedang tertidur pulas disampingnya. Ia tersenyum melihat wajah Arlon yang polos seperti bayi.
Alana memainkan bulu mata Arlon yang lebat dan lentik.
“Kamu sedang apa? “ Tanya Arlon tiba-tiba, membuat Alana sedikit terperanjat.
“Kamu belum tidur?”
Arlon memeluk Alana, kemudian membuka matanya dan tersenyum sambil menatap Alana. “Gimana aku bisa tidur kalo kamu maenin terus bulu mataku!”
Alana tersenyum kemudian mengecup kening, hidung, bibir dan berakhir dengan lumatan di leher Arlon. “Terima Kasih!” Bisiknya mendesah tepat ditelinga Arlon.
Arlon tersenyum bahagia, meskiipun tak juga mendapatkan izin dari ibunya, setidaknya Alananya telah kembali seperti Alana yang ia kenal. Ya, Alana yang mencintainya.
Arlon menatap wajah kekasihnya yang manis, tenang dan dewasa tanpa berkedip.
“Kenapa? ada yang aneh dengan wajahku?” Alana merasa tak enak terus diperhatikan dengan tatapan seperti itu, jantungnya berdetak begitu cepat.
Arlon tersenyum lagi, kemudian membelai pipi Alana, “Sudah lama Aku tidak melihatmu tersenyum seperti ini! Kamu tau, aku hampir melupakan senyum kamu dan kalau sampai aku lupa, aku tidak akan bisa melakukan apapun, karena aku akuan terlalu sibuk berusaha mengingat senyum paling indah didunia!”
“Gombal!”
Arlon meraih lengan Alana kemudian mengecup punggung tangannya. Mereka berpelukan lagi. Ketika bagian-bagian tubuh sensitive mereka saling bersentuhan, api birahipun berkobar.
Tangan Arlon yang besar, mulai menjelajah liar mencari kenikmatan. Kehangatan mengalir pelan-pelan. Arlon kemudian melilitkan jarinya dengan jari Alana. Mereka saling berciuman. Suhu tubuh mereka saling melebur, detak jantung dan deru nafas saling memburu, saling berpacu, saling memberi dan mencari kenikmatan.
Tak terkontrol.
Mereka terkapar, nafasnya terengah penuh lelah. Namun senyum Alana yang manis dan mempesona masih mampu menusuk jantung Arlon. Kembali Arlon mendegap dan mencium Alana penuh nafsu.
Jari-jari Alana yang lentik menelusuri anak rambut Arlon dan sesekali meremasnya.
Arlon mebopong Alana ke kamar mandi, disana Arlon mengoleskan sabun dan menggosok seluruh tubuh Alana. Tanganya kadang nakal bermain dititik tertentu yang membuat Alana menggelinjang. Tangan Arlon ibarat sebuah magnit yang membuat seluruh urat tubuh Alana menegang.
Namun, kata-kata Mama Arlan tiba-tiba terbersit dalam ingatan Alana.

Cinderella dan Upik Abu itu hanya ada didalam dongeng, kisah si miskin dan sikaya juga hanya ada dalam sinetron, kamu harus tahu diri dan jangan menghayal terlalu tinggi. Jika kamu memutuskan memilih untuk tetap bersama Arlon saya pastikan bukan hanya kamu yang tidak bahaggia, saya juga tidak segan membuat Arlon menderita!”

Kata-kata itu membuat mata Alana panas, “Stop!” Alana mendorong Arlon.
Jelas Arlon kaget,
Ia menatap Alana, ia tak mengerti dengan Alana.
“Maaf!” seru Alana penuh rasa bersalah.
Tak ada sepatah katapun keluar dari mulut Arlon, Arlon merasa ditolak.
Entah kenapa Arlon tidak seperti biasanya yang selalu berusaha mengerti Alana, tak ada kelembutan apalagi kecupan sayang. Arlon langsung berlalu meninggalkan Alana.
“Maafkan aku, Lon!”
Alana menangis, menumpahkan semua kesakitannya.

≈Ω◊Ω◊Ω◊Ω ≈

No comments:

Post a Comment