Pages

Thursday, 27 October 2011

Please Don't Leave Me Alone, Alana! #12

Alana berjalan tergesa-gesa setelah turun dari taksi. Ia benar-benar panik, beberapa menit yang lalu ia mendapatkan SMS dari adiknya bahwa jantung ibunya kumat lagi.
“Kak!” Panggil Adit yang sedang berdiri diluar pagar rumah mereka.
“Adit? Kenapa kamu disini? Ibu, bagaimana keadaan ibu sekarang?”
“Kak, ibu tidak sakit. Kak Arlon ada disini, lebih baik kakak pergi sekarang!”
“Arlon?” Alana menatap pintu rumah mereka didepan rumah itu ada sebuah mobil yang sangat familiar baginya. Ya, mobil
Adit mengangguk, “Kak Arlon menggunakan kelemahan ibu untuk membuat kakak kembali kesisinya, lebih baik kakak pergi sekarang!”
Air mata Alana menetes. Alana benar-benar sedih, bukan karena ada Arlon. Tapi karena ibunya, kenapa ibu begitu tega membohonginya? Kenapa ibu tak pernah mau mengerti perasaannya? Kenapa ibu tak pernah ingin tahu masalahnya? kenapa hanya uang, uang dan uang?
“Kak!” Adit mendekap kakaknya, berusaha member kehangatan dan ketenangan, “Pergilah dan berbahagialah!”
Alana menghela nafas, ia kemudian menghapus air matanya, “Kenapa harus pergi? Jika yang ibu mau kakak kembali pada Arlon, kakak akan lakukan!”
“Kak!” Adit memegang lengan kakaknya. “Aku gak yakin kakak akan bahagia jika kakak dengan kak Arlon!”
Alana tersenyum, “Kebahagiaan kakak adalah melihat kalian bahagia!”
“Kak, please jangan masuk!”
Alana memegang pipi Adit dan menatap matanya penuh kasih sayang, “Tugas kamu Cuma belajar dan buat kakak bangga!”
Serunya, kemudian berjalan memasuki rumah.
“Sayang, liat! Nak Arlon memberikan ibu kalung ini! Oh iya, dia juga membelikan kita mobil, kamu lihat mobil mewah didepan itu untuk kita!”  seru sang ibu antusias sambil memegang kalungnya.
Alana benar-benar kesal sang ibu menyambutnya dengan kata-kata seperti itu. Ia berjalan kemudian berhenti tepat didepan Arlon. Alana menatap Arlon dengan tatapan wanita dewasa yang telah matang, matanyanya memang agak berkaca-kaca, tapi ia menatap tanpa keraguan.
“Apa yang kamu mau sebenarnya?”
Arlon tersenyum, “Seharusnya tanpa bertanya juga kamu tau, sayang!” Arlon mengusap pipi Alana dengan jari telunjuknya.
“Apa yang akan aku dapatkan jika aku menuruti kemauan kamu?”. Tantang Alana.
“Aku akan menjamin keselamatan dan kehidupan layak untuk Amar, aku akan berikan keluarga kamu mobil, uang yang banyak dan aku akan menuruti semua mau kamu, bagaimana?” Arlon tersenyum.
Air mata Alana menetes, ia buru-buru menghapusnya. “Beri aku waktu 3 hari untuk berfikir!”
Arlon kembali tersenyum kemudian mengecup Alana, “Sudah kubilang, kamu tak akan bisa lepas dari aku sayang! Kamu milik aku selamanya!”
Alana menatap Arlon dengan tatapan penuh kebencian. Ingin rasanya saat itu juga Alana meludahi Arlon. Tapi ah, tak ada gunanya dan tak akan merubah apapun.
Andai saja hidup Amar tidak dipersulit Arlon, andai saja ibunya tidak mata duitan, andai saja ia tidak mempunyai beban yang ia tanggung, ia tak ingin kembali kepada Arlon.
Bersama Arlon hanya membuat Alana lemah dan kehilangan harga dirinya.

≈Ω◊Ω◊Ω◊Ω ≈

“Tadi Nak Arlon titip ini ke ibu!” Suara ibu membuyarkan lamunan Alana, Alana menorah menatap sebuah handphone yang yang ada digenggaman sang ibu. “Dia pesen kamu gak boleh lagi mengabaikan dia, ibu harap juga begitu, dia itu baik sama kamu dan ibu yakin dia bisa membuat kamu bahagia!”
“Apa ibu rela anaknya terus-terusan kumpul kebo?” Alana menatap mata ibunya tajam, “Ah, pasti ibu setuju-setuju saja, yak an?” Alana tergugu “Toh yang ada dipikiran ibu itu uang, bukan aku!”
Plllaaaakkkk…  sang ibu menampar Alana “Alana!” bentaknya kemudian berlalu meninggalkan Alana begitu saja.
Alana memegang pipinya yang terkena tamparan sambil memandang ke pintu kamarnya, “Yang aku butuh pelukan bu, bukan tamparan!” Air mata Alana menetes. Ia menangis penuh rasa sakit.

≈Ω◊Ω◊Ω◊Ω ≈


Note: mohon dimaklumi jika terdapat banyak kesalahan karena adegan demi adegan ini saya langsung tulis dari otak dan belum mengalami pengeditan.

No comments:

Post a Comment