Ben
menatap Bianca. Ia sama sekali tak pernah menyangka akan menyukai gadis seperti Bianca. gadis
ceria yang selalu menebar senyum, aneh dan sedikit centil juga kekanakan. Ahhh,
benar-benar bukan tipenya. Ia ingin menghindari perasaan itu, namun semua itu
sia-sia. Semakin Ben berusaha melupakan dia dan menghapus bayang-bayangnya dari
benaknya, Bianca malah semakin berkeliaran diotaknya.
Entah
kapan Ben menyadari dirinya mencintai Bianca, yang jelas sekarang ia meyakini
bahwa Bianca telah dengan mudah merobohkan pondasinya, jantung Ben berdegup
sangat cepat setiap kali Bianca menepuk pundaknya. Dan Ben tak bisa berhenti menatapnya,
ya, sejak bmenyadari cinta ini tumbuh Ben selalu mencari sosok Bianca, dan
ketika Ben menemukannya, untuk sekejap Ben tak mampu melihat dan mendengar
apapun kecuali Bianca, Ben merasa cemburu ketika Bianca tertawa dan dekat
dengan laki-laki lain terutama orang yang selalu mengantar jemput Bianca tiap
berangkat dan pulang sekolah. Tidak, tidak hanya cemburu, Benpun iri pada
laki-laki itu.
Namun
karena egonya, Ben tak mampu menuangkan rasanya begitu saja. Ben terlalu takut,
ia takut kalau teman-temannya tau ia mencintai gadis yang bahkan selalu Ben
acuhkan.
Ben
mencari Bianca saat jam istirahat, di Perpus, di Kantin, di ruang UKS, diruang
Olahraga, Di ruang OSIS, di Ruang Guru,
Bianca tak ada dimanapun, Ben terus mencari. Pandangannya berhenti, ketika
mendapati Biancanya sedang menangis memandangi sebuah kandang kosong di taman
belakang sekolah.
Sungguh
Bianca terlihat sangat manis ketika menangis seperti itu. Ben menghela nafas, ia mencoba mensterilkan
perasaannya kemudian ia berlari menghampiri Bianca.
Ben
menyerahkan sapu tangannya pada Bianca. Bianca menatap sesosok tubuh tinggi,
tegap, berbahu lebar, memiliki tatapan mata tajam dan dingin itu dengan
seksama. “Ben?” Bianca mengerutkan kening, Bianca tak percaya ben memberikannya
sapu tangan, “Yakin lu ngasih sapu tangan ke gua?”
Ben
agak salah tingkah, “Hapus air mata lu!” Ia mencoba bertindak senormal mungkin padahal hatinya bergemuruh
dahsyat.
Bianca
sedikit mengayunkan sapu tangannya, “Thanks!” iapun menghapus air matanya.
“Kenapa
lu nangis sendirian disini? Lu ada masalah?”
Bianca
menatap Ben heran, tidak biasanya Ben mau tau urusannya, ada apa dengan Ben
hari ini? Apa ini perasaannya saja karena ia merasa hari ini begitu indah,
suasana sekarangpun jadi terbawa indah padahal sebenarnya biasa saja? “Lah lu,
lu ndiri ngapain disini?”
“Lu
belum jawab pertanyaan gua?”
Bianca
menatap Ben kembali, “Gak biasanya lu kayak gini?”
“Gua
Tanya, lu ada masalah?” Ben mengalihkan pembicaraan.
“Bobo
sama Bubu gua ilang, udah 2 hari gak pulang kekandangnya, gua takut terjadi
sesuatu sama mereka!”
“Bobo?
Bubu?”
Bianca
mengangguk, “Iya, mereka kelinci yang gua beli satu minggu yang lalu dan gua
taro disini! Gua takut mereka di makan harimau!” air mata Bianca menetes lagi.
“Keseringan
nonton sinetron siy lu! Disini mana ada hewan buas? Kalo ada juga, mereka pasti
takut sama lu!”
“Hahahaha….!
Lu gak lagi sakit kan? Lu Benjamin Martin temen sekelas gua kan?”
Ben
mengerutkan kening,
“Baru
kali ini gua liat muka lu ada ekspresinya, biasanya kan datar kayak mayat
hidup! But, gua suka, lu tau, lu tuh ganteng lagi kalo banyak senyum gitu!”
“Ekhm…!”
Ben salah tingkah. "Kayaknya bel bunyi deh, gua masuk kelas duluan!” ben
berbalik dan berjalan cepat.
“Eh
Tunggu!” Bianca mengejar Ben, “Kenapa gak bareng aja?”
Ben
menghentikan langkahnya.
“Kenapa?
kok berenti? Hmmm, lu gak pede ya jalan sama cewek secantik gua!”
Tak
ada jawaban, kata-kata Bianca barusan benar-benar membuatnya tak nyaman.
“Gua
cantik kan? Bener kan?” Ledek Bianca.
Ben menatap mata indah Bianca“Pede!”
“Buktinya
muka lu merah, lu terpesona kaaaaaaan?”
Ahhh,
gadis itu, memang benar-benar!
“Atau, hmmm atau gossip yang selama ini beredar bener yah, lu gak nanggepin gua karena naksir
gua? ahhheyyy!”
Ben
menatap Bianca, Ben tersenyum kemudian mendekatkan wajahnya dengan wajah Bianca
“Kalau bener, emang kenapa?”
“Hmmmmm,
lupain… gua gak serius kok!” Bianca membalikan tubuhnya.
Ben
memegang lengan Bianca, “Kenapa? kok kabur? Atau malah lu yang naksir gua?”
“Hahahahaha…
naksir? Gimana bisa gua naksir cowok kayak lu? Please deeehh!”
“Terus
kenapa ngehindar?”
“Hmmmm,
gua takut aja lu ngapa-ngapain gua!”
“Yeeehhhh
Pede, gua kan tadi Cuma mau bilang….!” Ben memenggal kata-katanya, ia kemudian mendekatkan
wajahnya lagi pada Bianca, “Ayyooo lariii… pelajaran Pak Bram sekarang, bisa
marah dia kalo tau kita terlambat!” Serunya sambil berlari.
Pak Bram adalah guru fisika paling killer di sekolahnya.
Pak Bram adalah guru fisika paling killer di sekolahnya.
Bianca
tersenyum, yah… hari ini memang benar-benar indah. Banyak sekali keajaiban yang
tak pernah ia bayangkan sekalipun dalam mimpinya. Hidup ini ternyata bahkan lebih dari indah.
Ia
berharap Ben bisa seperti ini setiap hari, ya, setiap hari. Lebih baik melihat
ben agak aneh daripada melihat Ben yang tanpa ekspresi seperti hari-hari
sebelumnya.
“Terima
kasih Tuhan atas karunia :D!” seru bathinnya sambil tersenyum menatap langit.
<><><><*********><><><>
No comments:
Post a Comment