Chriska
membaringkan tubuhnya dipangkuan Catra yang sedang asik menonton berita
olahraga. Ia merasa lelah dengan beberapa masalah yang beberapa bulan ini
bertubi-tubi menyerangnya.
“Kenapa lu gak
bilang kalo Cantika sering cemburu sama gua?” tanyanya penuh lelah.
Catra menatap
Criska, “Apa kalo gua bilang semua masalah akan jadi lebih baik?” ia balik
bertanya.
Chriska menghela
nafas, “Ya nggak juga, tapi setidaknya…!”
Belum sempat
Chriska melanjutkan kata-katanya, Catra sudah lebih dulu memotong ucapanya,
“Setidaknya apa? Setidaknya lu bisa ngejauh dari gua?”
Chriska tersenyum,
namun wajahnya sama sekali tidak menampakkan bahagia.
“Jangat terlalu mikirin
dia, dia lagi serba sensitive!”
“Lain kali kalo gua
minta tolong sama lu, terus lu lagi sama dia, lu jangan tolongin gua?”
“Mana bisa gitu?”
Chriska diam, ia
tak menjawab pertanyaan Catra, entah tertidur betulan atau pura-pura tidur,
hanya dia dan Tuhan yang tau.
Catra mengelus
rambut perempuan yang sudah dianggapnya sebagai adik itu lembut. “Kelak,
semuanya akan berakhir!” bisiknya tepat ditelinga Chriska.
“Haaaayyyoooo…
ngapain luuu!” Chepy datang tiba-tiba dan langsung salah paham.
Catra yang selalu
tenang dan diplomatis tetap mengelus rambut Chriska. “Gua Cuma nyoba kasih dia
kekuatan dan kehangatan sebagai seorang kakak!”
Tak lama, Chikopun
datang menghampiri mereka, “Ahhh, keenakan tuh Chriska!” Chiko iseng mendorong
tubuh Chriska sampai jatuh tersungkur kelantai.
Chriska bangun, “Ya
ampun, gak bisa apa kasih gua sedikit aja ketenangan, masalah gua tuh lagi
numpuk, gak bisa apa lu care sedikit sama gua?” serunya sambil melirik tajam
Chiko. Dia memang pengganggu kelas kakap.
“Emang bisa sebuah
masalah kelar, Cuma gara-gara lu tidur dipangkuan seseorang. Hmmm, jangan
gunain kesempatan dalam kesempitan deh!” Goda Chiko.
“Udah jangan
berantem, gak ada gunanya, malah bikin capek!” Chepi melerai.
Chriska dan Chiko
saling menatap, tatapan mereka saling bertanya dan saling mengisyaratkan,
“Tumben Chepi bener, salah minum obat kali ya?”
“Hmmmmm, gua mau
minta tolong nih!”
Jiiiiaaaaahhhhh,
bener karena ada maunya ternyata.
“Boleh kan?”
“Kita bilang nggak
juga pasti lu maksa!” seru Chriska dan Chiko kompak, sedang Catra hanya
menanggapinya dengan tersenyum.
“Kemaren
bokap-nyokap gua dateng kesini, ngobrol sama bunda, mereka katanya lelah jadi
penipu, mereka mau nyerahin diri, mereka nitip adek kembar gua ke bunda, tapi
lu semua tahu sendiri kan gua sama bunda mau ngurus capang kafe Catra yang
disemarang, gua sama bunda nggak mungkin bawa mereka!”
“Jadi intinya lu
minta kita jagain mereka?” Chriska mencoba menebak arah pembicaraan Chepi yang
terlalu berbelit.
Chepi tersenyum,
“Tepat! Adek-adek gua mesti sekolah, mereka kagak bisa gua ajak, gimana? Mau
kan?”
“Kalo gua siy oke
aja, lagipula mereka kan udah SMP, udah bisa jaga dan bawa diri masing-masing,
Catra juga pasti gitu, iya kan Cat?” Catra mengangguk, “Tapi gak tau tuh si
brondong?” semuanya menoreh kea rah Chiko.
“Gua?” Chiko menunjuk dirinya sendiri,
semuanya mengangguk “Asal mereka kagak rusuh dan cengeng, gua juga setuju!”.
Keempatnya saling
menatap dan saling melempar senyum, lega rasanya punya orang yang bisa diajak
berbagi tidak hanya saat senang.
<><><><*********><><><>
No comments:
Post a Comment