Pages

Tuesday, 11 October 2011

Please Don't Leave Me Alone, Alana! #7



Hmmpphhh, Alana baru menyadari bahwa cinta dan kesedihan itu ternyata berjalan beriringan. Ya, hidup dalam ada dan tiada tanpa ada kepastian.
Apa yang Alana rasakan & Alana lihat benar-benar tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Rasanya seperti dihantam badai besar sedahsyat tsunami. Semuanya kelam, gelap, menyakitkan dan tak bisa digambarkan dengan mudah.
Sekelebat kenangan, sekelumit kisah dan sepenggal cerita, tiba-tiba meraksuk pikirannya. Dan itu makin memperburuk suasana hati Alana. Alana benar-benar terpukul.  Harusnya ia sadar bahwa cinta hanya mimpi yang sebentar, harusnya ia sadar bahwa hidup tidak selamanya bahagia dan harusnya ia selalu sadar bahwa kenyataan kadang lebih menakutkan dari bayangan.
“Aku sangat menyukaimu dan aku tak akan pernah membuatkamu terluka!”
Kata-kata itu masih sangat jelas terngiang di telinga Alana. Ya, itu kata-kata yang selalu Arlon gunakan untuk menguatkan Alana saat Alana meragukan cinta Arlon.
Saat Alana lemah, Arlon datang dengan cinta yang tulus, membuatnya berani dan percaya. Tapi apa? Ternyata kata-kata itu hanya kata gombal semata. Ia benar-benar sedih karena Arlon mempermainkan hati, cinta dan perasaannya.
Alana memang sudah terbiasa dengan segala bentuk kesakitan, tapi ahhh, ini benar-benar bukan perkara mudah. Arlon adalah satu-satunya orang yang selalu ada disamping Alana saat keadaan apapun sejak 11 tahun yang lalu, bagaimana bisa Alana begitu saja membencinya, tapi, memaafkannya juga Alana belum siap.
Alana berusaha pergi dari hadapan Arlon, namun Arlon langsung mencekal  lengan Alana, kemudian memapah Alana ke luar diskotik. Diluar ia langsung bersujud dikaki Alana dan meminta maaf berulang-ulang. Arlon menangis. Ah, Alana paling tidak tahan jika melihat seorang laki-laki menangis. Arlon memeluk Alana, tanpa sadar air mata Alanapun menetes, Alana tak membalas pelukan Arlon dan itu membuat Arlon beranjak dari Alana. Arlon kembali berlutut dan memegang erat lengan Alana.
Arlon ingin Alana mendengar penjelasannya.
Alana tersenyum. “Tak ada lagi yang perlu dijelaskan bukan? Semuanya sudah sangat jelas!”
Alana mengambil  foto-foto yang dari tadi dipegangnya lalu menyerahkannya pada Arlon, “Yang tadi itu, bukan yang pertama bukan?”
Tadi Alana melihat Arlon sedang bermesraan, tidak hanya saling merangkul, tapi berpelukan, berciuman, dan ah, mungkin jika Alana tak datang, semua itu sudah berakhir dikasur.
Arlon diam, ia tak bisa mengelak. Ia benar-benar merasa bersalah. “Maaf sayang!”,
Air mata Alana membanjir.
Arlon memeluk Alana, namun Alana mendorongnya.
“Sayang please!”
“Aku butuh waktu sendiri, jika memang benar kamu sayang aku, aku mohon, biarkan aku sendiri, aku butuh waktu!”
Tak ada yang dapat Arlon lakukan selain menuruti Alana, karena jika Arlon terus memaksa Alana, Arlon takut Alana akan benar-benar meninggalkannya.
Ia sadar, ia memang salah. Tapi kenukar kesalahannya dengan kehilangan Alana, ia benar-benar tak rela.
≈Ω◊Ω◊Ω◊Ω ≈

“Cari tahu siapa yang mengambil foto-foto itu!” Seru Arlon angkuh sambil melemparkan foto-foto dirinya yang sedang bermesraan dengan wanita yang jelas bukan Alana ke meja Amar.
Amar menatap Arlon tajam dengan amarah yang coba ditahan. “Tak perlu dicari, orang itu ada dihadapan kamu sekarang!”
Arlon menatap Amar tak mengerti.
Amar mengangguk, “Ya, saya yang mengambil foto-foto itu dan saya yang memberitahu Alana!”
“Lu?” Arlon tak percaya.
“Saya mencintai Alana dan saya ingin melihat dia bahagia! saya ingin melindungi Alana!” Seru Amar penuh keyakinan. Matanya masih menatap Arlon tajam.
Ada rasa lega menyelinap tiba-tiba direlung bathinnya. Akhirnya ia bisa berkata jujur. Akhirnya dunia tau cintanya. Akhirnya ia tak harus menyembunyikan perasaannya lagi. Amar tersenyum.
“Penghianat!” Tanpa basa-basi Arlon langsung menghajar Amar. Namun tak sedikitpun Amar membalas Arlon, Arlon makin geram, ia makin membabi buta.
Ketika orang-orang kantor tau, mereka langsung memisahkan keduanya dan buru-buru membawa Amar kerumah sakit. Tubuh Amar penuh darah dan lebam.
Namun, yang membuat semuanya heran, Amar masih sempat menyunggingkan senyum. dan sepertinya tak sedikitpun terlihat kesakitan.

≈Ω◊Ω◊Ω◊Ω ≈

No comments:

Post a Comment