Memandang bulan purnama menjadi kebiasaan Melati saat ini. Hal ini dia lakukan semenjak meninggalnya Faris, kekasihnya. Hidup Faris berakhir ketika 3 butir peluru menembus dadanya. Tragis. Berita duka itu Melati dapatkan dari televisi.
Waktu menunjukkan pukul 23:15 WIB. Suara jam terdengar begitu nyaring karena suasananya yang senyap, bunyinya seirama dengan detak jantung Melati.
Hmmm, Ketika Faris masih hidup, setiap purnama tepat jam 23:15 WIB seperti ini, Melati biasa mendengar siulan seperti suara burung, itu adalah siulan Faris yang mengisyaratkan kepada kekasihnya bahwa dia telah datang dan sedang menunggu dikerumunan pohon pisang didepan rumahnya. Dan tanpa pikir panjang lagi, Melati langsung membuka pintu untuk mempersilahkan Faris masuk kerumahnya. Lalu dia memberi kecupan yang mesra penuh kehangatan, lidah keduanya saling memberi, saling membagi. Keduanya terlibat dalam kemesraan selama dua atau tiga jam
Namun kini semuanya telah berakhir, tak ada ciuman mesra, tak ada keintiman, tak ada siulan, tak ada senyuman. Semuanya terasa hambar, mengambang dan kelam.
Melati duduk diberanda rumahnya, sorot matanya menerawang kelangit, mencoba menembus batas pandangan. Angin bertiup kencang membentur wajah dan tubuhnya, dia membiarkan saja.
Melati menitikan air mata, mukanya mendongak menatap bulan, bulan yang selalu jadi saksi pertemuannya dengan Faris. Dan bulan pulalah yang sekarang menjadi saksi kesendiriannya.
Dia teringat pertemuan terakhirnya dengan Faris. Ketika itu dia dapati Faris diambang pintu berlumuran darah. Tentu saja Melati kaget, baru kali ini ia dapati Faris dalam kondisi seperti ini. Tanpa disuruh, Faris nyelonong masuk.
Dia berbaring dikursi panjang yang ada diruang tamu. Dia mulai meringis kesakitan, bahkan sesekali meraung2. Darah mengucur dihapir semua bagian tubuhnya. Tentu saja Melati panic dibuatnya.
“Gimana ini mas? Apa yang harus Melati lakukan???” Melati tampak seperti orang bodoh.
“Tolong obati aku dik! Bersihkan lukaku dengan air hangat, olesi dengan obat luka, lalu balut!”
Melati mengangguk2an kepalanya kemudian mengikuti apa yang diperintahkan kekasihnya. Dengan cekatan dia mengambil sebaskom air, obat2an dan perban. Seperti seorang perawat Melati mengobati luka2 ditubuh Faris dengan penuh kasih sayang.
Akhirnya, Faris merasa lebih tenang, luka2nya tidak lagi mengeluarkan darah. Dan rasa sakitnyapun berkurang.
“Apa yang sebenarnya terjadi mas?” Tanya Melati cemas
“Malam ini aku sial, dik. Aku dikeroyok warga, untung aku bisa meloloskan diri, Cuma sayang, lengan dan punggungku kena bacokan. Hmmm, entah bagaimana nasib temanku, si Mail sekarang. Mungkin dia sudah hangus dibakar warga.
Melati menghela nafas dalam. Dilatunkannya istighfar berkali2 didalam hati.
“Itulah yang selalu aku khawatirkan mas, aku takut suatu saat nanti mas tertangkap warga, lalu dipukuli ramai2, kemudian dibakar hidup2 atau mati ditembak polisi. Sekali lagi aku minta mas berhenti, mas tinggalkan profesi ini, aku lebih suka mas punya sedikit uang tetapi jadi orang baik2 daripada mas punya banyak uang berlimpah tetapi hasil merampok!”
Faris memegang kemudian mengusap2 lengan Melati, “Melati sayang, zaman sekarang, cari uang jangankan yang halal, yang harampun susah, cari uang dengan cara seperti ini memang nyawa taruhannya, tapi kalau berhasil kan punya banyak uang. Kita bisa beli apa saja yang kita mau, dan yang paling penting, kamu bisa lulus kuliah, itu kan yang bapak dan ibu kamu pesen sebelum mereka meninggal dunia?”
“Tapi hidup mas gak akan bisa tenang selamanya, mas gak takut di tembak polisi atau dikeroyok warga??!”
“Ini konsekuensi logis dari profesiku!” Faris mengelus pipi melati. “dan kalaupun aku dikeroyok atau ditangkap polisi berarti nasibku lagi jelek!”
Dan perdebatan itupun berlanjut. Semakin lama semakin sengit, yang satu tak mau kalah dari yang lainnya. Lama mereka berdebat hingga akhirnya mereka berhenti juga. Bukan, bukan karena mereka telah berhasil menarik kesimpulan. Tetapi karena mereka merasaa bosan beradu mulut.
Malam ini Faris memutuskan untuk tidak keluar, dia merasa tubuhnya terlalu lemah untuk berpergian. Selama sehari penuh Faris meringkuk istirahat dirumah Melati. Sembunyi dikamar belakang. Dan selama itu pula tanpa ragu2 Melati melayani semua keperluan Faris. Sesekali mereka bercumbu, saling memberi kehangatan.
Waktu terasa cepat berlalu. Tengah malam kembali datang. Faris bersiap2 untuk pergi. Sesungguhnya berat bagi keduanya untuk melepas. Tetapi Faris harus tetap pergi, ia tak mau keberadaannya terendus oleh siapapun, ia juga tak mau kalau wanita yang amat sangat dicintainya terjerat kedalam masalahnya.
Melati mengiringi kepergian Faris dengan isak tangis, “Mas yakin akan pergi???”
Faris mengangguk, “Semuanya demi keselamatan kamu, sayang!” seru Faris kemudian mengecup kening Melati lalu menghapus air matanya, “Jangan khawatir, aku akan baik2 saja!”
Faris melangkahkan kakinya keluar, dan hilang direrimbunan pepohonan. Tinggal Melati sendiri diambang pintu mengiringi kepergian kekasihnya.
Untuk selanjutnya seperti biasa, melati harus menanggung rindu hingga purnama bulan depan tiba. Huuuufffhhh, berat sekali rasanya.
************
1 bulan telah berlalu, purnamapun telah datang kembali.
Bahagianya melihat cahaya purnama dengan rona jingganya yang malu2.
Pukul 23:15 WIB, telah berlalu…
Tak juga ada siulan.
satu jam berlalu, dua jam, tiga jam, empat jam, lima jam dan seterusnya, Melati menunggu,. Namun Faris tak kunjung menampakkan batang hidungnya.
Melati mulai resah. Kemana mas Faris Ya Allah? Tanda Tanya selalu memenuhi kepalanya, sudah hilangkah luka2 yang ada dipunggung dan lengannya, sudah sembuh betulkah dia yang sekarang entah dmana? Atau justru dia sedang berbaring mengerang menahan sakit dan tak ada seorangpun yang mengurusi? Hmmm, atau jangan2 Mas Faris sudah meninggal karena di tembak atau dihakimi warga karena ketahuan mencuri?
Entahlah, Melati begidik dibuatnya. Kembali ia lantunkan istighfar berkali2 didalam hatinya. “Aku harus menghilangkan pikiran2 buruk dari kepalaku. Aku harus mendo’akannya, meskipun sekarang dia bukan orang baik2, tapi dia begitu berarti untukku!”
Untuk menghilangkan pikirannya yang kacau, Melati menyalakan TV.
Perhatiannya langsung tertuju pada berita pagi yang disiarkan salah satu stasiun TV. Menurut si pembawa berita :
“Tadi malam, seorang laki2 berumur 27 tahun, menemui ajalnya karena ditembak oleh satuan polisi dari polres Jakarta selatan, lelaki tersebut terpaksa ditembak karena ketika hendak ditangkap dia berusaha melarikan diri. Setelah diberikan tembakan peringatan, lelaki yang berinisial FH itu tidak juga menghentikan langkahnya, dengan terpaksa polisi melepaskan tiga buah peluru ketubuh lelaki tersebut hingga menembus dadanya. FH mati ditempat kejadian. FH adalah seorang buronan kelas kakap. Telah belasan kali dia melakukan perampokan di perumahan elit dan toko emas, juga perampasan nasabah bank. Berikut liputannya!”
FH? Mungkinkah Faris Hamzah? Melati menghela nafas. Berat.
Dilayar kaca terlihat jelas seorang laki2 dengan mata yang masih terbuka disemak2 , dikerubungi oleh belasan polisi. Dan Melati begitu mengenal sosok yang tergeletak itu, ya, tidak salah lagi, dia benar2 Mas Faris, Mas Faris yang Melati cintai, Mas Faris calon suaminya, Mas Faris belahan jiwanya.
Mendengar berita itu Melati lemas, tak ada daya, tak punya upaya. Ia terjatuh kelantai. Dan kemudia Melati tak sadarkan diri. Tak ada seorangpun yang tau Melati pingsan hingga akhirnya dia terbangun kembali dengan sendirinya.
Melati menangis, meraung2, menjerit2, meronta2 seperti anak kecil yang meminta dibelikan mainan. Suara melati terdengar keras dan jelas kemana2, hingga mengagetkan para tetangga. Semua tetangga dan orang2 yang mendengar berlarian menuju rumah Melati. Dalam waktu sekejap, rumah Melati penuh, sesak.
“Ada apa neng Melati?”
“Iya ada apa? Bikin kaget orang saja?”
Mereka silih berganti bertanya2 pada Melati, tetapi dia tak menjawab. Dia tetap menangis meraung2. Salah seorang dari mereka mengambilkan air minum, lalu meminumkannya pada Melati. Beberapa orang lalu membopong melati ke kamar. Dibaringkannya diatas ranjang.
Lambat laun Melati mulai tenang. Dengan suaranya yang lembut, pak RT yang sudah tua mulai bertanya pada Melati.
“Neng Mel, kita semua kaget kenapa tiba2 neng nangis menjerit2 seperti itu. Saya yakin neng punya masalah yang berat. Mungkin kami bisa bantu…?” Tanya pak RT hati2.
“Mas Faris, anu pak RT Mas Faris…!” Melati ragu2. Ia sadar semua orang pasti akan bersikap sebaliknya.
“Ada apa dengan Mas Farismu?”
“Mas Faris meninggal ditembak polisi….!!!” Seru Melati terbata.
“Alhamdulillah, Sukuuuurrrr!” seru yang ada bersamaan, tak memikirkan betapa hancurnya hati Melati.
Saat itu juga kabar gembira tentang meninggalnya sang perampok, Faris. Tersebar dari mulut ke mulut. Mereka berharap sepeninggalnya Faris hidup mereka menjadi tenang.
**************
Bulan masih bersinar cerah, angin malam menerpa tubuhnya dengan keras hingga menembus sumsum. Melati masih saja duduk di beranda rumahnya, masih berharap suatu keajaiban datang. Ya, dengan tiba2 Faris datang memeluknya, memanjakannya, memberinya kehangatan.
Melati bertemu Faris lima tahun yang lalu. Yap, ketika mereka sama2 sekolah SMA. Semenjak pertama mereka bertemu dikelas yang sama, Melati langsung jatuh hati pada Faris yang ganteng dan pembawaannya yang cool, membuat hati perempuan yang melihatnya terpesona. Semenjak itu, setiap hari dikelas Melati selalu menyempatkan diri mengobrol dengan Faris yang notabanenya sama2 tidak memiliki orang tua. Yap, sejak bayi Faris tidak tahu siapa orang tuanya dan dibesarkan dipanti asuhan, sedang Melati orangtuanya meninggal ketika dia duduk dikelas 3 SMP karena sebuah kecelakaan. Dan cinta melati tidak bertepuk sebelah tangan, tanpa diduga Farispun memiliki perasaan yang sama. Dan sejak saat itu mereka memutuskan untuk membagi segalanya berdua.
Masalah muncul ketika mereka lulus sekolah, Ayah melati berpesan agar Melati bisa kuliah dan jadi Dokter, tapi melati benar2 tak memiliki biaya. Dan sebagai pacar Melati, Faris merasa berkewajiban untuk membiayai kuliah Melati. Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk mencari pekerjaan. Namun nasib tak berpihak padanya, pekerjaan yang menjanjikan hidup layak, tidak juga didapat. Mereka merasa putus asa.
Keinginan untuk mendapatkan uang demi Melati dengan jalan pintas pun mulai terpikirkan oleh Faris. Dia menyampaikan maksudnya pada Melati, mati2an Melati mencegah niat jahat Faris untuk terjun kedunia hitam. Mati2an pula Faris meyakinkan. Tekad Faris sudah bulat dan kuat. Jadilah dia bergabung kesebuah gank perampok yang telah sangat terkenal kebengisannya.
Meski Faris telah menjadi orang jahat. Bagi Melati, Faris tetap orang baik. Sifat Faris pada Melatipun tetap sopan dan ramah. Ya, memang Faris menjadi prampok itu karena terpaksa, demi dirinya. Ya, keadaan ekonomi yang memaksa Faris berbuat seperti itu.
Melati adalah gadis yang cantik, tutur katanya lembut dan sikapnyapun sopan. Tidak heran jika banyak laki2 yang tergila2 padanya.
Kini Melati sendiri lagi, banyak orang tau itu. Dan para lelaki satu persatu kembali mendekati Melati dan menunjukkan rasa cintanya dengan berbagai cara. Kecantikan melati bak bidadari di dongeng2.
Ada yang cuma memberikan setangkai bunga, itupun boleh memetik dipinggir jalan, ada yang datang memberikan kelapa, sebagai bukti cintanya yang keras dan segar seperti buah kelapa, ada yang datang membawa motor menawari boncengan, bahkan banyak pula para lelaki yang datang membawa mobil mewah. Namun semua itu tak sedikitpun menggoyahkan rasa cinta Melati pada faris yang sekarang entah ada d mana.
*************
Hari demi hari berlalu.
Sudah 1 tahun Melati hidup tanpa Masnya, namun rasa cinta Melati pada Faris tak juga terkubur oleh waktu.
Bahkan rasa rindunya kian menebal. Melati jadi susah makan, ssah tidur karena hal itu. Badannya menjadi kurus, mukanya mulai memucat, tidak secantik dulu, cahayanyapun mulai meredup, semangat hidupnya ikut menurun.
Sudah sering dia pergi ke dokter, tapi tak ada satu dokter dan satu obatpun yang mampu menyembuhkannya. Penyakit Melati bukanlah penyakit biasa yang akan sembuh jika pergi ke dokter atau minum obat.
Berulangkali para tetangga dan teman2 dekatnya menasehati agar melati melupakan Faris dan membuka lembaran baru hidupnya. Tapi melati tak menghiraukan semua itu. Hingga kondisinya kian memburuk.
Hari ini, Melati mulai tak bisa bangun, tubuhnya kian lemah, tak berdaya, sakitnya kian parah, untuk makan saja melati tak sanggup sendiri. Para tetangganya yang baik hati bergantian merawat Melati dengan sabar, karena mereka tau setelah Faris meninggal Melati hanya hidup sebatang kara.
Malam ini tepat purnama ke 13 setelah meninggalnya Faris. Pada malam ini, Melati absen untuk menunggu keajaiban diberanda rumahnya. malam ini Melati berbaring tak berdaya berbuntalkan bantal dan selimut rapat2. Nafasnya tersengal satu persatu.
Diiringi lafaz Allah dan Surah Yassin oleh para tetangganya . Tetesan air mata mengalir dari berpasang mata. Prihatin melihat keadaan Melati.
Do'a dan ayat suci terus mengalun hingga mengantarkan kepergian melati menyusul Faris. ya kekasih yang amat dicintainya.
Bidadari cantik itupun tiada.......
hmmmmppphhh.....
***************
saat matahari tak bercahaya...
01-11-2010
11:34
No comments:
Post a Comment