Alana memandang wajah Arlon yang sedang tertidur
pulas disampingnya. Ia tersenyum melihat wajah Arlon yang polos seperti bayi.
Alana memainkan bulu mata Arlon yang lebat dan
lentik.
“Kamu sedang apa? “ Tanya Arlon tiba-tiba, membuat
Alana sedikit terperanjat.
“Kamu belum tidur?”
Arlon memeluk Alana, kemudian membuka matanya dan
tersenyum sambil menatap Alana. “Gimana aku bisa tidur kalo kamu maenin terus
bulu mataku!”
Alana tersenyum kemudian mengecup kening, hidung,
bibir dan berakhir dengan lumatan di leher Arlon. “Terima Kasih!” Bisiknya
mendesah tepat ditelinga Arlon.
Arlon tersenyum bahagia, meskiipun tak juga
mendapatkan izin dari ibunya, setidaknya Alananya telah kembali seperti Alana
yang ia kenal. Ya, Alana yang mencintainya.
Arlon menatap wajah kekasihnya yang manis, tenang
dan dewasa tanpa berkedip.
“Kenapa? ada yang aneh dengan wajahku?” Alana merasa
tak enak terus diperhatikan dengan tatapan seperti itu, jantungnya berdetak
begitu cepat.
Arlon tersenyum lagi, kemudian membelai pipi Alana,
“Sudah lama Aku tidak melihatmu tersenyum seperti ini! Kamu tau, aku hampir
melupakan senyum kamu dan kalau sampai aku lupa, aku tidak akan bisa melakukan
apapun, karena aku akuan terlalu sibuk berusaha mengingat senyum paling indah
didunia!”
“Gombal!”
Arlon meraih lengan Alana kemudian mengecup punggung
tangannya. Mereka berpelukan lagi. Ketika bagian-bagian tubuh sensitive mereka
saling bersentuhan, api birahipun berkobar.
Tangan Arlon yang besar, mulai menjelajah liar
mencari kenikmatan. Kehangatan mengalir pelan-pelan. Arlon kemudian melilitkan
jarinya dengan jari Alana. Mereka saling berciuman. Suhu tubuh mereka saling
melebur, detak jantung dan deru nafas saling memburu, saling berpacu, saling
memberi dan mencari kenikmatan.
Tak terkontrol.
Mereka terkapar, nafasnya terengah penuh lelah. Namun
senyum Alana yang manis dan mempesona masih mampu menusuk jantung Arlon. Kembali
Arlon mendegap dan mencium Alana penuh nafsu.
Jari-jari Alana yang lentik menelusuri anak rambut
Arlon dan sesekali meremasnya.
Arlon mebopong Alana ke kamar mandi, disana Arlon
mengoleskan sabun dan menggosok seluruh tubuh Alana. Tanganya kadang nakal
bermain dititik tertentu yang membuat Alana menggelinjang. Tangan Arlon ibarat
sebuah magnit yang membuat seluruh urat tubuh Alana menegang.
Namun, kata-kata Mama Arlan tiba-tiba terbersit
dalam ingatan Alana.
“Cinderella dan Upik Abu itu hanya ada didalam
dongeng, kisah si miskin dan sikaya juga hanya ada dalam sinetron, kamu harus
tahu diri dan jangan menghayal terlalu tinggi. Jika kamu memutuskan memilih
untuk tetap bersama Arlon saya pastikan bukan hanya kamu yang tidak bahaggia,
saya juga tidak segan membuat Arlon menderita!”
Kata-kata itu membuat mata Alana panas, “Stop!”
Alana mendorong Arlon.
Jelas Arlon kaget,
Ia menatap Alana, ia tak mengerti dengan Alana.
“Maaf!” seru Alana penuh rasa bersalah.
Tak ada sepatah katapun keluar dari mulut Arlon,
Arlon merasa ditolak.
Entah kenapa Arlon tidak seperti biasanya yang
selalu berusaha mengerti Alana, tak ada kelembutan apalagi kecupan sayang.
Arlon langsung berlalu meninggalkan Alana.
“Maafkan aku, Lon!”
Alana menangis, menumpahkan semua kesakitannya.
≈Ω◊Ω◊Ω◊Ω ≈
No comments:
Post a Comment