Beberapa hari ini
kerja Chiko hanya uring-uringan. Berpisah dengan tante Clara membuatnya malas melakukan
apapun. Sebenarnya, dengan wajah yang ganteng dan uang orang tuanya yang
banyak, ia bisa dapatkan wanita manapun yang ia inginkan, bahkan lebih dari
tante Clara.tapi akh, semuanya terlalu membekas.
Meskipun ia dan tante Clara terpaut usia cukup
jauh, yaitu 15 tahun ( Yuni-Raffi :D ), Chiko menganggap hubungan ini bukan
hubungan yang main-main, ia serius dan ini bukan hanya soal hasrat, ia
mencintai tante Clara lebih dari yang orang lain tahu. Ya, bukankah wanita
hanya akan memandang seorang laki-laki dengan serius jika ia bisa memandang
dirinya secara serius.
Meskipun diantara dirinya,
Criska, Chepi, dan Catra, Chikolah yang paling manja, tapi kalau masalah cinta,
ia sepertinya lebih berpengalaman dibanding semuanya. Cuma saja, ia salah
mencintai orang. Ah, andai saja tante Clara tak bersuami, semuanya pasti tak
akan serumit ini. Mempunyai seseorang seperti tante Clara membuat ia bisa menghapus
lukanya dan membuat perasaannya bahagia. Tapi, dalam hidup itu kadang ada hal
kejam tak berprikemanusiaan yang seberapapun ia berusaha menghidari, hasil
akhirnya tak dapat dihindari. Hufh, mungkin tante Clara bukan jodohnya.
Jujur direlung hati
terdalamnya, ia merasa sangat kehilangan tante Clara, ia ngin menemuinya, ia
ingin melepas gundah dipelukannya, tapi lagi-lagi Chiko ingat bahwa cinta itu
bukan hanya soal rasa dan hasrat, ia mencintai tante Clara sama seperti ia
mencintai ibunya, ia hanya ingin yang terbaik untuk wanita paro baya yang
sebenarnya lebih pantas menjadi ibunya. Mencintai itu membuat orang yang
dicintainya bahagia, bukankah itu arti cinta yang sesungguhnya?
Selelebat kenangan,
sekelumit kisah, Chiko biarkan berlalu, ia harap hari baru memberinya harapan
baru, ia harap kelabu seperti debu hilang dari pandangan begitu saja berubah
menjadi ungu, dan bahagia menyertainya selalu, bukankah lebih baik begitu?
<><><><*********><><><>
No comments:
Post a Comment