Pages

Wednesday 26 October 2011

Please Don't Leave Me Alone, Alana! #11


Sedikit demi sedikit Alana sudah mulai mampu beradaptasi dengan keadaan barunya. Meski terasa sulit karena ia tak kunjung mendapatkan pekerjaan namun ia sudah lebih bisa mengendalikan kesedihannya dan ia juga sudah tau bagaimana harusnya ia bersikap menghadapi Arlon dan dunia yang kadang kejam kepadanya.
Ya, sampai detik ini, Arlon masih mengganggu dan mengusik hidupnya. Ia memanfaatkan kasih sayang Aila untuk terus dekat dengan Alana. Namun, Alana tetap bersikukuh menghapus Arlon dari hidupnya, ia tak mau lagi bergantung pada orang yang membuat ia asing pada dirinya sendiri. Mungkin ini tak semudah yang ia bayangkan, namun ia yakin jalan yang ia pilih saat ini adalah yang terbaik. Ya, ada rasa lega membuncah ketika ia berpisah dengan Arlon, Alana tak lagi terkekang, ia merasa menjadi seekor binatang yang dilepaskan oleh sang majikan, ia bebas, lepas dan tak lagi terbebani dengan perintah-perintah sang tuan yang kadang tidak masuk Akal.  Kini ia tak lagi harus berpura-pura bersikap manis pada Arlon seperti peri baik hati.
Apa yang Alana rasakan terkesan sedikit jahat memang jika dibandingkan dengan bagaimana 11 tahun ini Arlon memperlakukannya. Tapi akh, bukannya dibelakang Alana Arlon juga menjahatinya, menghianatinya dan melukai harga dirinya? Rasa-rasanya rasa bahagia Alana setimpal dengan bagaimana Arlon mengkhianatinya.
Alana menghela nafas, ia menyimpan buku yang yang sedari tadi halaman perhalaman terus dibuka, namun ia sama sekali tak membacanya karena pikiran Alana terbang melayang tak tentu arah dan tujuan.
Iapun merebahkan tubuhnya kemudian mulai memejamkan matanya. Namun, belum sempat terlelap tiba-tiba ia mendengar suara pintu kamarnya terbuka.
“Arlon?” serunya terkejut ketika melihat Arlon ada dihadapannya sambil menggendong Aila.
Arlon tersenyum sambil menurunkan Aila dari gendongannya, “Mama……!!!” Aila langsung mendekap dan mengecup kening Alana.
Alana berusaha mengontol keterkejutannya, ia tersenyum menatap Aila, “Sayang, kalo mau masuk pintunya diketuk dulu ya!”
Aila tersenyum, “Ma, papa bolehkan nginep disini?”
“Nginep?”
Aila menggannguk, “Iya, nginep, udah lama papa gak nginep Aila kangen! Oh iya ma, papa juga mau loh tidur sama Aila, boleh kan ma?”
Arlon? Tidur dengan Aila? Ini pertama kalinya Arlon mau tidur bersama Aila. Sejak dulu Aila selalu ingin tidur bersama Arlon, namun Arlon terkesan cuek dan tidak mempedulikan permintaan Aila. Dann sekarang, Arlon mau tidur bersama Aila? Ini mimpi Aila, Aila pasti sangat bahagia. dan Alana tak kuasa menolak permintaan Aila.
“Tentu boleh dong sayang!”
Aila dan Arlon saling melempar senyum,
“Bener ma?”
Alana mengangguk. Ia mengenakan kacamatanya kembali “Biar kalian tidur disini, nanti mama tidur sama bibi?”
Aila mengerutkan kening, “Kenapa kita gak tidur bertiga aja? Mama lagi marahan sama papa ya? Mama mau cerai ya sama papa?” Tanya Aila yang tak tahu apa-apa polos. Raut mukanya terlihat begitu sedih.
“Cerai? Kamu tau dari mana soal cerai sayang?” Tanya Alana sambil mengelus rambut Aila.
“Amel temen Aila orang tuanya bercerai ma, kata dia, punya orang tua bercerai itu gak enak dan bikini a menderita, ia diperlakukan seperti boneka, dua minggu ia dipaksa untuk menginap dirumah papanya, dua minggu kemudian ia diharuskan tinggal sama mamanya, dan Aila gak ingin kayak gitu! Meskipun papa jarang banget mau deket sama Aila, tapi tiap hari liat papa kecup pipi mama, Aila udah seneng banget!”
Alana menatap Arlon. Arlon tersenyum padanya.
Arlon berjongkok ikut mengelus rambut Aila, “Aila sayang, gak tidur satu kamar, bukan berarti papa sama mama mau cerai!” Arlon menatap Alana, “Papa sayang sama mama, papa hgak akan mungkin nyerain mama!”.
Aila cemberut, “Seumur hidup Aila belum pernah tidur sama mama sama papa…! Aila pengen deh sehari aja tidur sama kalian berdua!”
Arlon tersenyum, “Buat anak papa yang cantik, Papa gak bisa nolak!” Arlon mengelus rambut Aila penuh kasih sayang.
Alana benar-benar tak percaya, Arlon bisa berubah sedrastis ini.
Aila dan Arlon menatap Alana,
“Boleh kan ma? Mama gak usah ke kamar bibi, nanti Aila janji, Aila grusak grusuk tidurnya biar kasurnya gak sempit!”
Alana tersenyum, ia mengelus pipi Aila. Tak ada pilihan lain selain mengiyakan, ia tak mau merusak kebahagiaan Aila.
Meskipun sudah memutuskan berpisah, tapi mereka masih punya kewajiban membesarkan Aila selayaknya seperti anak-anak lainnya, Alana sama sekali tidak mau pertumbuhan dan perkembangan Aila terganggu cuma gara-gara keegoisannya.
Alana tidur dengan memunggungi Aila dan Arlon.
Aila mendekap Alana erat, “Aila bahagia bangggeettt! Nanti kalo Aila ulang tahun, Aila minta kita gini lagi ya…!” seru Aila penuh bahagia.
“Ini sudah malam sayang, besok lagi ya bicaranya!” Seru Alana masih tetap tidur dengan memunggungi mereka.
Arlon mengelus rambut Alana, Alana menghempaskannya. Arlon menyimpan lengannya tepat diatas lengan Aila yang sedang memeluk Alana, Aila kembali menghempaskannya.
Arlon merasa sedih dan kecewa, karena Alana ternyata benar-benar mampu berpisah dengannya.
≈Ω◊Ω◊Ω◊Ω ≈

Alana merasa Ada yang memainkan Anak rambutnya dan mengecup rambutnya berkali-kali.
Alana membuka matanya, ia lihat jari-jari Arlon sedang menyisiri rambut Alana. Ya, sejak dulu Arlon memang senang memainkan anak rambut Alana. Namun sekarang kondisinya berbeda, Arlon bukan siapa-siapa Alana lagi dan ia tak berhak melakukan itu pada Alana.
Alana berbalik, “ Berhentilah bersikap seperti anak kecil, hubungan kita sudah berakhir, kamu tidak sepantasnya melakukan itu padaku!” Seru Alana penuh penekanan.
“Kita sudah punya hubungan sangat jauh, k arena itu aku tak bisa berbalik. Kamu milikku dan selama akan menjadi milikku, kamu tak akan mampu hidup tanpa aku!”
Alana tiba-tiba sadar Aila tidak ada dikasur, “Aila, mana Aila?” Serunya dengan mata menelusuri seluruh ruangan, mencari-cari.
“Aku pindahkan ke kamar bibi!”
Ya Tuhan, apa yang sebenarnya ada dipikiran Arlon.Arlon benar-benar egois. Ia sama sekali tak memikirkan perasaaan Aila.
Arlon memegang lengan Alana, “Sayang, kembalilah padaku!”
Alana marah, ia benar-benar tak suka dengan sikap Arlon yang sangat kekanak-kanakan. Ia menatap Arlon dengan tatapan benci, “Aku tak punya alas an ungtuk kembali kepelukan orang egois seperti kamu!”
“Kamu tak akan bisa hidup tanpa aku, kamu butuh aku!”
Alana tersenyum kecut, “Jangan terlalu percaya diri, kalau saja kamu tidak mempersulit aku dalam mencari kerja, aku mungkin sudah hidup baik-baik saja! Pergilah dan lupakan aku!”
“Sayang, aku tak bisa hidup tanpa kamu, kamu satu-satunya yang aku cinta!”
“Cinta? Aku rasa itu bukan cinta. Bagaimana bisa kamu bicara cinta tapi dibelakang aku kamu tidur diranjang bersama perempuan lain?”.
“Al, aku gak serius sama mereka, aku Cuma mau serius sama kamu!”
“Kalo kamu serius kamu harusnya mampu meyakinkan ibu kamu!”
“Al, please ngerti aku, mama aku sudah cukup terluka dengan masalah-masalanya sama papa, jika aku tak menurutinya, aku takut dia drop lagi, kamu harus sabar, aku akan terus berusaha meyakinkan dia!”
“Dari dulu kamu selalu minta aku sabar, kamu pikir hanya mama kamu yang sakit? Kamu tau perasaan aku saat kariawan-kariawan kamu memangdang aku sebagai wanita murahan? Kamu tau perasaan aku saat orang yang aku percaya, tumpuan hidup aku mengkhianatiku?Sakit Lon, sakit! Sampai-sampai rasanya aku tak lagi bisa bernafas!” Air mata Alana menetes. “Dan sekarang kamu minta aku sabar? Kamu tidak tahu dan tidak akan pernah tahu bagaimana sakitnya perasaan aku, kamu terlalu egois untuk tahu itu!”
“Sayang, aku janji, jika kamu mau kembali kesisiku, aku mau berubah, aku akan mencoba memahami perasaanmu, aku tidak akan egois lagi!”
Alana kembali tersenyum sinis, “Sorry Lon, aku gak percaya lagi kata katamu! Oh iya,  jangan bawa-bawa Amar, jangan persulit  hidup dia, keputusan aku sama sekali gak ada hubungannya dengan dia!”
“Aku akan melepaskan Amar hanya jika kamu mau kembali padaku, kamu akan menyesal jika kamu tidak kembali, aku bahkan bisa membuat Amar tidak hanya menderita, aku juga bisa buat dia sekarat!”
“Saiko!” seru Alana yang kemudian berlalu meninggalkan Arlon.
“Arrrrrgggggggggghhhhhhhi!” Arlon memukul kasur menuangkan emosinya. “Aku pasti akan membuat kamu kembali Al, pasti!” serunya dengan tatapan kosong.
Air mata Arlon kembali menetes, ia terlarut dalam kesedihan, ia amat sangat merindukan Alana, ia sangat ingin Alana kembali kesisinya, kesedihan ini kesedihan yang tak akan ia lupakan seumur hidupnya, kesedihan ini kesedihan yang tetap tak mampu membuat ia bisa menerima kenyataan bahwa Alana bukan miliknya lagi.

≈Ω◊Ω◊Ω◊Ω ≈
Note: mohon dimaklumi jika terdapat banyak kesalahan karena adegan demi adegan ini saya langsung tulis dari otak dan belum mengalami pengeditan.

No comments:

Post a Comment