Maura meletakkan segelas orange juice dan beberapa cemilan tepat di depan Senja yang sedang sibuk mengerjakan PRnya.
Gadis mungil yang selalu ceria, ramah dan sedikit centil itu menatap mata Maura tajam. Ia menghela nafas berat kemudian mengesampingkan semua yang Maura simpan tepat dihadapannya.
“Sebaikanya makan dulu, lu kan tadi bangun kesiangan, belum makan apa-apa!”
“Jangankan buat makan, buat nafas aja sulit Ra, Gua gak punya waktu!” seru Yang kembali berkonsentrasi mengerjakan PR-PRnya. Sok sibuk.
“Gua suapin ya!”
Senja kembali menatap Maura, “Lu lebih cocok jadi baby sitter gua ketimbang sobat gua Ra! Wkwkwkwkwk........!” Senja tertawa lepas, namun sekejap kemudian ia sadar pada PR-PRnya . Ia pun kembali fokus.
Maura mengacak halus rambut Senja, “Sampai kapan sih lu akan seperti ini, ceroboh, pelupa, berantakan. Ckckckckc.....!”
“Sampe lebaran monyet, Lu monyetnya... !” Senja menunjuk muka Maura tanpa dosa, mengangkat-ankat kedua alisnya. “Udah ah becandanya, Gua mau serius nih... bisa bahaya kalo Bu Dini masuk dan Gua belum ngerjain PR-PR gua!”
Maura membuka keripik kentang yang tadi dia bawa, kemudian menyuapi Senja. Senja makan sambil mengerjakan PRnya. Maura, hmmm, laki-laki itu adalah sahabat terbaik Senja, Maura selalu ada saat Senja membutuhkannya, selalu, kapanpun, dimanapun.
Maura memperhatikan Senja yang sedang sangat serius menghitung. Ia tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, ia tak habis pikir dengan ulah sahabatnya yang satu ini. Benar-benar ajaib.
Tiba-tiba seseorang merebut buku catatan Senja, membuyarkan lamunan Maura dan juga keseriusan Senja. Dua-duanya refleks menatap laki-laki yang memiliki wajah sangat latin, rahangnya kokoh, bibirnya tipis, alisnya tebal dan tatapan matanya tajam yang memberi kesan angkuh. Tanpa basa basi laki-laki itu tersenyum kemudian merobek catatan PR senja menjadi dua bagian.
“Elvan!” teriak keduanya Kompak tak percaya pada apa yang dilihatnya.
Senja menghela nafas, berat. “Bahkan saat-saat kayak ginipun Lu masih ngerjain gue, Van? Huuuufffhhhhhh, nasib-nasib!” Senja pasrah.
Maura menarik kerah baju Elvan, “Apa-apaan Lu Van? Itu buku PR Senja, Kenapa Lu sobek? Lu punya hati gak?” teriak Maura penuh amarah. Kelas yang tadinya riuh, langsung hening. Semua mata langsung tertuju pada Maura, Senja dan Elvan. Mekeka saling mengerjai memang pemandangan yang biasa, tapi mendengar Maura marah itu sama sekali tidak biasa..
“Ra!” Senja mencoba menenangkan Maura, “Slow Ra....! gak perlu pake marah-marah selama ini bisa dibicarain baik-baik!” Senja membantu melepaskan lengan Maura dari kerah Baju Elvan yang sama sekali tidak bergeming.
“Bicarain baik-baik? Gua heran Ja, terbuat dari apa sih hati Lu, jelas-jelas dia,” Maura menatap Elvan “Udah robekin catatan Lu, catatan PR yang sebentar lagi bakal dikumpulin!”
Senja menatap Elvan, yang ternyata sejak tadi sedang memperhatikannya, mata mereka saling bertemu, suasana terasa panas. Ada sebersit tanya yang mendadak menghampiri kepala Senja. Senja menyipitkan matanya, menyapu sekeliling dengan tatapan sekilas, Senja menghela nafas lagi, lebih dalam, menutup matanya, kemudian membukanya lagi, “Tenang ceman-ceman, gue gak apa-apa kok, justru gua mestinya berterima kasih sama Elvan, karena dia, gua gak perlu ngerjain PR lagi, kalo masalah di hukum, bukannya itu udah jadi makanan gua sehari-hari?” Senja mengedip-ngedipkan matanya. “Bu Dini, hmmmmm, kecil!” Senja berusaha tersenyum.
“Hhhhhhhhhuuuuuuuuuuuuuuu......!!!!” Koord berujar serempak.
“Hehehehehhe...... maaf sudah mengganggu, ayo kita kembali ke aktifitas masing-masing, anggap yang tadi kalian liat cuma setan lewat!” seru Senja sangat ceria seolah semuanya baik-baik saja.
Elvan menggebrak meja. Kemudian berlalu meninggalkan kelas.
Teman-temannya hanya bisa melongo, bengong, dan berdecak.
Sedang Senja, ia duduk, berusaha senormal mungkin, namun pikirannya jauh, jauh, jauh melanglang buana entah kemana. Banyak sekali yang menggelantung dipikirannya, bebas, lepas, tak berarah, tak teratur.
Maura menatap senja, memegang bahunya, berusaha menguatkannya. Maura yakin Senja tak baik-baik saja meski senyum selalu terhias diwajah manis Senja.
~ΩΩΩΩΩ~
Jantung Senja berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Bu Dini menyapu sekitar dengan tatapan sekilas. Matanya dingin seperti seekor singa yang siap menerkam mangsanya..
Buku PR dikumpulkan, detak jantung Senja makin tak menentu. Ia tak bisa membayangkan jadi apa dirinya jika Bu Dini tahu ia tak mengumpulkan Prnya. Ia yakin semuanya tidak akan baik-baik saja.
Maura memegang bahu senja menyakinkan semuanya akan baik-baik saja. Senja menatap Maura kemudian menghela nafas pasrah.
Satu demi satu PR diperiksa. Bu Dini penuh ketelitian, andai bisa, Senja ingin sekali menghentikan waktu saat ini juga.
15 menit kemudian Bu Dini bangun dari tempat duduknya, ekspresi wajahnya tak bisa ditebak. Ia maju dua langkah, menatap satu demi satu anak dengan tatapan yang sulit digambarkan.
Beliau menghela nafas, “Kenapa ada dua nama Senja disini?” Bu Dini menunjuukan dua buah buku tulis.
Senja mengerutkan kening.
“Dan ibu rasa, dua tulisan ini sama sekali bukan tulisan Senja!” Bu Dini menatap senja.
Senja menganggkat bahu, kemudian menggelengkan kepalanya. “Hmm, anu bu, itu, gini loh......!”
Belum sempat Senja melanjutkan kata-katanya Elvan sudah terlebih dulu memotongnya, “Salah satu buku catatan itu milik saya bu! Sebagai ganti dari catatan dia yang tadi saya robek!”
Bu Dini menatap Senja, Senja diam tak mampu menjawab apapun. Ia heran kenapa Elvan melakukan ini? Bukankah Elvan ingin membuat Senja menderita atau setidaknya membuat Senja dihukum. Lalu kenapa Elvan merubah catatan miliknya jadi milik senja.
“Lalu catatan yang satunya!”
Kalau ini tak perlu ditanya lagi, orang yang selalu ada untuk Senja saat keadaan apapun, tak perlu ditanya lagi, Senja menatap Maura, Maura tersenyum kemudian mengangkat tangannya “Milik saya bu, saya hanya tidak mau Senja dihukum hanya gara-gara ulah Elvan...!”
Bu Dini menghela nafas, bingung dengan tingkah aneh murid-muridnya. “Ibu benar-benar tidak habis pikir pelajaranpun kalian jadikan bahan main-mainan! Ibu tidak suka dengan cara kalian dan Ibu minta kalian keluar sekarang dan tidak usah masuk pelajaran ibu selama tiga kali pertemuan terhitung dari sekarang!”
“Biar saya yang keluar, yang tidak serius itu saya, saya malas mengikuti pelajaran Ibu makanya saya membuat masalah supaya saya bisa dikeluarkan!” Elvan berdiri, dengan santainya ia berlalu meninggalkan kelas.
Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut Bu Dini, sepertinya beliau sedikit tak menyangka dengan perkataan Elvan barusan.
Maura dan Senja berdiri.
“Sebaiknya kalian duduk dan kita mulai pelajarannya!” Seru Bu Dini terlihat tak bersemangat, ada kemarahan yang berusaha diredamnya, ia berusaha profesional dengan profesinya. “Ibu harap kalian tidak terpengaruh dengan kejadian barusan, lupakan dan fokus pada bab reaksi kimia yang akan kita bahas hari ini....!” Bu Dini tersenyum namun sangat jelas terlihat, seulas senyum itu terkesan sangat dipaksakan.
“Elvan keterlaluan!!!” batin Senja.
~ΩΩΩΩΩ~