Pages

Tuesday, 27 September 2011

Please Don't Leave Me Alone, Alana! #1


Keraguan adalah benih ketakutan. Ya, itulah yang setidaknya sedang Alana rasakan sekarang. Jujur saat ini ia enggan sekali membuka matanya, lebih baik terpejam dengan suasana hati sepi daripada harus kembali kedunia nyata yang kejam dan tak berperasaan. Ia benar-benar lelah menghadapi semuanya, ia ingin berhenti.
Namun, ciuman, pelukan dan sentuhan Arlon membuat matanya tak mampu lagi terpejam meski dipaksakan. Perlahan dengan enggan iapun membuka matanya.
Arlon mempererat pelukannya “Pagi sayang!” sapanya kemudian mengecup kening Alana.
Saat ini ia benar-benar tak mood untuk bermesraan. Ia melepaskan pelukan Arlon, memungut pakaiannya kemudian mengenakannya.
Arlon memeluk Alana lagi. Alana melepaskannya lagi.
Ini benar-benar bukan Alana yang Arlon kenal. Arlon menatap Alana “KAmu kenapa sayang? Kamu sakit?” Tanyanya cemas.
Alana diam. Matanya kemudian menatap Arlon tajam. 
Arlon masih saja berusaha bersikap manis, mengecup pipi, bibir, hidung, telinga dan leher Alana. Saat Arlon meminta lebih, “Aku lelah!” Bisik Alana sambil mendorong Arlon pelan.
Arlon mengalah, ia tak bisa memaksa. Ia berlalu meninggalkan Alana sendiri. Berusaha memberikan Alana waktu untuk menenangkan diri meskipun sampai saat ini Arlon benar-benar tak tahu kenapa Alana bersikap dingin seperti itu, biasanya meskipun tak diminta Alana akan memberikannya lebih.
Arlon berusaha mengingat kejadian semalam, takut jika ada kata-kata atau sikapnya yang menyakiti Alana, tapi saat ini ia sedang tidak mabuk, ia jelas mengingat betul kejadian semalam, dan semuanya baik-baik saja. Lalu kenapa Alana seperti ini? Apa Alana mimpi buruk? Ahhh, entahlah…
Arlon kembali dan duduk dikasur dengan membawa segelas susu untuk Alana. Alana menggeleng, menolak susu buatan Arlon.
“Kamu kenapa sayang? Tidak biasanya kamu seperti ini?” Tanya Arlon yang kemudian mengecup rambut Alana lembut.
“Sebaiknya kamu mandi sekarang!”
“Kamu?” Arlon mengerutkan dahi “Bukannya kita selalu melakukannya berdua?”
Alana menatap Arlon lagi, “Aku lelah seperti ini!”
“Lelah? Lelah bagaimana maksud kamu?”
“Andaikan aku tau cinta memikul perasaan sakit luar biasa,  dulu aku tak mau mengenalmu dan memutuskan untuk hidup seperti ini!”
“Kamu menyesal?”
Alana tersenyum kecut, “Aku tidak mau selamanya seperti ini, aku ingin kamu mengambil keputusan!”
“Keputusan?”
“Restu ibumu atau tinggalkan aku!”
“Alana, kamu bercanda kan? Kenapa kamu tiba-tiba mengambil keputusan seperti itu? Itu benar-benar bodoh! Kita sama-sama tau, mamiku tak akan pernah bisa merestui kita!”
“Kalau begitu, tinggalkan aku!”
Arlon menajamkan tatapannya “Kalau saja aku bisa, dari dulu aku sudah meninggalkanmu, tapi aku tak bisa, aku cinta kamu sayang, dan aku sama sekali tak bisa hidup tanpa kamu!”
“Aku wanita biasa Lon, Aku tak bisa terus-terusan hidup tanpa ketidakpastian seperti ini!”
“Kenapa saat ku minta kamu lari bersamaku kamu menolak? Bukankah akan lebih baik? Atau” Arlon menghela nafas “Kamu  lebih cinta hartaku sehingga kamu tak mau kehilangannya?”
Plaaaaakkkkkkkk……
Alana menampar Arlon. Alana benar-benar tak percaya bahwa Arlon berkata seperti itu.
“Lari dari masalah hanya akan menambah masalah baru!” Seru Alana yang kemudian berlalu meninggalkan Arlon.
Arlon mengejar Alana. “Sayang tunggu!” Arlon menahan langkah Alana dengan memegang tangan Alana. “Jangan pergi!” Arlon memeluk Alana.
Alana melepaskan pelukan Arlon. “Aku beri kamu satu minggu untuk berfikir!” serunya kemudian mengabaikan Arlon begitu saja.
Arlon menjatuhkan tubuhnya, iapun menangis. “Alana!” teriaknya penuh penyesalan.
Arlon punya segalanya dan bisa mendapatkan segalanya. Satu-satunya kelemahannya adalah Alana. Arlon tak bisa hidup tanpa Alana. Alana begitu berarti untuknya. Tapi ia juga tak bisa melukai hati ibunya, ibu yang sudah menjaga dan membesarkannya, dengan kasih sayang dan harta melimpah. Orang yang ia cintai sama besar seperti ia mencintai Alana.
Semua kebahagiaan yang Arlon rasakan semalam, berubah menjadi kesedihan.
Arlon menutup matanya, dan satu-satunya yang ia ingat hanya senyum Alana.
Alana! Kemarin, hari ini, atau besok aku masih ingin berharap banyak padamu. Jadi tolong jangan siksa aku seperti ini!
Itulah sms yang Arlon kirim sebelum ia melanjutkan aktifitasnya.

≈Ω◊Ω◊Ω◊Ω ≈

No comments:

Post a Comment