Pages

Tuesday 18 January 2011

MIMPIKU DAN PAK BUNGLON

“Bunglon… yap panggil saya si bunglon!” seru lelaki paru baya sambil menyalakan rokoknya santai.

“Kenapa harus bunglon pak?” tanyaku sambil mengerutkan kening…

“karena bunglon itu bisa selalu menyesuaikan diri dengan lingkungan tempatnya hidup!” laki2 berambut tipis dan warna rambutnya telah pudar memutih, hanya mengenakan kaos dalem dan celana kolor yang sama2 berwarna putih itu bicara tanpa menatap wajahku, beliau malah asik memainkan kepulan2 asap yang keluar dari mulutnya.

rasa penasaranku makin menggebu2… “ boleh saya tahu apa cita2 bapak waktu kecil?”

Pak bunglon itu menghela nafas kemudian menarik nafas dalam2. Dalam sekali.

“kenapa bapak sebegitunya menarik nafas?” tanyaku lagi tak berhenti berharap.

“Ini hidup saya… mau ngapain aja ya terserah saya. Toh didunia ini saya menjadi tuhan dengan t kecil.”

“maksudnya pak???” Tanyaku lagi makin penasaran

“kenapa kamu ingin tau???” untuk kedua kalinya beliau menatap ku

Aku hanya mengangkat bahu tak mampu menjawab pertanyaannya.

“saya jawab pertanyaanmu…!” katanya yang kemudian mengangkat bahu.

“kenapa bapak mengikuti langkah saya mengangkat bahu???”

“karena kamu menganggap apa yang kamu tanyakan itu tidak penting???”

“kenapa bapak bisa berpendapat seperti itu???”

“karena saya ingin berpendapat seperti itu!” serunya tanpa ekspresi.

Sungguh bapak ini mmbuat aku makin bingung.

Bapak ini terlihat makin menarik dimataku, entah kenapa.

Bukan, yang jelas bukan karena beliau hanya mengenakan kaos dalam dan celana kolor saja, tapi akh, entahlah banyak sekali pertanyaan2 menggelayut d otakku…

Owh iya, pak bunglon itu adalah seorang pelukis, tapi spesialis bunga.

ya, beliau hanya melukis bunga. Karena menurutnya bunga selalu menjadi maha karya.

Aku menghela nafas berusa mengontrol rasa penasaranku… “yang aku tanyakan pada bapak adalah hal penting pak…! aku bertanya karena aku ingin tau…!”

Beliau mereguk air putihnya, hmmm, “apa yang ingin kamu tau dari saya sampai2 matamu sebegitu berbinarnya… “ beliau membuka kacamatanya kemudian mengelap2nya dengan penuh kehati2an.
“karena saya ingin tau apa yang saya tidak tahu dan saya yakin bapak bisa menjawab ketidaktahuan saya!”

Pak bunglon tersenyum, senyumnya teduh, melihat beliau tersenyum membuat hatiku terasa damai, aman dan nyaman.

“kamu yakin sekali sepertinya?”

Aku mengangguk mantap. “kenapa bapak harus mengaku diri bapak tuhan dengan t kecil???”

“karena saya hidup untuk diri saya, tak ada yang bisa mengatur apa lagi memperbudak hidup saya, maka itu saya jadi tuhan atas diri saya. Tapi saya tahu batasan sebagai tuhan terhadap diri saya maka itu saya menggunakan tuhan denga huruf t kecil karena ada Tuhan yang lain yang lebih besar dari saya, dan saya hanya bisa diatur olehNya! Karena darinya saya datang dan kepadanya saya akan berpulang!”

Aku menatap wajah kucelnya, dengan kumis dan rambut yang tak terurus… hmmm, gak ada manis2nya kecuali senyumnya.

“bapak kenal sama Tuhan???”

Pak bunglon tersenyum. Lagi2 aku terbuai oleh senyumnya.

“siapakah Tuhan itu menurut bapak?” entah kenapa aku dengan lancangnya bertanya seperti itu, rasa penasaran itu memang tak kenal logika…

“Dia yang tak pernah meninggalkan kita, meskipun kita lari dariNya… Dia yang selalu mengenal kita meskipun kita kadang lupa atau pura2 tak mengenalNya… Dia yang selalu ada saat kita sdih, meskipun kita seringkali membuatNya terluka dengan tingkah polah kita. Dia hanya satu, kekal dan abadi…!!!” serunya dengan mata berbinar.

Sesak… penjelasan pak bunglon barusan membuat nafasku tersengal2.

Pak bunglon mereguk air putihnya lagi.

“saya tidak pernah percaya pada siapapun kecuali Dia!”

Aku menunduk, mencoba menyerap segala kata2nya…

Tiba2 satu anak, dua anak tiga anak, empat anak hingga kurang lebih 17 anak memakai pakaian muslim memasuki ruang tengah rumah pak bunglon…

Namun sebelum mereka masuk kedalam, tak lupa mereka mencium tangan padaku dan pak bunglon…

“Siapakah mereka?” batinku.

“mereka yang mengajari saya dekat dengan Tuhan…!!!” kata pak bunglon tiba2. Beliau benar2 menjawab pertanyaan yang saat ini menggelayut d otakku.

“silahkan diminum, saya permisi dulu, jika masih ada yang ingin kamu tanyakan tunggulah saya, saya akan segera kembali!”

Aku mengangguk mengiyakan. Beliau kemudian berlalu dengan santainya melewati anak2 itu.
Hmmm, aku makin penasaran…

Dari ruang tamu tempat dimana semua lukisannya berada
Aku memperhatikan anak anak itu, karena ruang tamu dan ruang tengah hanya dipisahkan oleh bedanya keramik…

Beberapa menit kemudian saya melihat sesosok pria paruh baya memakai baju koko berwarna biru telur asin lengkap dngan peci berwarna putih menghampiri anak2 itu.
Ketika menyadari beliau datang anak2 langsung duduk rapih membentuk lingkaran. Si bapak duduk d tengah lingkaran.

Dua anak menggotong meja lipat kemudian memasangnya tepat d depan beliau.
Aku benar2 bingung apa yang sebenarnya mereka lakukan lalu kemana perginya pak bunglon? Dan siapa bapak koko putih itu? Hingga akhirnya ada 2 anak yang membagi2kan juz amma, kemudian mereka membaca surat Al-fatihah bersama2.

Satu persatu anak maju kedepan. Setelah semuanya selesai, bapak itu membaca surah2 pendek kemudian menyuruh anak2 melanjutkan ketika beliau berhenti, siapa bisa di bolehkan pulang.
Namun yang menjadi pusat perhatianku kenpa yang terakhir itu, yang d beri hadiah satu bungkus permen? Buknkah pemenang itu selalu ada d awal?

Ketika anak2 sudah pulang, bapak itu menghampiriku, wajahnya benar2 tak asing d pikiranku. aku berusaha menginggat2 “pak bunglon…?”

Beliau tersenyum…

Benar2 sulit dipercaya bahwa beliau ini adalah pak bunglon yang tadi saya temui, beliau meyakinkanku dengan membuka pecinya, yap rambut tipis pudar memutih dan senyum teduhnya itu meyakinkanku bahwa beliau benar2 pak bunglon.

Ia memakai pecinya lagi kemudian duduk d depan kanvas.

“pak, kenapa bapak memberi hadiah pada yang terakhir?”

“permen itu bukan hadiah tapi musibah bagi mereka…?”

“Musibah?”

“iya, kalo dia yang tadi mendapatkan permen itu besok menjadi yang terakhir lagi, dia akan saya tugaskan untuk menghafal surah Al-Qur'an hanya dalam waktu 3 hari dan memberi dia 2 pak permen lagi, jika dia tidak bisa lagi, saya akan memberinya 3 bungkus permen dan saya tidak segan untuk memukul kaki dia memakai rotan…!” seru beliau sambil menggoreskan berbagai warna di kanvasnya.

Aku mengamati setiap goresan demi goresan dari tangannya.

Dan beberapa menit kemudian,

“ini adalah dirimu!” seru pak bunglon ketika lukisannya selesai.

Lukisan itu adalah lukisan setangkai bunga mawar, namun berbeda dengan bunga mawar pada umumnya, bunga mawar itu hanya mekar sebagian, ia tumbuh diatas kerikil, warnanyapun hitam kemerah-merahan.

Aku mengerutkan kening.

“kenapa aku sebegitu suramnya????”

“karena kamu terlalu memusingkan ucapan pedas sana-sini, taukah kamu, itu hanya melemahkan mentalmu. Kamu juga terlalu memikirkan perasaan orang lain, tanpa peduli perasaanmu sendiri. Kamu seperti bunga mawar ini yang sendiri dan terbelenggu. Kalo kamu dapat mengatasi dua masalah itu, kamu akan dapat mekar seutuhnya. Menjadi bunga mawar yang unik dan cantik, kamu akan tampak lebih istimewa dari bunga mawar pada umumnya, menjadi berbeda itu tidak selalu salah dan jelek!”

“lalu bagaimana aku harus menghiraukan sebuah kritik, sedangkan kritik itu sangat menyakitkan bagiku?”

“anggap saja ucapan pedas itu sebuah saran, bukan serangan… itu pasti akan membuatmu makin yakin pada jalan yang kamu tempuh, taukah kamu kritik itu adalah pengorbanan dari seseorang yang mungkin telah mengorbankan rasa tidak enaknya padamu!”

Aku menghela nafas, mencoba mencerna setiap kata demi kata yang keluar dari mulut pak bunglon.

“nikmatilah hidupmu, jika kritik itu benar2 melukaimu abaikan saja, tak usah terlalu peduli apa kata orang, kamu harus hidup dengan caramu. yang paling penting kamu masih berada di jalur yang benar dan tidak menyimpang! Lakukanlah kebaikan sekecil apapun misal dengan membeli permen kemudian membagikannya, duduk pasrah untuk berdzikir, menyejukan hati dengan berwudhu, atau memasrahkan diri untuksholat 2 rakaat!” serunya penuh kharisma…

“Andrea bangun, andrea….!!!” suara itu membuyarkan semuanya, aku berusaha mencerna patah kata demi kata ucapan barusan.

Antara sadar dan tidak, aku membuka mataku…

“kamu bermimpi?” ibu bertanya heran

Aku mencoba mengingat pa yang terjadi padaku barusan,

Aku tak yakin semua itu hanya mimpi…

Dan aku hanya bisa mengangkat bahu sambil membayangkan senyum teduh pak bunglon “hhhmmm, entahlah bu!”.

masih banyak yang ingin kutahu tapi kenapa semuanya sangat cepat berakhir???

SEMOGA BISA BERMANFAAT...
SEKECIL APAPUN MANFAAT ITU...

salam manis penuh kehangatan...



JOEY ANDREA

No comments:

Post a Comment