Prang…
prang… prang…
Lagi-lagi-lagi
dan lagi suara itu membahana diseluruh ruangan, membangunkan Jia dari tidur
nyenyaknya, entah itu suara piring pecah, gelas pecah atau vas pecah, ia tak
tau pasti, yang jelas suara pecahan itu pasti pekerjaan mama dan papanya, ya, karena itu bukan hal asing dirumahnya,
suara-suara pecahan-pecahan itu sudah menjadi rutinitas di rumahnya setiap pagi
dalam beberapa bulan terakhir ini. hufh!
Mendengarkan
orang tuanya bertengkar disetiap bangun dan tidurnya, benar-benar membuat
frustasi saja. Arrgghh, rumah ini sudah seperti neraka saja, bawaannya selalu
panas.
Jia
menghela nafas panjang, ia tak berharap sesuatu yang hebat terjadi pagi ini, ia
hanya berharap ketenangan, tapi ia tahu pasti, ia tak akan mendapatkan
ketenangan itu dirumah neraka ini, mengharapkan ketenangan dirumah ini sama
saja seperti mengharapkan orang yang sudah meninggal beberapa tahun untuk
bangkit lagi, MUSTAHIL!.
“Semua
gara-gara kamu mas, andai kamu tidak masa bodoh dengan anak kamu sendiri, Jia
tak mungkin dikeluarkan dari sekolahnya!”
“Lah
kok kamu nyalahin aku, kamu juga masa bodoh, kamu lebih sibuk dengan brondong
pelatih tari Tango-mu yang tampan ketimbang Jia kan?”
“Apa
bedanya denganmu yang setiap hari rapat di hotel bersama sekretaris pribadimu, hah?”
“Cukup…
sudah cukup!” teriak Jia melerai keduanya, “Tidakkah kalian sadar pertengkaran
kalian menyakitiku, menambah beban pikiranku dan membuat dadaku terasa sakit?”
Air mata Jia tak tertahankan, “Aku dikeluarkan karena aku memang pantas
dikeluarkan, berhentilah bertengkar!” tegas Jia yang kembali masuk ke kamarnya.
Mama
dan papanya tertunduk, merasa bersalah.
********
“Neng,
sudah sampai!” pak Kim, supir pribadi Jia, membangunkannya dari tidur.
Jia
terbangun kemudian menghela nafas dalam lalu menatap supir tersayangnya yang
sudah ia anggap keluarganya sendiri yang terlihat begitu khawatir dengan
keadaannya, “Kenapa pak?”
“Hati-hati
ya, Neng!”
Jia
tersenyum, “Tenang Pak, aku baik-baik aja kok!”
“Dari
luar Neng memang terlihat sebagai seorang yang sempurna dan tak bercela, tapi
bapak tau, neng adalah orang yang paling kesepian yang patut dikasihani.
Jia
meradang, ia menyunggingkan seulas senyum, “Hari ini aku memang tidak begitu
bahagia, terimakasih telah membuat aku jauh lebih baik dengan rasa kasihanmu!”
katanya dengan ekspresi datar.
Pak
Kim membalas senyum Jia dengan tersenyum juga.
“Jangan
melakukan hal-hal yang mengkhawatirkan ya neng!”
“Menghawatirkan?”
Jia tersenyum lagi, “Menghawatirkan siapa, Pak?”
“Neng!”
“Iya-iya-iya
Pak Kim cerewet, aku janji, aku tak kan membuatmu khawatir! Aiisshhh, bapak
bahkan lebih cerewet dari papa, sepertinya kau yang lebih cocok jadi ayahku!”
“Neng!”
“Sudahlah,
aku tak mau mendengar nasehatmu lagi, sungguh itu membuatku makin using saja!”
Jia memotong ucapan Pak Kim kemudian berlalu meninggalkan Pak Kim.
Pak
Kim menatap punggung Jia yang mulai menjauh, “Sabar ya neng!”
Sebelum
Jia menghilang, ia menyempatkan diri menoreh kea rah Pak Kim yang sedari tadi
memperhatikannya, “Do’akan aku ya!” teriaknya penuh semangat.
Pak
Kim tersenyum kemudian menganggukan kepalanya, ah, anak itu.
********
Jia
berjalan santai sambil mengunyah permen karetnya juga mencari-cari dimana
kelasnya. Ia berhenti ketika ia melihat sebuah papan diatas pintu bertuliskan
kelas XI IPA 2, tanpa basa-basi dan tanpa mengetuk pintu iapun langsung
memasuki kelas itu, semua yang ada diruangan kelas itu langsung menodongnya
dengan tatapan heran.
Jia
mengangkat tangannya kemudian menggerak-gerakan 5 jarinya secara bersamaan,
“Halo!” sapanya
Seorang
wanita bertubuh semampai dengan penampilan feminis-metropolis menghampirnya,
Jia yang sedang asik mempermainkan permen karetnya dengan tangan, “Siapa kamu? Apa yang kamu lakukan? Apa kamu
tak punya sopan santun?”
Jia
tersenyum menatap wanita yang mengenakan kemeja putih polos yang dipadupadankan
dengan blazer berwarna merah marun yang sekarang hanya berjarak beberapa cm
saja dari sisinya. “Sopan santun? Hmmm, orang tua saja sibuk dengan urusannya,
disekolah lama juga saya lebih sibuk nyari masalah ketimbang belajar, jadi saya
tak pernah belajar sopan santun. Tapi sedikit yang aku tau, sopan santun itu
hanya melahirkan kepura-puraan!”
“Kepura-puraan?”
tanya wanita itu sambil mengerutkan kening, heran.
“Ya,
kepura-puraan! Atas nama sopan santun kita kadang nyembunyiin perasaan yang
sebenernya, sopan santun juga kadang ngebatesin kita ngomong apa adanya tentang
segala hal!”
Sebagian
murid tersenyum dan bersorak tanda setuju dengan ucapan Jia, sebagian lagi
menatap Jia dengan tatapan tak suka, sebagiannya lagi tak peduli dan lebih
memilih sibuk dengan urusannya sendiri.
“Oh iya, saya murid baru disini, tadi Pak
Kepala sekolah berniat mengantar saya, tapi saya larang dan saya memilih masuk
kelas ini sendiri, ini surat pemberitahuanya!” Jia menyerahkan selembar kertas
yang terlipat menjadi 3 bagian pada wanita yang tepat disampingnya.
Wanita
itu meraihnya kemudian langsung membacanya, “Kali ini ibu maafkan kamu, tapi
lain kali jangan harap, silahkan cari meja kosong, karena pelajaran akan segera
ibu mulai lagi, oh iya sbelum itu silahkan perkenalkan diri!”
“Thank
you bu, nama gua Jia, gua dikeluarin dari sekolah lama gara-gara gua suka cari
masalah, gua sangat gak suka kalo ada orang ngomongin gua dibelakang dan gua
gak segan main tangan sama pengecut!” Seru Jia yang kemudian berjalan ke bangku
kosong, sebelum duduk, ia menatap Bu Yuri kemudian berujar, “Oh iya bu, jangan
terlalu serius, ibu kelihatan lebih tua dari umur ibu sebenarnya!”
Mendengar
perkataan Jia barusan, wanita yang bernama Bu Yuri itu terang saja kesal, ia
menatap Jia tajam,
“Jangan
mengerutkan dahi seperti itu, ibu makin terlihat tua tau!” serunya enteng
kemudian duduk di salah satu bangku kosong!
“Jia,
silahkan kamu keluar dari kelas ini!” Seru Bu Yuri sambil berusaha meredam
emosinya. Jia memang sedikit keterlaluan.
Jia
bangun dari tempat duduknya, ia tersenyum. “Thank you bu!” ia berjalan santai.
“Tunggu!”
seru Bu Yuri menahan langkah Jia.
Jia
berhenti. Kemudian membalikan tubuhnya menatap Bu Yuri, tatapan itu seolah
bertanya “Kenapa Bu?”
Bu
Yuri menghela nafas, “Silahkan kamu duduk kembali karena pelajaran akan segera
saya mulai!”
Semua
menatap Bu Yuri heran termasuk Jia, baru kali ini Bu Yuri bersikap plin-plan
“Kalau
saya membiarkan kamu keluar, keenakan di kamu!” perkataan itu menjawab semua
keheranan murid-muridnya.
Jia
menatap Bu Yuri tak percaya, gagal deh misinya buat gak ikut pelajaran. L
********
“Nak!”
“Saya?”
Nichkhun menunjuk dirinya sendiri.
Pak
Kim mengangguk, Nichkhunpun menghampiri Pak Kim, sopir Jia.
“Apa
kamu kenal gadis ini, dia murid baru di sekolah ini!” Tanya Pak Kim sambil
memperlihatkan foto Jia dihpnya pada Nichkhun.
“Oh,
dia, Jia si gadis pembuat ulah?” Pak Kim mengangguk.
NichKhun
mengangguk, “Dia teman sekelas saya, tapi saya liat kelas kosong, sudah tidak
ada siapa-siapa lagi, kemungkinan dia sudah pulang!”
“Neng
Jia!” Seru Pak Kim frustasi, “Neng kemana sih?”
“Bapak
siapanya ya? Ada perlu apa mencari Jia, bapak sepertinya terlihat begitu
khawatir!”
“Saya
sopirnya, sudah 3 hari neng Jia tidak pulang ke rumah. Dia itu dari luarnya
saja dingin, tapi dalamnya begitu rapuh, saya takut terjadi apa-apa sama Neng!”
“Bapak
tidak usah khawatir, tadi saya liat dia baik-baik saja, besok jika saya bertemu
dia, akan saya sampaikan kekhawatiran bapak!”
Pak
Kim menatap Nichkhun penuh rasa terima-kasih, “Bapak titip neng Jia ya, semua
ulah yang neng Jia lakukan adalah sikap yang neng Jia tunjukkan untuk
melindungi rasa sakit hatinya!”
“Sakit
hati?”
Pak
Kim mengangguk, “Neng Jia selalu berusaha memprotect dirinya dan tak membiarkan
semua orang tahu bahwa dia lahir dari keluarga broken home!”
********
Tuk…
tuk… tuk…
Jia
mendriblle bola basketnya, kemudian berusaha memasukan bola ke ring beberapa
kali, tanpa istirahat dan tiba-tiba ia salah melompat dan kakinya terkilir.
“Hufhhhhh!”
“Kaki
kamu nggak apa-apa kan?” tanya Nichkhun.
Jia
menjatuhkan tatapan pada Nihkhun dengan sedikit mendongak karena Nichkhun tepat
berada di depannya.
Jia
bangun kemudian menggerak-gerakkan kakinya, “Gak liat?” serunya dingin. Namun
tiba-tiba ia terjatuh lagi karena rasa sakit dikakinya tak bisa ditahan lagi.
“Huh,
bener-bener gak keren!” biskik Jia pada dirinya sendiri, iapun menahan malu
karena ulahnya barusan.
Ia
menatap Nichkhun, Nichkhun tersenyum melihat Jia.
“Jangan
senyum, gak ada yang lucu!” seru Jia masih dingin kemudian meraih handuk yang
ada dibahu Nichkhun kemudian mengelapkannya pada seluruh bagian tubuhnya yang
basah, “Kenapa lu masih disini?”
“Kamu sendiri?”
“Gak
liat gua habis main basket?”
“Itu
mungkin alasan kesekian, jangan bilang alasan pertamanya kamu gak punya tempat
buat pulang?”
“Lu?”
Jia mengerutkan kening, “Darimana lu tau gua kagak punya tempat untuk pulang?”
“Supir
kamu sangat menghawatirkan kamu!”
Jia
tersenyum.
“Papa
mama kamu juga!”
“Papa
Mama gua?” Jia tersenyum pahit, “Gua matipun mereka gak peduli!” serunya dengan
mata berkaca-kaca.
Nichkhun
menyerahkan sekotak coklat,. “Kata orang coklat bisa menghilangkan kesedihan!”
“Kesedihan?
Gua gak lagi sedih!”
“Saat
kamu berkata dingin seperti itu, entah kenapa kamu sepertinya menunjukkan
ekspresi begitu menyedihkan dan begitu kesepian!”
“Pergilah!”
Nichkhun
tersenyum, senyumnya sangat indah. Wajahnya yang seperti malaikat terlihat
makin bersinar, “Makanlah coklat ini dulu!”
Jia
meraihnya dan langung memakan coklat itu, tapi tiba-tiba ia tersedak. Nichkhun
tersenyum, “Makanya hati-hati!”
“Ukhuk-ukhuk-ukhuk
enapa coklatnya pahit?”
“Apa
kamu tau bagaimana supaya ddak terasa pahit?”
“Bagaimana?”
tanya Jia masih dingin.
“Makanlah
sambil menatap wajahku, coklat itu pasti akan terasa manis saat kamu makan
sambil menatap wajaku yang tampan dan imut!”
Jia
tak bisa memungkiri ketampanan Nichkhun, diapun tidak bisa tidak menyunggingkan
senyumnya mendengar banyolan Nichkhun barusan, namun tiba0-tiba air matanya
menetes, iapun tak sanggup lagi menahannya, Jiapun menangis, Nichkhun memeluk
Jia, mencoba member Jia kehangatan.
Setelah
tangis Jia mereda, Nichkun menghapus air mata Jia, “Biasanya wanita terlihat
sangat cantik jika menangis, tapi sepertinya air mata sangat tidak cocok untuk
Jia si pembuat onar!”
Jia
mendorong Nichkhun, merasa malu karena telah menangis dihadapannya.
“Tak
perlu malu, mulai sekarang kita adalah teman! Jika kamu kesepian dan sedih,
datanglah padaku, karena aku akan siap meminjamkan bahuku padamu kapanpun kamu
mau!”
********
Semenjak
hari itu Jia dan Nichkhun berteman, semenjak hari itu pula Jia tak pernah membuat
ulah karena Nichkhun selalu ada disampingnya dan membantunya melakukan apa yang
Jia mau, kedekatan Jia dengan Nichkhun jelas sangat memicu kecemburuan
cewek-cewek di sekolah, bahkan di facebook dan twitter banyak sekali hatters
Jia, tapi Jia tak peduli. Begitu juga Nichkhun. Toh sebelum-sebelumnya juga
Nichkhun membalas perhatian dari cewek-cewek itu hanya sekedarnya. Semua cewek
menatap dia dengan mata kagum tapi dia malah kadang bersikap acuh tak acuh.
Tapi
kenapa Nichkhun bisa berteman dengan Jia, karena Nichkhun merasa hidupnya sama
seperti Jia, ibunya meninggal ketika dia dilahirkan dan ayahnya nyaris tak
punya waktu untuk dirinya karena sibuk bekerja, ia merasa kesepian sama seperti
Jia.
“Ji,
kamu tetep gak mau bali ke rumah?”
“Kenapa
sih lu selalu bahas itu? Bosen tau dengernya!”
“Kamu
tau kan, ayah aku juga hampir gak punya waktu buat aku!”
“Dia
sibuk kerja, bukan sibuk selingkuh!”
“Gini
deh, coba keluarin fotokamu dan orang tua kamu yang ada di dompet kamu, yang
selalu kamu bawa kemanapun kamu pergi!”
“Buat
apa?”
“Keluarin
aja dulu!”
Jiapun
mematuhi perintah Nichkhun, ia mengeluarkan foto dirinya yang tengah berdiri
menempelkan kepalanya di bahu kedua orang tuanya, di foto itu semuanya
tersenyum bahagia.
Nichgkhun
meraih foto itu, “Liat deh papa dan mama kamu, mereka terlihat bahagia sekali,
seneng pasti ngeliat foto itu!”
“Keadaannya
udah berbeda!” Jia menyenderkan kepalanya di bahu Nichkhun, Nichkhunpun
menyenderkan kepalanya diatas kepala Jia.
“Pernah
gak sih lu pikirin, bahwa suatu hari lu gak bisa lagi liat senyum mereka, bukan
karena berpisah, tapi karena mereka meninggal. Kita manusia, gak akan pernah
tahu kapan nafas ini tiba-tiba berenti, gimana kalo mereka meninggal saat kamu
gak bisa peluk mereka, saat kamu jauh dari mereka, saat kamu bahkan membenci
mereka!”
Jia
menatap Nichkhun nanar, berbagai rasa berkecamuk dalam dadanya, ia memang
sangat marah pada papa dan mamanya. Tapi kalau mereka meninggal? Itu
benar-benar tak terpikirkan olehnya, kalau saja ia bisa meminta, ia bahkan
ingin meninggal sebelum ayah dan ibunya meninggal.
Jia
memeluk Nichkhun, “Tolong ijinkan gua berada dipelukan lu 5 menit aja!”
Nickhun
membalas pelukan Jia kemudian mengelus halus rambut Jia sambil tersenyum, ia
senang sahabatnya mau pulang kerumah.
“Thank
you Khun, Thank you, gua selalu lari dari kenyataan. Lalu lu datang kasih gua
keberanian, kasih gua kepercayaan!”
Nichkhun
mengangguk-angukan kepalanya, “Sama-sama, so, mulai hari ini berbahagialah!
Bahagia tak perlu dicari karena ia ada didalam hati, segimanapun rasa benci lu
sama orang tua lu, lu gak boleh nutupin rasa sayang lu dengan kebencian itu, lu
malah harusnya jadi jembatan penghubung antara mereka, kali aja mereka bisa
akur lagi!”
“Ya…
Ya… Ya… akan aku lakukan semuanya, thank you Khun, Thank You!”
So I thank you, thank you, thank you,
and I love you, love you, love you, nan amugeotdo motaejwonneunde, neon
kkeuteobsi jugiman, haneunde wae. So I thank you, thank you, thank you, and I
love you, love you, love you, niga bonaejun sarang ttaemune, naega yeogi seoisseo
ireoke…!” Khun menyanyi sambil berbisik tepat ditelinga Jia.
Jia tersenyum kemudian mentoyor
kepala Khun, “Gilaaaaa….!”
“Aku serius Ji, saat bersamamu hatiku
terasa hangat, kamu adalah wanita yang menarik, kadang aku kehilangan semua
indera ku ketika aku bersamamu! Saat sekilas aku melihatmupun, matamu
mengingatkanku pada ibu yang sudah meninggal, kamu sangat cantik saat tersenyum
dan aku mencintaimu!” Nichkhun kembali memeluk Jia.
Jia tak mampu melepaskan pelukannya
karena iapun memiliki perasaan yang sama, “Thank You Khun!” Seru Jia membalas
pelukan Nichkhun lebih erat penuh bahagia. Nichkhun benar-benar anugerah
untuknya.
********
No comments:
Post a Comment