Pages

Friday, 6 June 2014

Jokowi dan Filosofi Pohon

Banyak orang bilang, “Siapa yang berhasil, harus pintar otaknya!”.
Hmm, aku tidak terlalu sependapat dengan ungkapan banyak orang di atas, karena bagiku orang yang pintar otaknya tapi emosional, intelektualnya tidak mandiri. Bukankah orang yang emosional itu adalah sahabat setan.
Sebuah kisah pernah di ceritakan oleh guru BK ( bimbingan Konseling ) saat aku aku tengah menempuh pendidikan di bangku SMA, kisah itu tentang seorang David Colorado, orang terpintar di zamannya yang tinggal di Negara bagian Amerika Serikat, saat Colorado mendapat nilai 70 ia menusuk gurunya. Nah, dari sini aku yakin bahwa pintar otak saja tidak cukup, seseorang bisa di sebut pintar jika ia bisa mengendalikan emosionalnya, ia bisa sabar dan sadar dalam menghadapi apapun. Karena “Semakin tinggi pohon, semakin dalam akarnya. Semakin tinggi pohon, semakin berat pula terpaan anginnya!”.  Saat si pohon terkena terpaan angin, sang akar mengendalikan keadaan dengan memperkuat pegangan akarnya pada tanah.
Filosofi pohon adalah salah satu alasanku mendukung Jokowi, Biar bukan yang terhebat, biar bukan yang terkuat, biar kau bukan yang terkaya, biar bukan yang sempurna, biar banyak yang menyangsikan dan biar banyak yang melemahkan ia tetap jadi dirinya, tetap tersenyum sederhana dan berjuang dengan caranya. Masalah menurut sebagian orang bahwa semua yang dilakukannya hanya pencitraan, ah aku tak mau ambil peduli.
Yang jelas Jokowi adalah sosok yang memberi warna lain dalam kertas hidupku, bagaimana tidak, darinya aku bisa melihat bahwa kebersamaan itu masih tetap dimiliki negara yang sangat aku cintai ini, bukankah kebersamaan sangat penting dalam suatu negara karena kebersamaan adalah ikatan atas dasar saling membantu, saling bekerja sama dan saling percaya? Menurutku, rakyat yang hebat lebih oke dari hanya pemimpin yang hebat.