Criska memeluk bunda Citra dari belakang, bunda tersenyum
kemudian mengelus rambut Criska lembut. Criska lalu duduk disebelah bundanya
dan menyenderkan kepalanya dibahu Bunda.
“Dasar manja!” Seru Chiko sambil mengacak rambut Criska, tak
mau kalah iapun menyenderkan kepalanya dibahu bunda sebelahnya.
Bunda Citra mengelus pipi keduanya penuh kasih sayang. Catra
dan Chepi tak mau kalah, keduanya menyenderkan kepala mereka dipangkuan
bundanya.meski sedikit kewalahan tapi bunda senang mendapatkan perlakuan
seperti itu.
Beberapa menit kemudian,
Chepi tiba-tiba memijit kaki bundanya.
“Pasti ada maunya!” Seru Criska, Catra dan Chio kompak,
sedang Bunda hanya menanggapinya dengan senyuman.
Chepi nyengir kuda, “Bun, aku telat bayar kos ya!” Serunya
memasang wajah memelas.
“Ah lu mah, nggak pernah nggak telat kan?”
“Iya, nunggak mulu kerjanya!”
“Hmmm, kalo gua seberuntung lu!” Chepi menunjuk Chiko, “Gua
gak bakalan nunggak kali!”
Bunda tersenyum, “Bagaimanapun cara kamu hidup dan memandang
kehidupan! Semuanya harus disyukuri!”
Catra menggangguk-anggukan kepalanya, “Iya setuju sama bunda,
beruntung atau tidak kita menjalani kehidupan kan tergantung kitanya, bersyukur
atau tidak. Tidak smua orang kaya bahagia, tidak semua orang miskin juga
menderita!”
“Iya Chep, lu patut bersyukur punya gua!” Seru Chiko penuh
percaya diri, “Udah gua ganteng, baik hati lagi, lu gua bolehin make baju gua,
jam tangan gua, kacamata gua bahkan daleman gua!”
“Apaan? Selalu ada konsekuensi yang harus gua bayar kalo gua
make barang-barang lu!”
“Ya elah, push up ratusan kali, itu buat kesehatan lu juga
kali, biar badan lu agak kurusan!”
“Ah, gua lebih beruntung punya sahabat kayak Catra, gak
banyak omong, sering banget kasih gua gratisan makan sama cewek-cewek gua di
cafenya, gua kan jadi bisa pura-pura ngebossy!”
“Huuuuu….! Muka gratisan!” Criska dan Chiko berbicara hampir
bersamaan.
“Sudah-sudah, kalian itu kalo lagi barengan berantem terus
kerjanya, kalo salah satu nggak ada rindunya setengah mati!” Bunda melerai.
Criska menatap mata bunda, “Bun!”
“Hmmm!” Jawab bunda.
“Apa bunda sama sekali nggak benci suami bunda?”
Suasana berubah menjadi sedikit serius.
Bunda menanggapinya dengan senyum, senyum yang menyejukan
siapapun yang melihatnya. Bunda memasukan jari-jarinya pada selah-selah jari
Criska, menggenggamnya erat penuh kehangatan. “Bunda manusia biasa sayang, bagaimana
mungkin bunda tidak menaruh sedikitpun rasa benci pada laki-laki yang sudah
sangat mengecewakan bunda dan membuat bunda seolah tak berharga!”
“Tapi kenapa bunda nggak cerain dia aja? Kenapa saat dia
datang ke sini, bunda tetap memperlakukannya sebagai seorang suami, bunda
terlalu baik!?” Tanya Chiko penasaran, sebetulnya pertanyaan itu juga mewakili
pertanyaan semuanya yang tak kalah penasaran dengan apa yang terjadi pada
bundanya.
“Apa marah bisa bikin suami bunda kembali kesisi bunda dan
melupakan perempuan itu?”
Criska, Catra, Chiko dan Chepi tak memiliki pilihan lain
selain menggeleng.
“Tapi bun, bagaimanapun, dia kan udah ngecewain bunda!”
Bunda tersenyum untuk kesekian kalinya, “Kelak kalian juga
akan tau kehidupan pernikahan itu seperti apa. Tidak hanya soal cinta, tapi
juga belajar bagaimana bertoleransi dan mengeti satu sama lain!”
“Aku udah pernah menikah bun, tapi aku gak bisa selapang
bunda, marah ya, marah, benci ya benci!” Tegas Criska.
“Semakin dewasa seseorang, kadang semakin rumit jalan
pikirannya dan waktulah yang akan mendewasakan kalian semua, suatu hari kalian
pasti akan memahami kenapa bunda memilih seperti ini!”
Keempat sahabat itu saling berpandangan, berusaha memahami
bundanya. Kini tak hanya Chepi yag memijit, Chiko, Catra dan Criskapun ikut
memijit bundanya.
Sang bunda tersenyum bahagia, andai mereka tak berada
disini, bunda pasti menyerah pada waktu, menyerah pada keadaan. Hidup mereka,
semangat mereka, masalah-masalah mereka membuat bunda merasa kuat untuk
menghadapi semua masalah yang ada.
<><><><*********><><><>
No comments:
Post a Comment