“The Raid: Redemption” atau “The Raid” atau “Serbuan
Maut”. Aahhh, sama saja, toh mau apapun namanya film ini tetap luar
biasa. Bahkan jika ada kata
lebih dari luar biasa, kata itulah yang gua pakai untuk menggambarkan film ini.
Bagaimana tidak, film ini sudah
melanglang buana diberbagai negara dengan sambutan yang tidak biasa karena lebih
dari luar biasa .
Yap,
“The Raid: Redemption” di Amerika dan “The Raid” atau “Serbuan
Maut” di Indonesia, yang diproduseri oleh Gareth Evans menjadi film
pembuka program Midnight Madness
festival Film Internasional Toronto 2011 dan meraih penghargaan The
Cadillac People’s Choice Midnight Madness Award, film ini juga meraih penghargaan The Best Film
sekaligus Audience Award - Jameson Dublin International Film Festival di
Irlandia, film
ini bahkan menjadi film favorit juri di Festival Film Sundance
di Amerika. “The Raid” juga berlaga di berbagai festival film internasional lainnya,
seperti Slash Film Festival, Busan International Film Festival, Sitges, Rio de
Janeiro International Film Festival, Hongkong International Film Festival, dan
Doha
International Filml Festival.
Tidak
hanya itu, “The Raid” disejajarkan
dengan film-film dunia dan masuk dalam
deretan 50 film laga terbaik.
“The
Raid” juga dilirik oleh Sony Pictures hingga akhirnya “The
Raid” diputar serentak pada tanggal 23 Maret 2012 tidak hanya di Indonesia,
tapi juga di bioskop-bioskop Amerika, Kanada dan Australia. Film ini
hak edarnya juga dibeli oleh Inggris, Jepang, China, Korea, India, Turki,
Prancis dan Jerman loh! (senyum bangga). Keren kan? Dan responya? Wooowww,
bule-bule pada rela ngantri buat liat ni film, buktinya foto di bawah ini.
Film
ini jadi film paling ditunggu di tanah
air. Bahkan gua yang udah liat pas penutupan iNaFFF ( Indonesia Internasional
Fantastic Film Festival) ke 5 yang
berlangsung dari tanggal 11-20 November 2011 lalu, Gak kalah antusias, liat film ini tuh kayak nyandu, rasanya pingin liat lagi,
lagi dan lagi.
Menunggu
adalah aktifitas yang paling gua benci, 2x nonton “The Raid”,
2x juga gua harus menunggu. Tapi, gua sama sekali gak benci, bahkan jika
di suruh buat antri untuk ke 3xnya juga gua gak masalah. Karena film ini tuh ngasih ekspetasi luar biasa bukan
hanya untuk perfilman Indonesia, tapi juga bagi pembentukan jati diri gua.
Ketika gua nonton “The Raid”, jangankan
untuk berkedip, untuk
bernafaspun rasanya gak rela, sesak nafas
dibuatnya, kita dibuat seolah-olah merasakan apa yang si tokoh rasakan.
Kemampuan bela diri dan koreografi
yang si tokoh tampilkan patut di acungi 1000 jempol ( gua
punya empat, lainnya pinjem yaaa! :P ). Tidak hanya itu, ada
beberapa dialog lucu di film ini yang membuat film ini makin berwarna, makin
kerasa soulnya. Film
ini membuat siapa saja yang menonton terpicu adrenalin dan emosinya. Apalagi ketika si tokoh antagonis
keluar, kita dibiarkan menginterpretasikan sendiri karakter dia.
“The Raid” bikin jantung
kita berdebar, bikin nafas kita tertahan
bahkan bikin kita berdecak kagum karena
sangat menikmati keindahan adegan demi adegan saat mereka berkelahi dan
menggunakan senjata.
Dan baru kali ini ketika selesai film,
orang-orang berdiri dan memberikan standing ovation buat film ini, sumpah, gua terharu bangeeettt!
Karena, bukankah sebuah apresiasi jujur penonton adalah merupakan penghargaan tertinggi sebuah film?
bahkan melebihi penghargaan film sekeren apapun.
kepulangan Sersan Jaka
dan Rama membuat satu studio bergemuruh dahsyat. Dan, liat
gemuruh tepuk tangan penonton tuh, kayak liat Bung Karno seusai membacakan teks
Proklamasi. Ya Tuhan, kerrreeeennn dah pokoknya! Satu bisokop tuh kayak ada gemanya, beberapa
kali barengan teriak antusias, Seru dah pokoknya! Dan ini sebenarnya adalah hal
yang unik apalagi di Momen sekaliber iNAFFF. Gimana nggak, kebanyakan
penonton iNAFFF itu adalah kalangan penikmat film yang kritis dan sadis.
Mereka tidak segan mengkritik dan mencaci film yang mereka tonton apabila
tidak memuaskan harapan.
Oh iya,
gak cuma gua yang terharu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka
Pangestu yang
hadir pada saat itu juga katanya terharu dan kayaknya semua orang yang waktu
itu nonton juga terharu, ngerasa beruntung karena kita bisa liat karya
luar biasa anak negeri sebelum tayang di Bioskop.
“The Raid” bikin gua amnesia, lupa kalo di Indonesia tuh banyak film-film
yang nggak baget kayak setan-setanan yang adegan-adegannya lebih ke menonjolkan
sisi seksual dan sensualitas. Pokoknya, karena “The Raid”, gua yakin citra perfilman
Indonesia tuh jadi meningkat, sudah saatnya kita menatap ke
depan, membuat industry perfilman selakiber Hollywood, karena gua yakin
anak negeri ini tuh banyak yang kreatif and pinter-pinter. Cuma kadang saat ada
kesempatan, SDM tidak memadai atau sebaliknya, SDM memadai, kesempatan nggak
ada. Kuncinya Cuma satu, saling membahu dan membantu.
Film ini tuh kayak lu makan di
rumah makan murah meriah, terus lu ketemu makanan harga selangit yang di jual
murah disana yang lu suka dan lu di servise bak putri raja. Pas udah selesai,
gua yakin, lu pasti bakalan puas bangeeettt dan berencana datang lagi ke rumah
makan itu.
Saking kerennya, film ini akan di buat versi Hollywoodnya oleh
Screen Germs. Dan, Om Gareth akan bertindak sebagai produser
eksekutif di versi Hollywood( karena ia,
katanya enggan untuk membuat ulang filmnya lagi ). Sementara itu, XYZ Films yang pada film aslinya
berlaku sebagai produser eksekutif akan memiliki peran sebagai produser
pada “The Raid” versi Hollywood. Aktor Iko Uwais dan
Yayan Ruhian juga turut serta dengan menjadi koreografer. Film-film yang pernah
dirilis Screen Gems sebelumnya diantaranya Snatch, serial Resident
Evil, serial Underworld,
Lakeview Terrace, Quarantine, Legion,
Easy A, Priest, Friends with Benefits, hingga Attack the
Block.
Whhooaaa, seni bela diri Indonesia, pencak
silat akan mendunia. Ahhh, semoga tak ada yang iseng
mengklaim seperti Reog.
“The Raid” film Indonesia yang mendunia. Yap, hampir 98 % krunya orang Indonesia. Ahhh, bangga aku dibuatnyaaa… :D.
No comments:
Post a Comment