Pages

Thursday, 20 October 2011

Please Don't Leave Me Alone, Alana! #9



Alana merasa sangat lelah, ya, beberapa hari ini ia menjaga Amar dirumah sakit. Amar menyuruhnya beristirahat, awalnya Alana menolak perintah Amar, ia tak enak hati meninggalkan Amar sendirian, tapi Amar terus memastikan dirinya akan baik-baik saja tanpa Alana. Akhirnya Alanapun pulang ke rumah kontarkannya.
Ada yang terasa aneh, mana Aila yang selalu datang menyambut dirinya? “Aila sayang, mama pulang!” Serunya kemudian merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu.
Tak ada tanggapan. Hmmm, dan tak biasanya seperti ini. Kemana Aila? Apa ia tertidur? Ah, rasa-rasanya tidak mungkin. waktu baru menunjukkan pukul 19:07 WIB, dan Aila tidak biasanya tidur secepat ini. Dimana pula bibi yang selalu menjaga Aila? Kemana mereka?
Alana bangkit dari rebahnya. Mencari Aila dan bibi kekamarnya, kosong. Alana masuk kekamar bibi, tak ada siapapun. Alana mulai panik, Ia terus memanggil bibi dan Aila sambil terus menyusuri tempat demi tempat dikontrakannya. Kamar, dapur, kamar mandi, ruang keluarga, ruang tamu sudah ia susuri namun hasinya nihil. Aila dan bibi tak ada.
Kemana mereka Ya Tuhan? Arlon? Apa mungkin Arlon yang mengambil Aila, karena Aila itu sebenarnya anak adopsi Arlon. Tapi, bagaimana bisa? Alana tahu betul Arlon tak suka anak kecil. Jangankan bermain bersama Aila, melihat senyum Aila pun ia tak suka. Tapi kalo bukan Arlon siapa lagi? Hanya Arlon yang mampu membawa Aila pergi. Apa ini konsekuensi logis dari meninggalkan Arlon? Tidak hanya kehilangan kemewahan, Alana juga harus kehilangan Aila, permata hatinya.
Alana mulai menangis, ia tak siap jika harus kehilangan Aila, Aila satu-satunya harta paling berharga yang ia miliki, satu-satunya sumber kekuatan dan semangatnya. Tubuh Alana terasa lemas, rasanya ia tak mampu lagi menopang berat tubuhnya, tapi dengan tenaga yang tersisa ia mencoba menguatkan dirinya. Ia kembali memanggil dan mencari bibi dan Aila.
Terima kasih Tuhan...
Alana benar-benar merasa lega ketika ia melihat sosok Aila yang sedang bermain kembang api bersama bibi dihalaman belakang, “Aila…..!” panggilnya sangat Antusias.
Aila tersenyum, “Mama!” serunya kemudian berlari menghampiri Alana.
Alana berlutut dihadapan Aila, kemudian memeluk Aila erat dan menangis dipelukan Aila. “Mama kangen Aila!” bisiknya tepat ditelinga gadis cilik berusia 9 tahun, berambut panjang terurai, lesung pipit di pipinya menambah kesan manis diwajah gadis itu.
“Aila juga, mama jangan sibuk-sibuk lagi ya, untung ada papa, kalo nggak Aila bisa mati kesepian tau!”
Papa? Alana menatap seseorang yang sedari tadi berdiri dihadapan mereka, jelas itu bukan bibi. Dan jelas ia tahu betul siapa yang Aila maksud dengan papa itu.
“Arlon?” seru Alana antara bingung, terkejut dan ah entahlah.
Arlon tersenyum,
Alana mengerutkan kening. “Kamu? Kenapa kamu bisa ada disini?”
Belum sempat Arlon menjawab pertanyaan Alana, Aila sudah terlebih dulu memotong ucapan Arlon. “Mama sayang, mama lupa ya? Mama yang nyuruh papa temenin Aku karena mama sibuk kan? Mama tau gak, Aila sennnnneeeeeenggggggg banget… saat mama gak ada, papa ajak Aila jalan-jalan, papa beliin Aila Barbie, ice cream, rumah-rumahan, baju yang banyak banget, papa juga bantuin Aila belajar dan bacain Aila dongeng kalo Aila mau tidur. Dan papa bilang semua ini karena mama yang suruh, makasih mama sayang!” seru Aila polos, kemudian mengecup kening, pipi kanan, pipi kiri, hidung kemudian dagu Aila.
Alana sedikit terkejut mendengar kata-kata Aila, Arlon melakukan itu? Arlon melakukan yang Aila katakan? Tidak, tidak, itu pasti bukan Arlon.
“Dan papa janji, kalo mama pulang kita mau jalan-jalan lagi!” tambah Aila
Jalan-jalan? Tidak, kenapa semuanya jadi makin rumit, kenapa semuanya makin sulit dipahami. Kenapa semuanya, ahhh…
Alana mencoba mengonrtol isi pikirannya, ia tersenyum… “Sayang, maennya udahan dulu ya, Angin malem gak baik buat kamu!”
“Tapi ma!”
Alana lansung memotong ucapan Aila, “Kamu masuk dulu ya sama bibi, mama mau bicara dulu sama papa!”
Aila terlihat ingin menolak, tapi bibi langsung menggendongnya masuk. Iapun tak bisa berkata tidak, karena ia tahu seprtinya ada sesuatu yang orang tuanya sembunyikan, ia takut jika ia bertahan diluar bersama mereka hanya akan menjadi beban saja.
Sepeninggal Aila dan bibi semuanya menjadi dingin.
Dingin, ya, tidak hanya cuaca yang dingin, suasanapun menjadi dingin.
“Sayang, apa kamu masih marah sama aku?” Tanya Arlon mencoba mencairkan suasana.
Alana diam.
“Sayang, 1 minggu kita gak ketemu, apa kamu gak kangen sama Aku?”
“Kangen?”Alana tersenyum kecut, “Aku tak punya alas an untuk kangen kamu apalagi setelah aku tau kamu yang sebenarnya!”
Arlon berlutut dihadapan Alana, “Sayang please jangan siksa Aku kayak gini, kalo kamu marah sama aku, kamu boleh pukul aku semau kamu, aku rela, asal kamu jangan pernah berpikiran untuk meminta kita berpisah!”
Air mata Alana kembali menetes, Alana merasa Arlon terlalu menganggap mudah ini semua. “Apa kamu pikr, setelah kamu berlutut, masalah kita selesai, jika kamu piker begitu, aku akan berlutut juga supaya kamu tidak menggangguku lagi!”
“Sayang, aku minta maaf, aku benar-benar menyesal, kamu perlu tau, aku mungkin menjelajahi banyak tubuh wanita, tapi aku tak mencintai mereka, hanya kamu, hanya kamu yang ada dihariku sayang!”
“Cinta itu gak egois, Lon, jika memang kamu mencintai Aku, harusnya kamu bisa melepaskan aku! Mungkin tidak ada yang tidak bisa dimaafkan didunia ini, tapi memaafkanmu dan melupakan kejadian itu, maaf aku tak bisa. Dan aku minta, jangan merasa bersalah padaku, tinggalkanlah aku!”
“Sayang, aku tau, perbuatanku tak bisa mengembalikan hati dan perasaanmu yang terluka, namun Aku mohon beri aku kesempatan untuk membuatmu percaya dan kembali padaku, lagi pula selama ini kamu bergantung padaku, dan aku yakin kamu tak bisa hidup tanpa Aku!”
Alana tersenyum, “Kamu terlalu percaya diri, aku mohon buang aku kedalam kegelapanmu! Aku akan sangat beterima kasih jika kamu tak lagi menggangguku, dan terima kasih karena 11 tahun ini kamu yang memenuhi semua kebutuhanku, dan maaf aku tak bisa mengganti itu semua!”
“Lalu bagaimana dengan Aila? Dia juga anakku! Dia adalah hadiah hari jadi kita yang ke 11!”
“Hadiah?” Alana terkejut, “Aila itu bukan barang Lon! Apa yang kamu lakukan pada Aila tidak benar-benar tulus dari hati kamu?”
“Aku tak peduli siapapun, yang aku pedulikan hanya kamu Alana, hanya kamu!”
Alana menggeleng-gelengkan kepalanya, memapah Arlon bangun dari berlututnya dan tiba-tiba… Plllllaaaaaaaakkkkkkk…… Alana memukul pipi Arlon, “Itu untuk Aila yang sangat tulus nganggapmu Ayah! Dan jika kamu benar-benar mencintai aku dan ingin membuatku bahagia, aku mohon jangan ganggu aku!”
Alana berlalu meninggalkan Arlon, Arlon hanya diam sambil mengelis pipinya yang tadi ditampar Alana, hatinya terasa amat sangat sakit. Ia benar-benar menyesal. Amat sangat menyesal.

≈Ω◊Ω◊Ω◊Ω ≈
Note: mohon dimaklumi jika terdapat banyak kesalahan karena adegan demi adegan ini saya langsung tulis dari otak dan belum mengalami pengeditan.

No comments:

Post a Comment