Hmmpphhh, Alana baru
menyadari bahwa cinta dan kesedihan itu ternyata berjalan beriringan. Ya, hidup
dalam ada dan tiada tanpa ada kepastian.
Apa yang Alana rasakan
& Alana lihat benar-benar tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Rasanya
seperti dihantam badai besar sedahsyat tsunami. Semuanya kelam, gelap,
menyakitkan dan tak bisa digambarkan dengan mudah.
Sekelebat kenangan,
sekelumit kisah dan sepenggal cerita, tiba-tiba meraksuk pikirannya. Dan itu
makin memperburuk suasana hati Alana. Alana benar-benar terpukul. Harusnya ia sadar bahwa cinta hanya mimpi
yang sebentar, harusnya ia sadar bahwa hidup tidak selamanya bahagia dan
harusnya ia selalu sadar bahwa kenyataan kadang lebih menakutkan dari bayangan.
“Aku sangat menyukaimu
dan aku tak akan pernah membuatkamu terluka!”
Kata-kata itu masih
sangat jelas terngiang di telinga Alana. Ya, itu kata-kata yang selalu Arlon gunakan
untuk menguatkan Alana saat Alana meragukan cinta Arlon.
Saat Alana lemah, Arlon
datang dengan cinta yang tulus, membuatnya berani dan percaya. Tapi apa?
Ternyata kata-kata itu hanya kata gombal semata. Ia benar-benar sedih karena
Arlon mempermainkan hati, cinta dan perasaannya.
Alana memang sudah
terbiasa dengan segala bentuk kesakitan, tapi ahhh, ini benar-benar bukan
perkara mudah. Arlon adalah satu-satunya orang yang selalu ada disamping Alana
saat keadaan apapun sejak 11 tahun yang lalu, bagaimana bisa Alana begitu saja
membencinya, tapi, memaafkannya juga Alana belum siap.
Alana berusaha pergi dari
hadapan Arlon, namun Arlon langsung mencekal
lengan Alana, kemudian memapah Alana ke luar diskotik. Diluar ia
langsung bersujud dikaki Alana dan meminta maaf berulang-ulang. Arlon menangis.
Ah, Alana paling tidak tahan jika melihat seorang laki-laki menangis. Arlon
memeluk Alana, tanpa sadar air mata Alanapun menetes, Alana tak membalas
pelukan Arlon dan itu membuat Arlon beranjak dari Alana. Arlon kembali berlutut
dan memegang erat lengan Alana.
Arlon ingin Alana
mendengar penjelasannya.
Alana tersenyum. “Tak ada
lagi yang perlu dijelaskan bukan? Semuanya sudah sangat jelas!”
Alana mengambil foto-foto yang dari tadi dipegangnya lalu
menyerahkannya pada Arlon, “Yang tadi itu, bukan yang pertama bukan?”
Tadi Alana melihat Arlon
sedang bermesraan, tidak hanya saling merangkul, tapi berpelukan, berciuman,
dan ah, mungkin jika Alana tak datang, semua itu sudah berakhir dikasur.
Arlon diam, ia tak bisa
mengelak. Ia benar-benar merasa bersalah. “Maaf sayang!”,
Air mata Alana membanjir.
Arlon memeluk Alana,
namun Alana mendorongnya.
“Sayang please!”
“Aku butuh waktu sendiri,
jika memang benar kamu sayang aku, aku mohon, biarkan aku sendiri, aku butuh
waktu!”
Tak ada yang dapat Arlon
lakukan selain menuruti Alana, karena jika Arlon terus memaksa Alana, Arlon
takut Alana akan benar-benar meninggalkannya.
Ia sadar, ia memang salah.
Tapi kenukar kesalahannya dengan kehilangan Alana, ia benar-benar tak rela.
≈Ω◊Ω◊Ω◊Ω ≈
“Cari tahu siapa yang
mengambil foto-foto itu!” Seru Arlon angkuh sambil melemparkan foto-foto
dirinya yang sedang bermesraan dengan wanita yang jelas bukan Alana ke meja
Amar.
Amar menatap Arlon tajam dengan
amarah yang coba ditahan. “Tak perlu dicari, orang itu ada dihadapan kamu
sekarang!”
Arlon menatap Amar tak mengerti.
Amar mengangguk, “Ya,
saya yang mengambil foto-foto itu dan saya yang memberitahu Alana!”
“Lu?” Arlon tak percaya.
“Saya mencintai Alana dan
saya ingin melihat dia bahagia! saya ingin melindungi Alana!” Seru Amar penuh
keyakinan. Matanya masih menatap Arlon tajam.
Ada rasa lega menyelinap
tiba-tiba direlung bathinnya. Akhirnya ia bisa berkata jujur. Akhirnya dunia
tau cintanya. Akhirnya ia tak harus menyembunyikan perasaannya lagi. Amar
tersenyum.
“Penghianat!” Tanpa
basa-basi Arlon langsung menghajar Amar. Namun tak sedikitpun Amar membalas
Arlon, Arlon makin geram, ia makin membabi buta.
Ketika orang-orang kantor
tau, mereka langsung memisahkan keduanya dan buru-buru membawa Amar kerumah sakit.
Tubuh Amar penuh darah dan lebam.
Namun, yang membuat
semuanya heran, Amar masih sempat menyunggingkan senyum. dan sepertinya tak sedikitpun
terlihat kesakitan.
≈Ω◊Ω◊Ω◊Ω ≈
No comments:
Post a Comment